MATARAM – Anggaran Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB di APBD-Perubahan 2020 sampai saat ini, masih belum dibayarkan pemerintah. Angkanya pun pantastis yaitu Rp 83 Milyar untuk 65 Anggota dewan padahal bulan Desember hitungan hari dimana pembukuan akhir tahun segera berakhir.
“Rp 83 Milyar Pokir 65 anggota belum dibayar (eksekutif),” ungkap Anggota DPRD NTB, Ruslan Turmuzi usai rapat Banggar bersama TPAD Pemrov NTB di Mataram kemarin.
Apsirasi di DPRD itu ada dalam bentuk belanja hibah maupun belanja modal. Bahkan yang pekerjaan fisik Pokir saja sudah rampung 100 persen namun pembayaran belum juga dilakukan kepada pihak ketiga mengingat eksekutif masih menunggu asumsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masuk. Ruslan pun mengakui kondisi tersebut akan selesai jika pendapatan sesuai target.
“Tergantung PAD yang masuk. baru bisa dibayarkan,” ucap Politisi PDIP itu.
Ia sendiri menaklumi keadaan itu meski perjalanan Pokir ditahun ini jauh berbeda dengan tahun lalu. Hal itu disebabkan kondisi Covid-19 sehingga banyak anggaran daerah dipakai pembelanjaannya untuk penanganan Covid-19.
Ruslan juga menyampaikan hasil rapat tersebut disampaikan eksekutif bahwa ekarang ini Pemrov sedang memproses Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD itu berdasarkan asumsi penerimaan pendapatan di masing maisng OPD. Jika sudah terbit SPD tinggal. Surat Perintah Pembayaran Dana (SP2D) untuk dibayarkan dikas daerah.
Semua Pokir yang belum dibayarkan ke pihak ketiga itu ditargetkan hingga 30 Desember alias harus sudah selesai semuanya. Kalau terpenuhi target PAD tentu pembayaran bisa terealisasi. Karena saat ini lertimbangannya penerimaan PAD hitungan derik.
“Dari asumsi pendapatan sebenarnya sudah ada (85 M) itu tetapi belum mencukupi target penerimaan dari yang ditetapkan di APBD P itu,” kata Ruslan.
“Yang penting bagaimana PAD bisa tercapai. Persolan tidak tercapai target nanti ada perhitungan tersendiri. Pokir itu semua Belanja program yang ditetapkan APBD P sehingga harus semua diselesaikan,” pintanya.
Ruslan pun mengakui dari beberapa jenis belanja daerah ada yang sifatnya wajib ada juga yang sifatnya menyesuaikan dengan uang daerah mislanya bantuan hibah.
“Saya kira komitmen bersama merealisasikan semua itu. Yang penting target terpenuhi. DPRD sebagai penyelenggara pemerintah meminta supaya segera direalisasikan,” pintanya lagi.
“Saya yakin eksekutif sedang berusaha.
(Soal tidak bisa dibayar?) Dampaknya pada masyarakat ada program yang pasti berdampak. Tapi saya optimis bisa terbayar. Karena sekarang ini masih tahapan proses penerbitan SPD,” ulasnya.
Dewan menyerahkan sepenuhnya kepada pemeirntah. Teknisnya mereka yang tahu. Bisa saja ada pembayaran wajib yang belum dibayar tapi bisa ditunda untuk tahun depan sehingga lewat belanja itu bisa disisipkan misalnya percepatan jalan bisa disisihkan.
“Semua secara teknis ada di OPD. Semua itu untuk memenuhi pembayaran Pokir dewan. Tapi semuanya sudah mulai diantisipasi pembayarannya tergabuntng kemampuan daerah. Tapi kalau diakhir dianggap tidak mampu secara keuangan daerah bisa saja di pending,” ungkapnya pasrah. (jho)
F/Dana Pokir
JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA
Ruslan Turmuzi
Rp 83 M Dana Pokir Belum Dibayarkan
MATARAM – Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB pada APBD Perubahan 2020 sampai saat ini masih belum dibayarkan eksekutif. Angkanya pun pantastis yaitu Rp 83 Milyar untuk 65 Anggota dewan padahal bulan Desember hitungan hari dimana pembukuan akhir tahun segera berakhir.
“Rp 83 Milyar Pokir 65 anggota belum dibayar (eksekutif),” ungkap Anggota DPRD NTB, Ruslan Turmuzi usai rapat Banggar bersama TPAD Pemrov NTB di Mataram kemarin.
Apsirasi di DPRD itu ada dalam bentuk belanja hibah maupun belanja modal. Bahkan yang pekerjaan fisik Pokir saja sudah rampung 100 persen namun pembayaran belum juga dilakukan kepada pihak ketiga mengingat eksekutif masih menunggu asumsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masuk. Ruslan pun mengakui kondisi tersebut akan selesai jika pendapatan sesuai target.
“Tergantung PAD yang masuk. baru bisa dibayarkan,” ucap Politisi PDIP itu.
Ia sendiri menaklumi keadaan itu meski perjalanan Pokir ditahun ini jauh berbeda dengan tahun lalu. Hal itu disebabkan kondisi Covid-19 sehingga banyak anggaran daerah dipakai pembelanjaannya untuk penanganan Covid-19.
Ruslan juga menyampaikan hasil rapat tersebut disampaikan eksekutif bahwa ekarang ini Pemrov sedang memproses Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD itu berdasarkan asumsi penerimaan pendapatan di masing maisng OPD. Jika sudah terbit SPD tinggal. Surat Perintah Pembayaran Dana (SP2D) untuk dibayarkan dikas daerah.
Semua Pokir yang belum dibayarkan ke pihak ketiga itu ditargetkan hingga 30 Desember alias harus sudah selesai semuanya. Kalau terpenuhi target PAD tentu pembayaran bisa terealisasi. Karena saat ini lertimbangannya penerimaan PAD hitungan derik.
“Dari asumsi pendapatan sebenarnya sudah ada (85 M) itu tetapi belum mencukupi target penerimaan dari yang ditetapkan di APBD P itu,” kata Ruslan.
“Yang penting bagaimana PAD bisa tercapai. Persolan tidak tercapai target nanti ada perhitungan tersendiri. Pokir itu semua Belanja program yang ditetapkan APBD P sehingga harus semua diselesaikan,” pintanya.
Ruslan pun mengakui dari beberapa jenis belanja daerah ada yang sifatnya wajib ada juga yang sifatnya menyesuaikan dengan uang daerah mislanya bantuan hibah.
“Saya kira komitmen bersama merealisasikan semua itu. Yang penting target terpenuhi. DPRD sebagai penyelenggara pemerintah meminta supaya segera direalisasikan,” pintanya lagi.
“Saya yakin eksekutif sedang berusaha.
(Soal tidak bisa dibayar?) Dampaknya pada masyarakat ada program yang pasti berdampak. Tapi saya optimis bisa terbayar. Karena sekarang ini masih tahapan proses penerbitan SPD,” ulasnya.
Dewan menyerahkan sepenuhnya kepada pemeirntah. Teknisnya mereka yang tahu. Bisa saja ada pembayaran wajib yang belum dibayar tapi bisa ditunda untuk tahun depan sehingga lewat belanja itu bisa disisipkan misalnya percepatan jalan bisa disisihkan.
“Semua secara teknis ada di OPD. Semua itu untuk memenuhi pembayaran Pokir dewan. Tapi semuanya sudah mulai diantisipasi pembayarannya tergabuntng kemampuan daerah. Tapi kalau diakhir dianggap tidak mampu secara keuangan daerah bisa saja di pending,” ungkapnya pasrah. (jho)