Harun Azwari

PRAYA – Sanksi lima oknum pejabat “nakal” yang merupakan ASN lingkup Pemkab Lombok Tengah akan segera diputuskan melalui rapat pleno yang akan digelar segera oleh Bawaslu. Namun Bawaslu merahasiakan kapan jadwalnya.

Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Loteng, Harun Azwari mengatakan, terkait hasil dari kajian pelanggaran oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) itu sudah selsai. Namun untuk saat ini masih belum dapat dipublikasikan.

“Kita cukupkan dengan beberapa bukti dan pemanggilan pihak terkait,” bebernya pada Radar Mandalika, Senin, (5/10) kemarin.

Haru menerangkan, sekarang oknum pejabat ASN yang tengah diproses ini bisa saja melanggar UU Pilkada Pasal 71 ayat (3), Pasal 73 ayat (1), dan Pasal 188. Pasal 71 ayat (3) menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau lurah, dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon. Pasal 73 ayat (1) berbunyi, calon atau tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan atau pemilih. Adapun sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran itu diatur dalam Pasal 188, yakni maksimal kurungan dua tahun penjara dan denda Rp 6 juta.

Sementara, adapun lima oknum pejabat ASN yang dipanggil Bawaslu untuk diklarifikasi. Kepala Dinas Pertanian, L Iskandar, Plt Kepala BPBD, Murdi, Kepala DPMD, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan oknum pejabat di Sekretariat DPRD. 

Selain memanggil lima oknum ASN ini, Bawaslu juga mengklarifikasi tiga orang bukan ASN yang ditemukan memosting foto lima oknum ASN salam empat jari.

Sekarang, Bawaslu sendiri tengah memantau beberapa pelanggaran lain yang dilakukan oleh pihak yang seharusnya bersikap netral dalam Pilkada. Seperti, ASN, kades, perangkat desa, kadus. Namun yang sering menjadi pertanyaan adalah status dari lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD), karena lembaga ini tidak masuk sebagai perangkat desa. Namun tetap di dalam undang-undang desa mereka dilarang berpolitik.

“Jadi dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) maupun Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) masih belum ada yang menyebutkan bahwa lembaga ini tidak boleh melakukan politik praktis, namun dalam UU Desa mereka tetap bisa kena,” terangnya.

Tekait persoalan ini, Bawaslu sendiri nantinya akan tetap meneruskan pelanggaran yang ditemukan oleh BPD, dan meneruskan laporan hasil ke pihak yang berwenang untuk menindak dalam hal ini Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD).(buy)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 318

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *