BANGUNAN: Nampak bangunan atas dari Masjid Ridwan di Desa Pakuan Kecamatan Narmada. (WINDY DHARMA/RADAR MANDALIKA)

Terkandung Filosofi dan Makna Mendalam dari Arsitektur Masjid

Masjid biasanya khas dengan arsitektur Timur Tengah yang indah dan megah. Namun beda halnya dengan Masjid Ar-Ridwan yang mengusung konsep ala Kelenteng. Karena keindahan bangunannya, kadang kala masjid tidak hanya jadi sebagai tempat ibadah, namun juga wisata religi.

WINDY DHARMA-LOMBOK BARAT

CIRI khas Wihara atau Kelenteng tetap dipertahankan sang pemilik masjid. Meskipun sudah memeluk Islam, namun H Maliki (Ang Thian) dan istrinya Siti Maryam (Tee Mai Fung) nampaknya tetap ingin menampilkan akulturasi budaya. Penggunaan arsitektur Tionghoa pada bangunan masjid ini bukanlah tanpa alasan. Ada seabrek filosofi dan makna yang terkandung, mulai dari atap hingga bangunan lainnya.

Pembangunan Masjid Ridwan atau yang lebih dikenal dengan Masjid China ini semata-mata untuk menyiarkan Islam sesaat setelah H. Maliki dan keluarga memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Layaknya masjid pada umumnya, siapa saja yang ingin mengunjungi masjid ini bebas masuk tanpa dikenakan biaya baik itu bagi umat Muslim maupun non Muslim. Dalam Masjid, terdapat bedug, Alquran dan peralatan salat. Disediakan pula tempat wudhu yang airnya super bersih dan jernih.

Keindahan Masjid China Pakuan ini tidak hanya terletak pada bangunan masjidnya, tetapi juga pada sekitar masjid yang mana terdapat jembatan panjang yang dipenuhi oleh lampion khas China dengan warna merah menyala.

Dari berbagai keunikan masjid hingga kisah awal mulanya masjid dibangun menjadikannya daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.

Memang yang paling utama dilihat adalah keunikan bangunan yang memiliki arsitektur gaya Tionghoa Cina. Bangunan masjid ini terlihat dengan megah berwarna merah dan kuning dihiasi ornamen khas Cina.

Masjid Ar Ridwan ini memiliki kesamaan dengan Masjid Ceng Hoo di Surabaya, karena memiliki kontur bangunan khas Tionghoa yang menawan. Masjid yang memiliki tinggi bangunan berukuran 15×12 meter dan luas halaman sekitar 90 are ini juga dihiasi oleh tulisan-tulisan kaligrafi di berbagai sudut dindingnya.

Di pintu masuk terdapat tulisan yang sarat akan makna. Seperti di sebelah kiri pintu masuk masjid, ada tulisan “biarpun jauh terasa dekat”. Sedangkan di sebelah kana pintu masuk masjid ditempelkan tulisan “Semua manusia di dunia semua bersaudara”. Seakan ingin menyampaikan makna dari Hablum Minannas dimaknai sebagai tindakan menjaga hubungan kepada sesama manusia dengan senantiasa menjaga hubungan baik, menjaga tali silaturahmi, mempunyai kepedulian sosial, tepa selira, saling tolong menolong, tenggang rasa dan saling menghormati. Hablum minannas merupakan konsep hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Yang pada dasarnya semua adalah saudara tanpa memandang background keyakinan dan asal usulnya.

Kedua pasangan mualaf tersebut pun ternyata berniat menyebarkan Islam dengan cara mereka. Dengan membangun tiga masjid bergaya arsitektur Tionghoa. Dimana salah satunya terletak di Desa Pakuan Narmada dengan nama Masjid Ar-Ridwan. Sedangkan yang lainya berada di Sangiang Desa Langko, Kecamatan Lingsar dan Musala Abu Bakar Shiddiq dan Musala Athaaillah yang berada di dekat kediaman pasangan ini di Selagalas Kota Mataram.

“Khususnya Masjid Ar-Ridwan, ide pembuatannya berawal dari sebuah majalah yang diterbitkan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) tahun 2009, langsung saat itu dibuatkan oleh kawan Chinanya yang berasal dari Surabaya. Akhirnya mulai dibangun,” tutur Satral.

Kini masjid itu menjadi salah satu destinasi wisata religi yang cukup banyak dikunjungi oleh wisatawan.(bersambung)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 926

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *