MATARAM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan PT AMNT menunggak dana bagi hasil tambang emas sebesar Rp 104 miliar kepada Pemprov NTB sejak tahun 2020. Temuan itu ditemukan setelah BPK melakukan pemeriksaan APBD NTB tahun 2022.
Hal ini disampaikan Anggota VI BPK RI, Pius Lustrilanang saat menyerahkan LHP dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) tahun 2022 kepada Ketua DPRD dan Gubernur NTB dalam paripurna yang berlangsung di Mataram, kemarin.
“Pemerintah Provinsi NTB telah meraih opini WTP 12 kali berturut-turut sejak tahun 2012. BPK RI memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah Provinsi NTB atas pencapaian opini WTP,” ungkapnya.
Opini lanjut merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tidak secara khusus dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan.
Meski demikian jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya yang berdampak pada adanya potensi dan indikasi kerugian negara/daerah. Hal ini harus diungkap dalam LHP BPK dan jika nilainya memenuhi batas materialitas tertentu dapat mempengaruhi opini terhadap Laporan Keuangan secara keseluruhan. Dengan demikian opini yang diberikan oleh pemeriksa, termasuk opini WTP merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai “kewajaran” laporan keuangan bukan merupakan “jaminan” tidak adanya fraud yang ditemui ataupun kemungkinan timbulnya fraud dikemudian hari.
“Hal ini perlu kami sampaikan, mengingat masih banyak terjadinya kesalahpahaman oleh sebagian kalangan mengenai makna Opini BPK. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan, selain memberikan opini atas laporan keuangan, BPK juga melaporkan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Ditegaskan Pius, berdasarkan hasil pemeriksaan atas LKPD Provinsi NTB Tahun 2022, BPK masih menemukan kelemahan pengendalian intern dan permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, namun tidak mempengaruhi secara material kewajaran penyajian Laporan Keuangan tahun 2022. Permasalahan tersebut antara lain kebijakan defisit APBD Pemerintah Provinsi NTB 2022 kurang memperhatikan kemampuan keuangan daerah, sehingga postur APBD menjadi kurang sehat dan terjadinya peningkatan utang belanja yang membebani keuangan daerah.
Pemerintah Provinsi NTB belum menerima dana bagi hasil atas keuntungan bersih PT AMNT tahun 2021 dan 2020 senilai US$ 6,71 juta atau Rp104,62 miliar sehingga dana bagi hasil tersebut belum dapat dimanfaatkan untuk pembangunan wilayah Provinsi NTB.
Tanah milik Pemerintah Provinsi NTB senilai Rp 84,26 miliar tidak dicatat sebagai tambahan modal oleh PT Bank NTB Syariah, sehingga belum menambah penyertaan modal dan hak kepemilikan Pemerintah Provinsi NTB pada PT Bank NTB Syariah.
Sesuai Pasal 20 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pemerintah Provinsi NTB wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK dan memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima. BPK mendorong Pemprov NTB untuk meningkatkan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun sebelumnya.
Berdasarkan data rekapitulasi pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun 2005 sampai dengan 2022 (per Semester II Tahun 2022), Pemerintah Provinsi NTB telah menindaklanjuti 8.868 rekomendasi dari 10.489 rekomendasi atau 84,5% dari keseluruhan rekomendasi dan terdapat 63 rekomendasi (0,6 persen) tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah.
Dengan demikian masih terdapat 1.558 (14 persen) yang harus menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti. IHPD Tahun 2022 merupakan ikhtisar dari LHP pada Pemprov NTB dan pemerintah kabupaten/kota yang meliputi hasil pemeriksaan atas LKPD, pemeriksaan kinerja atas program strategis daerah, pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pelaksanaan APBD, termasuk pertanggungjawaban dana Bantuan Partai Politik (Banparpol) yang bersumber dari APBD.
IHPD juga menyajikan hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dan pemantauan penyelesaian ganti kerugian daerah di Provinsi NTB. Hasil pemeriksaan BPK yang dimuat dalam IHPD merupakan bagian dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang disusun oleh BPK.
BPK berharap LHP dan IHPD dapat memberikan informasi lengkap kepada Gubernur dan DPRD serta pemangku kepentingan lainnya. sehingga dapat dijadikan acuan dalam perbaikan tata kelola keuangan daerah yang tertib, transparan, dan akuntabel. DPRD bersama dengan Pemerintah Provinsi NTB diharapkan terus berupaya memperbaiki pertanggungjawaban pelaksanaan APBD serta memantau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang terdapat dalam LHP BPK sesuai dengan kewenangannya. Dengan harapan pemanfaatan keuangan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Terhadap hal itu, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengaku, angka sebelumnya Rp 150 miliar, belum tahun ini, bahkan bisa lebih banyak, namun semua itu perlu dilihat dan dipelajari lagi.
“Kami baru tahu, karena baru dikasih tahu BPK. Tapi kami akan usahakan, kalau memang bisa terealisir akan membantu keuangan daerah,” tegasnya.
Gubernur akan coba berkonsultasi dengan Departemen Keuangan, karena kalau benar ada yang dari PT AMNT seperti temuan BPK RI, maka bisa membuat nafas lebih lega soal keuangan daerah.(jho)