MATARAM – Kepala daerah gubernur bupati dan walikota di NTB diingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk jangan sekali-kali melakukan tindakan korupsi. Peringatan ini disampaikan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi tahun 2022 bersama Pimpinan KPK yang dihadiri Gubernur, Bupati dan Wali Kota dan Forkopimda serta pimpinan DPRD di NTB di gedung Graha Bhakti Praja Kantor Gubernur NTB, kemarin.
“Kalau tujuan menjadi pejabat adalah kekayaan, maka mari kita kembalikan ke tujuan awal. Karena sesungguhnya menjadi pejabat adalah menjadi abdi negara dan abdi rakyat,” tegas Ghufron.
Ghufron menyampaikan, prilaku korupsi menjauhkan diri dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia pun menyebutkan ada beberapa penyebab prilaku korupsi. Pertama karena rusaknya pasar. Dicontohkannya, seorang doktor ekonomi sudah pasti mencari barang di pasar yang bagus. Begitu juga dengan ibu-ibu di pasar juga sudah pasti akan mencari barang yang paling bagus dan harganya murah. Tetapi bagi pelaku korupsi, ungkap Ghufron, bagaimana mencari barang jelek dan tidak bagus asal ada “feedback” pasti diterima. Kalau sudah begini runtuh pilar jati diri kita sebagai harapan rakyat. Karena uang rakyat itu dikumpulkan penyelenggara negara supaya dibelanjakan secara efisien.
“Namun dihadapan penyelenggara negara yang korup harganya berapa pun tidak masalah,” katanya.
Kedua, prilaku korupsi karena rusaknya tatanan demokrasi. Contohnya untuk menjadi gubernur, Bupati atau Wali Kota tidak cukup dengan uang Rp10 miliar atau Rp30 miliar.
Ia mengatakan hal itu bukan KPK yang melansir, tapi Kementerian Dalam Negeri yang mengatakan. Untuk menjadi bupati minimal Rp 30-50 miliar, untuk gubernur Rp 100 miliar. Anggap saja gajinya gubernur Rp 100 juta sebulan, kali setahun Rp1,2 miliar, kali lima sudah Rp6 miliar. Sementara biayanya Rp 30 miliar sampai Rp 50 miliar.
“Bagaimana tidak korupsi, kalau sudah begini korup bukan lagi potensi tapi pasti,” sentilnya.
Oleh karenannya yang meruntuhkan dan mengoyak-ngoyak persatuan bangsa Indonesia, bukan hanya teroris dan radikalisme tetapi salah satunya kalau penyelenggaranya juga korupsi.
Menurut dia, selama 2022 KPK sudah menangkap tidak kurang dari 1.400 orang. Di antaranya gubernur sudah 23 orang, bupati dan wali kota 44 dan anggota dewan sudah banyak.
“Apakah KPK bangga dengan ini. Tidak, KPK miris dan bersedih dengan angka-angka ini. Karena KPK bukan pembuat wajah hukum Indonesia menjadi bopeng dan terhina. Tapi kami ingin wajah hukum Indonesia berwibawa di hadapan internasional karena penyelenggara negaranya tidak ada yang ditangkap karena korupsi,” tegasnya.
Oleh karena itu, kehadiran KPK di NTB dalam rangka pencegahan. Salah satunya melalui peningkatan integritas, yakni meningkatkan dedikasi dan orientasi jabatan-jabatan publik. Di mana jabatan publik adalah untuk rakyat. Selanjutnya, peningkatan sistem tata kelola pemerintahan itu baik dalam tata kelola keuangan negara maupun pemerintahan.
“Yang cenderung korup itu karena biasanya karena tidak pasti kemudian berbelit tidak mudah juga kemudian tertutup dan tidak partisipatif,” ujarnya.
Untuk menghindari prilaku korupsi itu gagasan harus bersifat pasti, transparan, dan terpadu, sehingga terhindar dari korupsi. Oleh karena itu, pihaknya berharap tidak ada lagi kepala daerah di NTB yang ditangkap korupsi. Karena KPK berkeinginan Indonesia bersih dari korupsi.
“Yang kami lakukan dan kami berharap Indonesia itu bersih korupsi,” harapnya.(jho)