MATARAM – Banjir tahunan setiap wilayah di Kabupaten dan Kota Bima serta di Dompu disebabkan hutan gundul di wilayah tersebut menjadi perhatian serius dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat (DPRD NTB).
Anggota DPRD NTB Marga Harun menyoroti lambannya langkah pemerintah baik pemerintah Kabupaten/Kota maupun provinsi dalam mencarikan solusi atas gundulnya hutan di wilayah tersebut.
Menurut Marga pemerintah perlu memberikan perhatian serius.
“Pemerintah daerah baik kabupaten dan kota maupun provinsi serta semua elemen harus bertanggung jawab atas persolana banjir tahunan itu, karena persoalan banjir ini adalah persoalanbyang sangat krusial,” kata Marga Jumat (03/01) di Mataram.
Marga menegaskan, harus ada langkah jangka panjang dan antisipasi dari pemerintah daerah seperti menggencarkan program reboisasi. Dengan Menggantikan mata pencarian masyarakat dari menanam jagung ke hal lain yang tidak merusak hutan.
“Tugas penting bagi kepala daerah maupun kepala daerah yang terpilih adalah mencarikan solusi terbaik atas persoalan itu. Karena banjir ini menjadi langganan tahunan di Bima Dompu,” katanya.
Alumni aktivis Yogyakarta itu mendesak pemerintah kabupaten/Kota dan provinsi untuk mengambil langkah terbaik.
“Mendesak Pj Gubernur, Bupati walikota untuk mengambil langkah penaggulanagan untuk mencari solusi penaggulangan banjir ini,” tutupnya.
Sebelumnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Amri Nuryadin menyampaikan, bencana banjir yang melanda wilayah Bima dan Dompu merupakan dampak alih fungsi 30.000 hektare lahan di kawasan perbukitan menjadi ladang jagung.
“Jadi, adanya alih fungsi puluhan ribu lahan ini yang menjadi penyebab bencana banjir di Bima-Dompu,” kata Amri di Mataram dilansir dari antara.com.
Menurut dia, pemicu adanya alih fungsi lahan secara masif ini berawal dari adanya program pemerintah daerah bernama Pijar (Sapi, Jagung, dan Rumput Laut) yang berjalan sejak tahun 2013.
“Artinya, alih fungsi lahan ini tidak kemudian menyalahkan petani, melainkan negara yang telah memberikan ruang dan kesempatan kepada mereka untuk mengelola hutan. Program Pijar ini sudah kebablasan,” ujarnya.
Dari pendataan lapangan, Walhi dalam catatan terakhir tahun 2023, ada sekitar 200 ribu hektare, dalam skala luas NTB 2,1 juta hektare, kawasan hutan beralih fungsi menjadi ladang jagung. Alih fungsi lahan itu banyak terjadi secara masif di wilayah Bima, Dompu, dan Lombok Timur.
“Jadi, selama ini tidak dilakukan pengawalan. Petani kita dijejali dengan program tadi, yang kemudian tidak ada pembatasan dari pemda setempat,” pungkasnya (jho)