MATARAM – Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag NTB, Eka Muftatiah mengimbau warga NTB untuk lebih hati-hati menerima rayuan dari pihak tertentu untuk bisa diberangkatkan melalui jalur haji khusus (haji plus, red). Pasalnya pada pemberangkatan haji tahun 2022, Pemerintah Arab Saudi menemukan 46 jamaah calon haji (JCH) Indonesia menggunakan visa palsu. Pemerintah Arab Saudi pun langsung memulangkan mereka.
“Beruntung tidak ada yang berasal dari NTB,” tegas Eka saat dikonfirmasi media yang masih berada di Makkah.
Eka menyampaikan Kemenag bertugas menyelenggarakan haji kuota. Haji reguler diselenggarakan negara 100 persen. Sedang haji khusus diselenggarakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dimana dalam hal ini tugas negara sebagai regulator. Sedangkan haji non kuota adalah haji mujamalah. Undang Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyenggaraan Haji dan Umrah hanya disebut mujamalah.
Dijelaskannya, haji kuota terdiri dari haji reguler dan haji khusus. Sementara Mujamalah itu tamu kehormatan raja maka pada dasarnya gratis karena seluruh biaya ditanggung kerajaan Arab Saudi. Informasi yang didapatkan Eka dalam perkembangannya ada Visa mujamalah yang tidak gratis. Ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi di Saudi bekerja sama dengan travel-travel di Indonesia yang memperjualbelikan visa haji mujamalah.
“Visa Mujamalah yang tidak gratis itu disebut haji mandiri atau dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah furoda,” terangnya.
Sementara itu, berdasarkan hasil investigasi tim ada Travel AlF (inisial) justru mendapatkan visa dari Singapura dan ternyata visa palsu.
“Kasus Travel ALF yang memberangkatkan 46 jamaah ke Saudi ternyata diawali dengan pelanggaran undang-undang. Karena travel itu ternyata bukan PIHK,” bebernya.
“Maka kemudian sesampainya di Jeddah pemerinrah Arab Saudi menolak dan kemudian rombongan jamaah harus kembali ke Indonesia lagi,” sambungnya.
Dijelaskan Eka, berdasarkan UU nomor 8 Tahun 2019 disebutkan bahwa haji mujamalah diselenggarakan oleh PIHK. Tujuannya agar jamaah mendapatkan jaminan layanan selama menunaikan ibadah haji. Dalam hal ini PIHK berkewajiban melaporkan kepada negara Indoneisa.
“Kami sampaikan bahwa haji adalah Ibadah. Maka kepada semua pihak agar memperhatikan prinsip utama menyelenggarakan perjalanan haji harus menggunakan prinsip syariat,” terangnya.(jho)