PRAYA – Nasib malang menimpa Seven Remen Ray Pamungkas, warga Desa Prako, Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah.
Pasalnya, seharusnya dirinya kini menjadi perangkat desa, tetapi kabarnya oleh Penjabat Kepala Desa Persiapan Prako setempat ditolak mentah-mentah.
Sebelumnya, Desa Persiapan Prako merupakan salah satu desa yang baru mengalami pemekaran dari desa induk yakni Desa Loang Maka. Saat ini, Desa Persiapan Prako tengah berproses memenuhi persyaratan administratif.
Dalam perjalanannya, pengangkatan perangkat desa di Desa Persiapan Prako menuai polemik. Sejumlah pihak mempertanyakan dasar kebijakan yang diambil Penjabat Kepala Desa H Satarudin.
Kebutuhan awal perangkat desa di Desa Prako adalah lima orang. Sebelumnya, tiga orang perangkat desa dari desa induk, telah menerima Surat Keputusan (SK) untuk diangkat kembali menjadi perangkat di desa persiapan.
Namun, dari tiga orang yang mendapatkan SK, hanya dua orang yang ditarik penjabat kepala desa. Sementara satu sisanya, yakni Seven Remen Ray Pamungkas tidak diakomodir.
Kebijakan penjabat kepala desa yang dianggap menutup mata terhadap SK yang telah diterbitkan desa induk inilah yang menjadi pangkal persoalan.
Salah seorang keluarga dari Seven Remen Ray Pamungkas, Doyan Sastra Satria mengaku tak habis pikir dengan keputusan yang diambil Penjabat Kepala Desa Persiapan Prako setempat.
Awalnya, kata Doyan, penjabat kepala desa menolak Seven lantaran tak mengantongi surat rekomendasi dari pihak kecamatan. Sebab, dasar pemberian SK dari desa induk adalah adanya SK. Namun, Doyan dengan tegas membantah klaim tersebut.
“Argumentasi tu sudah kita bantah, kita tunjukkan langsung rekomendasi dari kecamatan yang terbit tanggal 11 November 2022 lalu. Kemudian mereka bingung lagi, Kades tak bergeming,” ungkap Doyan saat ditemui, kemarin.
Kemudian alasan kedua mengapa Seven tidak diakomodir, kata Doyan, lantaran SK milik Seven dari desa induk disebut tidak sah.
Doyan menuturkan, alasan tersebut tambah tak masuk akal. Sebab, SK yang Seven pegang saat resmi diterbitkan desa induk dengan dibubuhkan tanda tangan Kepala Desa Loang Maka Muksin.
Dikatakannya, SK yang ditandatangani Kepala Desa Loang Maka, dipastikan sah secara hukum. Sehingga pernyataan Pemdes Persiapan Prako yang menyoal SK yang bersangkutan, hanya alasan untuk lari dari kesalahan yang mereka perbuat.
Menurut Doyan, SK dari desa induk, penempatan Seven di Desa Persiapan Prako sudah mengacu pada aturan. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa, pasal 77.
“Tidak bisa asal-asalan disebut sah atau tidaknya tanpa dasar, itu kan subjektif. Ini yang dijalankan birokrasi, ada aturan mainnya,” papar Doyan.
Yang lebih aneh lagi, kata Doyan pemerintah desa persiapan Prako menyebut Seven tidak diterima atas dasar hasil musyawarah badan permusyawaratan desa (BPD). Padahal, sampai saat ini para pihak yang diklaim terlibat dalam musyawarah tersebut, belum memiliki legalitas.
Itu berarti, sambung Doyan, apapun hasil kesepakatan dalam musyawarah tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.
“Aturan induknya ada, tapi sangat aneh, kok bisa dikalahkan oleh musyawarah yang tidak jelas. Sekarang BPD, saat saya turun semua saling menyalahkan, tetapi di belakang nanti pernyataannya lain lagi. Ada kepanikan,” kata Doyan.
“Kemarin juga sempat demo besar-besaran, kemudian ribut di kecamatan dan dimediasi oleh DPDM. DPMD tegas mengatakan bahwa yang tiga inilah yang diangkat dulu,” imbuhnya.
Dalam kacamatanya, Doyan sejatinya melihat ada sejumlah alasan yang membuat penjabat kepala desa persiapan prako berani mengambil kebijakan menyalahi aturan tersebut. Pertama, pihaknya menilai ada tekanan.
“Patut diduga ada beberapa tekanan dari orang-orang yang ingin jadi perangkat, karena ada hal yang penjabat kepala desa ini takutkan akan dibuka,” jelasnya.
“Kemudian saya duga ada janji atau kesepatakan untuk mengakomodir kelompok masyarakat tertentu untuk menjadi perangkat desa, dan juga Seven ini cukup tahu rahasia desa,” bebernya.
Lebih jauh, Doyan mengaku, pengangkatan lima perangkat desa yang saat ini bertugas, ada yang menyalahi aturan. Sebab tidak memenuhi syarat adminsitratif.
“Tiga orang yang diangkat baru inipun jika dipansel, dugaan saya tidak memenuhi persyaratan administratif, karena ada yang sudah melewati batas usia minimal. Banyak hal yang dilanggar,” kata Doyan.
Lebih jauh, Doyan mengaku sikap protes yang dirinya layangkan tak semata-mata untuk kepentingan keluarganya. Melainkan, dirinya ingin agar desa yang baru akan mulai tumbuh, harus dibangun dengan tata cara dan mekanisme yang sesuai dengan aturan (Undang-Undang).
Dirinya tak ingin, roda pemerintahan di desa yang baru seumur jagung itu dijalankan dengan asal-asalan. Dirinya pun ingin menjaga agar oknum-oknum yang bermain dalam keputusan yang diambil nantinya tidak mendapatkan teguran dan terseret kasus hukum.
Lebih jauh, Doyan mengaku telah menunjuk kuasa hukum untuk menindaklanjuti kasus ini.
“Saya mau Seven diakomodir, tegakkan aturan yang ada. Sebab jika tidak, ini bisa jadi contoh dan legasi yang buruk ke depan, karena ini desa baru, mari kita semai bersama sesuai dengan juklak junis yang ada,” tukasnya.
“Kalaupun di SK baru nanti tidak diakomodir, kami akan gugat ke kejaksaan,” sambung Doyan.
Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) melalui Kabid Penataan Desa DPMD Loteng, Sazdi menyatakan,bahwa pihak yang mempersoalkan hal ini sudah datang dan bersurat ke kantor DPMD. Dan pihaknya sudah menjelaskan pada pihak terkait tersebut.
“Kami sudah menjelaskan pada pihak yang bersangkutan terkait aturan pengangkatan dari desa setempat, ” ungkapnya.
Ia menegaskan, untuk pengangkatan Perangkat ini masih dalam tahapan sekarang ini. Artinya, masih dalam proses. “Masih dalam tahapan itu dek. Belum dilaksanakan pelantikan, ” tuturnya. (red)