PRAYA – Kuasa hukum Direktur RSUD Praya non aktif, dokter Muzakir Langkir, PPK dan bendahara, Lalu Anton Hariawan mengungkapkan jika pascaditetapkan tiga kliennya menjadi tersangka, Tim Pengawasan (Tim Was) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB langsung menemui Muzakir Langkir di dalam Rutan Praya. Mereka akan mendalami ‘nyanyian’ Muzakir Langkir yang menyebut ada aliran uang dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ke oknum jaksa. Demikian juga adanya proposal untuk kegiatan Hari Bhakti Adhyaksa 2022.
“Asisten pengawas pernah hubungi saya, mereka juga minta dokumen yang saya pegang. Pokoknya begitu ramai di media mereka turun ke Rutan,” ungkap Anton kepada Radar Mandalika, Rabu kemarin.
Anton membeberkan, adapun bukti yang diminta asisten pengawas kejaksaan berupa isi ceting, catatan buku aliran dana taktis dan dokumen lain.
“Awalnya saya mau buka di persidangan, dan jujur Pak Muzakir yang terlihat emosi membuka langsung di hadapan teman media. Ada disebut oknum kejaksaan, bupati dan wakil bupati termasuk pada saat sengketa hasil Pilkada di MK diambil dari dana itu,” bebernya.
Anton mengakui jika, pihaknya pernah melayangan surat 2 bulan lalu ke Komisi Pengawas Kejaksaan. Surat dilayangkan berdasarkan persetujuan dokter. Dasar pihaknya bersurat karena kembali oknum kejaksaan minta uang kepada dirinya. Bahkan semua uang diberikan itu baik dalam bentuk proposal dan minta secara pribadi diambil dari dana taktis.
“Biasa uang yang diberikan diserahkan langsung pak dokter, kadang melalui PPK dan dititip di oknum pejabat Lombok Tengah,” ungkapnya.
Tapi Anton heran sampai dengan saat ini, kasus yang menetapan tiga tersangka bukan pada kasus ‘jual beli darah’ di UTD dengan BLUD. Melainkan Muzakir Langkir dan dua rekannya disangka melakukan markup anggaran melalui makanan basah.
“Tapi pastinya saya belum tahu, ini saya lihat rilis kejaksaan di media saja. Artinya kasus UTD ini hilang,” katanya.
Disebutkan Anton, dalam podcast sebelumnya dengan Radar Mandalika begitu terang benderang dia buka. Ada sekitar Rp 2,7 miliar utang bayar darah belum diselesaikan oleh BLUD RSUD Praya. Soal ini pun sempat dikonsultasikan dokter Langkir saat itu.
“RSUD dapat dua sumber anggaran, ada APBD dan BLUD dari klaim BPJS Selong. Begitu dana keluar 60 persen untuk pelayanan RSUD dan 40 persen jasa pelayanan,” sebutnya.
Dalam persoalan utang kantong darah dari tahun 2017-2020, pihak BLUD pernah membayar sebagian. Namun di tengah jalan, para pasien BPJS justru setiap ambil kantong darah bayar di UTD sekitar Rp 200 ribu, sementara dalam surat diberikan kepada warga uang diminta ambil kembali di RSUD.
“Cuma waktu itu oknum jaksa bilang sudah tidak fokus kantong darah lagi. Akhirnya pak dokter mengaku jenuh dengan segala macam persoalan yang muncul. Nah sekarang setelah masuk Rutan beliau bilang tenang,” ceritanya.
Selain persoalan darah di UTD, Anton juga menyayangkan penyidik Kejari justu melepas kasus penggunaan alat kesehatan milik RSUD Praya dengan harga miliaran rupiah oleh RS swasta. Dalam peminjaman alat kesehatan itu, dokter Langkir tidak pernah memberikan izin digunakan.
“Beliau tidak ada tanda tangan,” katanya.
Demikian juga pengakuan dua tersangka lainnya yang merasa janggal penanganan kasus ini. Misalnya, PPK Adi Sasmita mengaku selama ini pihaknya tidak gunakan kontrak satuan harga, karena cara ini dilakukan PPK sebelumnya. Begitu juga bendahara RSUD. Mereka hanya melanjutkan cara kerja, namun yang tersangka diyakini lebih baik lagi karena ada catatan berupa dana taktis.
Dalam kesempatan itu, Anton membeberkan arah dana taktis ditandatangani dokter Langkir. Adapun yang diingat dia, untuk keperluan oknum APH secara pribadi, untuk proposal kejaksaan, biaya tiket big bos, untuk anak yatim, nama lembaga APH banyak tercatat sejak tahun 2018-2020.
“Sekarang catatan dana taktis ini sudah disita jaksa,” bebernya.
Namun dalam kesempatan itu, Anton menyentil penanganan kasus korupsi di NTB yang dilakukan berbeda. Dibandingkan kasus melilit Wabup KLU sudah setahun tidak juga ditahan pasca ditetapkan jadi tersangka. Sementara Muzakir Langkir dan dua rekannya langsung ditahan.
“Harusnya semua sama di mata hukum,” pungkasnya.(red)