LOBAR – Masyarakat Desa Lembar Selatan, Kecamatan Lembar sangat mengharapkan pembangunan jembatan gantung yang sedang dikerjakan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) NTB Kementerian PUPR dari aspirasi DPR RI, segera selesai. Menyusul adanya kendala potensi perselisihan yang akan timbul dengan perusahaan perbaikan anjungan kapal yang berada dekat dengan pembangunan jembatan itu.
Padahal masyarakat membutuhkan jembatan gantung baru karena kondisi jembatan yang sekarang sudah rusak dan mengkhawatirkan untuk dilalui. “Jembatan lama sudah rusak dan tidak layak,” terang Kepala Desa Lembar Selatan, H Beni Basuki yang dikonfirmasi, Selasa (17/1/2023).
Menurutnya jembatan itu sangat dibutuhkan masyarakat. Setidaknya ada ribuan warga yang tergantung dari jembatan itu. Karena menjadi satu-satunya akses menuju Dusun Cemara serta lokasi wisata yang kerap dikunjungi warga Lombok Barat (Lobar).
“Jembatan itu juga menjadi akses mitigasi bencana kalau ada bencana gempa dan sebagainya. Sehingga ada akses jalan masyarakat, tidak harus keluar dari jembatan utama,” jelasnya.
Proses pengerjaan jembatan itu memang sedang berlangsung. Namun manfaat pembangunan jembatan itu sudah mulai dirasakan masyarakat. Terutama mereka yang memiliki mata pencairan sebagai pencari kepiting bakau tanpa harus mengunakan sampan seperti dulu. “Mereka bisa jalan sekarang langsung turun ke dasar bakau. Ke depan itu bisa menjadi objek wisata yang dikembangkan,” bebernya.
Dari informasi yang dihimpun, munculnya keberatan pihak perusahaan lantaran tinggi jembatan gantung yang masih dibangun itu dinilai rendah. Dikhawatirkan akan membuat kapal yang datang ke anjungan perusahaan itu tak bisa lewat.
Meski diakui ada sekitar lima orang warga setempat yang bekerja di perusahaan kapal itu. Namun jumlahnya tak banyak jika dibandingkan jumlah warga yang akan sangat merasakan manfaat dari jembatan itu.
“Manfaatnya lebih dirasakan oleh ratusan masyarakat yang lain,” bebernya.
Pemerintah desa mengharapkan adanya win-win solution dari pemerintah atas permasalahan itu. Ia pun sempat menawarkan solusi saat pertemuan dengan pemerintah pusat, provinsi, Pemkab Lobar dan Ombudsman. Menyusul aduan dari pihak perusahaan itu ke Ombudsman.
“Sempat kita tawarkan ada solusi, Cuma siapa yang membiayai belum clear,” ungkapnya.
Solusi yang ditawarkan itu berupa pembuatan jembatan yang dapat dibuka tutup dengan lokasi agak jauh dari lokasi jembatan gantung. Hanya saja pembuatannya membutuhkan anggaran yang tak sedikit.
“Sebenarnya ada solusi bukan tidak ada solusi. Cuma permasalahannya siapa yang akan membiayai,” pungkasnya.
Sebelumnya Ombudsman RI perwakilan NTB sudah mengirim surat kepada Pemkab Lobar mengingatkan agar berhati-hati terkait pembangunan jembatan gantung di Desa Lembar Selatan itu.
Sebab berpotensi menimbulkan perselisihan dengan PT. Marine Service Enggineering (MSE). Selain itu, pembangunan jembatan juga berpotensi merugikan otoritas Pelabuhan Lembar. Mengingat lokasi pembangunan jembatan masuk dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.
PT. MSE keberatan karena jembatan itu akan menghalangi jalur kapal/perahu yang diperbaiki dan diproduksi di workshop perusahaan.
Pembangunan jembatan itu berpotensi mematikan usaha PT. MSE yang telah mengantongi izin usaha di bidang perbaikan dan pembuatan kapal dari Pemda Lombok Barat. Pihak PT. MSE telah mengajukan keberatan dan melaporkan pembangunan jembatan kepada Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTB.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umun Penataan Ruang (PUPR) Lobar, L Sudiana membenarkan menerima surat dari Ombudsman terkait pembangunan jembatan gantung di Desa Lembar Selatan. Pihaknya pun sudah membalas surat itu, bahkan melakukan pertemuan dengan pihak Ombudsman.
“Kita sudah jelaskan jika keterlibatan Pemda dari awal tidak ada sama karena itu program aspirasi dari DPR RI,” terangnya.
Ia menjelaskan Pemkab Lobar hanya sebatas membantu kelengkapan surat atau rekomendasi. Namun untuk proses teknis mulai dari tender, penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hingga desain jembatan gantung itu langsung dari pemerintah pusat, dalam hal ini BPJN. Mengingat pembangunan jembatan ini merupakan program dari pemerintah pusat.
Namun sebelum dikerjakan, ada pergeseran titik lokasi pembangunan. Sehingga pihaknya diminta memfasilitasi pergeseran itu dan tidak mempengaruhi pihak perusahaan. “Kita tidak tahu bagaimana perencanaannya. Karena memang dari awal tak terlibat karena semua perencanaan dari pusat,” jelasnya.
Ia pun tak berani berkomentar lebih lanjut atas permasalahan itu. Sebab saat pertemuan dari pihak Ombudsman, pemerintah provinsi, BPJN NTB, Pemkab Lobar, termasuk pihak perusahaan dan pemerintah desa ada muncul beberapa solusi yang ditawarkan. (win)