PRAYA – Ketua dan anggota Dewan Pengawas (Dewas) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya, mengakui pernah diperiksa jaksa atas kasus dugaan korupsi dana BLUD dengan tiga tersangka. Mantan Direktur RSUD Praya, Muzakir Langkir, mantan PPK dan bendahara.
“Nggih,” jawab anggota Dewas BLUD RSUD Praya, Baiq Aluh Windayu.
Tapi Aluh tidak ingat berepa kali dimintai keterangan jaksa atas kasus ini.”Lupa,” jawab singkatnya.
Pemeriksaan ini juga diakui mantan anggota Dewas BLUD RSUD Praya, H. Omdah. Dia mengakui pernah diperiksa jaksa.
“Pernah dek,” katanya.
Omdah pun mendadak bingung dan bertanya. Apakah boleh dirinya menerima honorarium sumber dana BLUD. Namun mantan Kadikes Lombok Tengah mengungkapkan ada persoalan di internal BLUD, namun sering dibahas soal kantong darah yang diambil dari UTD Dikes Lombok Tengah.
“Itu saja saya ingat, tapi tidak apa-apa saya terima honorarium kan,” tanyak balik Omdah.
Anggota Dewas lainnya, Zaenal Mustakim juga mengakui pernah diperiksa jaksa.”Seingat saya sekali dik,” jawabnya.
Sementara itu, informasi yang diterima Radar Mandalika dari internal RSUD Praya dan pihak yang memahami tugas fungsi Dewas. Harusnya jajaran dewas bertugas memberikan masukan kepada manajemen BLUD RSUD dalam setiap persoalan. Mulai dari anggaran bahkan pelayanan.
“Ya kan itu tugas mereka, bukan hanya soal pelayanan saja,” ungkap sumber yang minta identitas dirahasiakan ini.
Sumber itu menyebutkan, termasuk soal satuan harga alat kesehatan dan obat-obatan. Bahkan harga satuan makanan basah dan makanan kering untuk pasien. Namun anehnya, data diperoleh Radar Mandalika volume pembelian kebutuhan makanan baik sebelum covid-19 bahkan saat genting covid-19, jumlah pasien dirawat nyaris tidak ada perbedaanya.
“Nah kalau itu saya tidak bisa jawab,” katanya lagi.
Data yang diperoleh, khusus untuk makanan basah dan kering biasanya pihak BLUD melakukan pembayaran kepada penyedia pertriwulan. Angkanya cukup besar, ratusan juta. Sementara sumber untuk membayar alat kesehatan, kebutuhan obat-obatan bahkan makanan itu semua dari hasil klaim BPJS Kesehatan.
“Makanya system pembayaran seperti itu, penyedia barang harus kuat modal,” terangnya.(red)