PRAYA – Dibalik megahnya pembangunan Sirkuit Mandalika di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) ternyata masih menyisakan persoalan kemanusiaan bagi warga di sekitar lokasi pembangunan mega proyek kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika tersebut. Pasalnya, sampai dengan saat ini, persoalan lahan masih menjadi pekerjaan rumah baik pemerintah provinsi NTB maupun pihak pengembang kawasan yakni ITDC.
Dimana, Sirkuit Mandalika sebagai lokasi di gelarnya WSBK dan MotoGP tersebut masih menyisakan harapan bagi seorang warga, Sibawaeh. Dimana, lahan miliknya seluas 2 hektare yang berada di tikungan sembilan lintasan sirkuit sampai dengan saat ini masih belum menemukan titik terang terkait dengan ganti rugi atau kompensasi atas lahan tersebut.
Sibawaeh menjelaskan, jika lahan yang belum dibayar pihak ITDC tersebut terdaftar di persil nomor 222 dan 263 dengan luas 2 hektare yang sampai dengan saat ini pihaknya tidak pernah menerima bayaran dalam bentuk apapun.
“Enam (6) hektare luas keseluruhan, belum dibayar sama sekali sama pihak ITDC,” jelasnya, Kamis (19/1/2023).
Pihaknya menjelaskan jika sejauh ini komunikasi dengan pihak ITDC selaku pengembang masih vakum. Dimana, lahan yang pihaknya klaim dianggap sudah selesai semua. Demikian pula dengan tim bentukan pemerintah provinsi untuk memediasi persoalan tanah di Mandalika dinilai sejauh ini masih belum ada ada solusi, malah kedua belah pihak sebutnya saling lempar bola panas terkait persoalan tersebut.
Untuk membuktikan kepemilikan atas lahan tersebut, pihaknya menagih janji pihak ITDC untuk melakukan sanding data sehingga persoalan tersebut bisa jelas dan menemukan titik terang.
“Sanding data tidak kunjung- kunjung dilakukan, sudah dua kali bentukan Satgas,” sesalnya.
Pihaknya menegaskan jika upaya memperjuangkan ganti rugi atas lahan tersebut bukan berniat untuk menganggu gelaran WSBK yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Namun, sebagai warga dirinya berharap agar janji pihak pengembang untuk membayar ganti rugi lahan warga bisa ditepati segera.
“Saya tahu diri, kita hormati pemerintah dia punya hak menentukan harga cocok untuk pembebasan, ganti rugi atau apapun namanya itu,” katanya.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari pihak ITDC maupun pemerintah provinsi NTB terkait hal tersebut. (ndi)