MATARAM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali membahas status hukum proyek pengadaan alat Marching Band pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB tahun 2017 senilai Rp 2,7 miliar. Sejak kasus ditangani kejati hingga saat ini belum ada kejelasan hukum.
Wakil Kejaksaan Tinggi NTB, Enen Saribanon mengatakan pihaknya telah mengikuti Supervisi dan Koordinasi (subkor) khusus mengekspos kasus tersebut.
“Kegiatan supervisi itu bersama Kejagung, Bareskim, Kejaksaan dan BPKP serta KPK untuk eksposes perkara terkait Pengadaan Alat Marching Band,” ungkap Wakajati NTB, Jumat pekan lalu di Mataram.
Enen mengatakan APH pada prinsipnya satu tujuan bagaimana memberantas korupsi di daerah namun demikian perbedaan pemahaman dalam kasus Marching Band itu perlu disatukan dengan tujuan sama – sama memberikan kepastian hokum.
“Kita punya tujuan yang sama memberantas korupsi. Tapi kan harus punya persepsi yang sama. Menurut Penydik sudah lengkap (P21), menurut Kejaksan belum. Makanya ini kita duduk bersama,” ungkapnya.
Hingga saat ini kejelasan status hukumnya belum kelar. Oleh karena itu pihaknya berharap supaya kasusnya ada kejelasan hukum.
“Tersangka harus diberikan kepastian hukumnya itu. Mudahan setelah hasil ekpsoe bersama bisa ada solusinya,” katanya.
Diketahui, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesenian marching band 2017 anggaran pengadaan bersumber dari APBD NTB tahun 2017. Proyek belanja modal senilai Rp. 1,7 M yang diperuntukan pada lima sekolah SMA/SMK Negeri, lalu Rp. 1,06 M bagi empat sekolah swasta. Proyek diduga dikorupsi dengan modus markup harga barang. Kerugian negaranya sebesar Rp. 702 juta sesuai hitungan BPKP Perwakilan NTB.(jho)