MATARAM – Pengamat Politik Mataram, Ihsan Hamid melihat langkah memboikot PKS dan Nasdem di DPRD NTB sebagai bentuk akumulasi kekecewaan dari partai oposisi kepada pemerintah. Menurutnya, awalnya dipicu oleh mencuatnya isu dana pokir dewan dengan direktif gubernur. Dewan melihat ada pembagaian yang kurang proporsional antara pokir yang mereka dapatkan dengan belanja eksekutif dari APBD.
“Sebenarnya masalah yang cukup komplek, panjang,” tegas Ihsan.
Tidak hanya itu langkah meninggalkan faksi pemerintah itu bisa dibaca untuk kepentingan politik 2024. Apalagi sekarang ini sudah dianggap masuk tahun politik. Tetapi belum bisa dibaca langkah mereka memboikot Zul-Rohmi jilid II. Ihsan melihat apa yang terjadi di koalisi oposisi itu tidak lebih untuk kepentingan logistik dewan pada 2024.
“Sikap dewan oposisi lebih sebagai reaksi saat ini. Boikot Zul Rohmi jilid 2 semua masih dinamis apalagi nanti sangat bergantung sama hasil Pileg 2024,” sebutnya.
Menurut dia, secara politik tentu bergaining eksekutif menjadi semakin lemah karena dukungan politik di legislatif berkurang. Imbasnya jelas akan berpengaruh dengan performa kerja eksekutif. Meski demikian Ihsan meyakini langkah oposisi itu tidak akan mengganggu kinerja program Pemprov yang bisa dirasakan masyarakat bawah. Sebab, belanja eksekutif melalui APBD dilihatnya tetap stabil hanya saja eksekutif tidak bisa seleluasa seperti sebelumnya.
“Pointnya ada koalisi oposisi ini akan memberi sinyalmen ke eksekutif bahwa semua harus proporsional,” katanya.
Ditanya kedepan akankah eksekutif memangkas Pokir dewan? Ihsan yakin langkah itu tidak akan berani dilakukan Pemprov. Kendati user APBD sepenuhnya ada di eksekutif.
“Efeknya bisa lebih buruk ke eksekutif ke depannya,” yakinnya lagi.
“Iya ini cara kasar,” sambung anggota Fraksi PAN DPRD NTB, Najamudin Moestafa kepada media.
Secara pribadi Najamudin justru bertanya apa yang menjadi dasar akademik sampai harus meninggalkan dua fraksi yang merupakan fraksi pemerintah itu.
Jika dikaitkan dengan problem di eksekutif justru dilihatnya lain. Yang perlu dilakukan di gedung parleman ini kebersamaan. Sebab, PKS dan Nasdem merupakan partai politik yang sedang bekerja di sebuah gedung bersama parpol yang lain.
“Kita ini partai politik yang sedang bekerja di dalam satu ruangan,” tegasnya.
Najam mengatakan, jika bentuk protes terhadap pemerintah harusnya disuarakan dengan lantang sama halnya yang sering ia suarakan selama ini. Beda urusan kalau di lembaga legislatif semuanya harus bersama.
“Itu tidak boleh disangkutpaut dengan (urusan) disana (Pemprov). Kebijkan pemerintah itu kebijakan yang dikritisi termasuk oleh Nasdem dan PKS,” jelasnya.
Katanya, asas kebersamaan dan etika harusnya dikedepankan di parlemen. Sebagai anggota dewan tidak boleh “menjelakkan” PKS dan Nasdem.
“Dia teman kita di dalam legislative,” belanya.
Dijelaskannya, lembaga legislatif bertugas bagaimana menyampaikan bergaining kepada pemerintah. Jika menyangkut kebijakan yang kurang merakyat harusnya fraksi pemerintah dilibatkan dalam menyuarakan. Sebab mereka yang lebih dekat dengan eksekutif.
“Saya mutlak katakan ketika ada yang tinggal meninggal saya tidak setuju itu,” sambungnya.
Kata Najam, banyak hal yang bisa terjadi dengan keadaan tersebut. Bisa saja berdampak pada jatah pokir dewan. Sebab, APBD sepenuhnya diatur oleh eksekutif.
“Bisa saja (pemerintah) tinggalkan parlemen. Tapi ingat saya ini eksekutif kalau misalkan besok pokir diberikan 1 miliar untuk semua anggota DPRD NTB. Mau apa? Kalau misalnya saya isi hanya Rp 500 juta yang penting isi (penuhui ketentuan) UU mau apa?” tegasnya.
Jika ternyata lembaga eksekutif tidak mau membahas anggaran APBD, eksekutif bisa saja meninggalkan dewan dengan cara tidak akan membahas anggaran namun menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub). Kebijakan tersebut sah dan telah disiapkan oleh peraturan perundang undangan.
“Terus kita mau apa. Wong kita membuat dia (pemerintah) diharmonisasi,” katanya.
Najam justru bertanya apakah kinerja di DPRD NTB ini sudah baik, terbuka dalam menjalankan segala sesuatu. “Bobrok juga kita (ini),” ungkapnya.
Berikutnya kebobrokan yang dilihat Najam juga semua dinamika di NTB tidak pernah dibuatkan keputusan berdasarkan kelembagaan. Dicontohkannya kisruh PT GTI, JPS DPRD, JPS NTB Gdmilang yang bermasalah.
“Tugas lembaga ini dalam rangka serap aspirasi rakyat tentang kebenaran itu melalui leading sektor yang namanya komisi,” sebutnya.(jho)