PRAYA – Anggaran pembuatan website sekolah yang menelan biaya fantastis masih menjadi perbincangan. Bagaimana tidak, sekolah harus membayar Rp 5 juta untuk website yang dinilai tidak jelas peruntukan dan urgensinya. Informasinya, pembuatan website yang dibiayai dana BOS ini dilakukan pihak ketiga dan difasilitasi Dinas Pendidikan.
Beragam komentar bermunculan. Kali ini, komentar datang dari Anggota Komisi IV DPRD Lombok Tengah, Suhaimi. Menurutnya, terkait pengadaan website sekolah seharusnya didiskusikan lebih kualitatif di internal.
“Jika dilihat dari kondisi pendidikan dan sekolah sebenarnya tidak perlu ada website, cukup dengan grup WA atau sosial media saja. Apalagi dilihat dari cakupan wilayahnya SD paling hanya beberapa dusun,” tuturnya.
Dalam hal ini, lanjut Politisi PDIP ini, kepala sekolah juga harus cerdas dan bijak dalam melakukan manajemen mana saja yang menjadi sekala prioritas. Jika memang dirasa website sekolah tidak terlalu dibutuhkan jangan dipaksakan untuk membuat.
“Manajemen risiko itu perlu. Melihat anggaran sekolah yang terbatas, dan saya tidak tahu dalam pembuatan website ada unsur pemaksaan atau tidak. Jadi goblok kepala sekolah merasa tidak mampu namun memberanikan diri membuat website,” sentilnya.
Agar pihak Dinas Pendidikan baik kepala dinas maupun kepala bidang tidak semena-mena, lanjut dia, kepala sekolah juga harus memberanikan diri bagaimana menyusun perencanaan rasional. Terlebih dana BOS itu adalah wewenang kepala sekolah jadi penggunaan dan tanggung jawabnya ada di kepala sekolah.
“Jadi kalau dia terpaksa beli berarti goblok,” pungkasnya.
Diketahui biaya yang dikeluarkan sekolah dalam pembuatan website ini sebesar Rp 5 juta per sekolah. Dengan tarif ini, sebagian besar kepala sekolah mengeluhkan mahalnya biaya pembuatan website. Begitu juga dengan urgensinya.(hza)