IST/RADAR MANDALIKA SIDANG: Kuasa Hukum paslon Pathul-Nursiah, Ali Usman saat menyampaikan eksepsinya, Kamis kemarin di MK.

PRAYA-Sidang kedua sengketa hasil Pilkada Lombok Tengah kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis kemarin. Adapun agenda sidang penyampaian eksepsi atau jawaban termohon dalam hal ini paket Maiq-Meres Pathul-Nursiah. Dimana pihak penggugat atau pemohon paket Masrun-Habib. Sidang langsung dipimpin Ketua MK, Arief Hidayat. Sidang menghadirkan pihak termohon, Bawaslu dan pihak terkait.

Dalam eksepsi dari kuasa hukum KPU Loteng, Dr. Mahsan, S.H.M.H., mengatakan, gugatan pemohon kabur dan tidak berdasarkan fakta melainkan asumsi. Gugatan pemohon juga tidak mengurai terkait perbedaan perolehan suara yang bisa diselesaikan di MK sesuai dengan peraturan MK. Dia juga menilai, gugatan pemohon tidak memenuhi legal standing sesuai ketentuan. Bahwa gugatan bisa diajukan jika selisih perolehan suara sebesar 0,5 persen sementara selisi perolehan suara 8,40 persen, sesuai keputusan KPU Loteng soal perolehan suara pasangan calon kepala daerah, selisih perolehan suara antara pasangan H.Masrun-H. Habib Ziadi dengan pasangan H.L. Pathul Bahri, -H.M. Nursiah.

“Terkait dalil pemohon soal dugaan pelanggaran pilkada secara terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) itu juga tidak benar. Karena tidak didasari pada fakta. Tapi hanya berdasarkan asumsi, dugaan serta isu saja,” kata Mahsan.

Kalaupun kemudian dugaan pelanggaran pilkada tersebur benar, itu semestinya menjadi tugas dari Bawaslu Loteng untuk diselesaikan seperti yang dituduhkan terhadap dugaan keterlibatan Bupati Lombok Tengah dan ASN. KPU Loteng pun sejauh ini tidak pernah mendapat laporan kalau ada dugaan pelanggaran pilkada secara TSM yang didalilkan oleh pemohon tersebut.    

  “Soal dugaan keterlibatan KPU dalam memenangkan salah satu pasangan calon kepala daerah, tidak benar dan tidak ada dasar yang kuat.  Tidak benar kalau termohon KPU menjadi intrumen pemenangan salah satu pasangan calon kepala daerah,” katanya tegas dalam sidang.

Terkait dalil dugaan penggunaan ijazah palsu, Mahsan menegaskan tuduhan tersebut tidak benar sebab paslon pada saat mendaftar ke KPU sudah melampirkan Poto copy ijazah SMA dan S1 sebagai syarat sebagai Calon. Dalam hal ini, pihak KPU telah melakukan verifikasi faktual ke Universitas 45 Mataram dan pihak Universitas 45 Mataram menyatakan ijazah itu asli.

Berdasarkan eksepsi, KPU Loteng meminta majelis hakim MK, supaya mengabulkan eksepsi termohon. Menolak dalil pemohon seluruhnya serta menetapkan dan menyatakan berlaku keputusan KPU Loteng tentang rekapitulasi perolehan suara pasangan calon kepala daerah di Pilkada Loteng lalu.

Sementara kuasa hukum pasangan H.L. Pathul Bahri, – H.M. Nursiah, Ali Usman mengatakan, pihaknya mengajukan eksepsi terkait kewenangan MK dimana gugatan yang diajukan bukan perselisihan hasil yang menjadi kewenangan MK, melainkan dugaan pelanggaran administratif yang menjadi kewenangan Bawaslu.

“Terkait dugaan pelanggaran netralitas Bupati Loteng serta Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemkab Loteng adalah tidak benar. Karena pada kenyataanya, Bupati pada setiap kesempatan selalu mengingatkan ASN Loteng agar tetap menjaga netralitas dan menjaga persatuan dan kesatuan meskipun pilihan berbeda dalam rangka menjaga pemilu yang jurdil dan bermartabat,” kata Ali.

Katanya, bupati tidak pernah melakukan kampanye menguntungkan pihak tertentu termasuk melakukan touring bersama forkopimda hal itu dilakukan dalam rangka silaturahmi untuk memperkuat sinergitas menghadapi Covid-19 di Lombok Tengah.

Ali menerangkan, bupati juga sudah mengeluarkan surat edaran soal netralitas ASN lingkup Pemkab Loteng. Termasuk tidak pernah melakukan kegiatan kampanye yang menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah. Sehingga pihaknya berpendapat bahwa pemohon hanya berhalusinasi. Karena dalil-dalil yang diajukan tidak didasari fakta di lapangan.

Selanjutnya, terkait pose pejabat dua jari, tiga jari dan empat jari itu diluar kendali Bupati Lombok Tengah. Terhadap tuduhan TKSK dikendalikan oleh Dinas Sosial itu tidak benar, sebab SK dikeluarkan oleh pemerintah pusat sehingga tidak ada hubungannya antara Dinas Sosial dengan TKSK itu.

“Asumsi suara yang diperolehnya dianggap pemohon berhalusinasi. Termasuk juga soal 5 TPS yang dianggap bermasalah tidak refresentatif karena hanya 0,24 persen dari total TPS. Soal dugaan penggunaan ijazah palsu, sebelum ditetapkan sebagai calon seluruh dokumen calon sudah dilakukan verifikasi faktual dan sudah dilakukan uji publik atau memenuhi asas publisitas dan selama uji publik tidak satupun yang berkeberatan terhadap persyaratan calon,” katanya tegas.

Sementara, Ketua Bawaslu Kabupaten Lombok Tengah, Abdul Hanan dalam jawabannya mengatakan, peristiwa di Sembalun Lotim, dimana ada pose empat jari oleh enam pejabat Kabupaten Lombok Tengah sudah dilakukan pembahasan dan diserahkan ke sentral Gakumdu. Perkara ini dihentikan pada pembahasan kedua karena tidak memenuhi unsur dan sudah diserahkan ke komisi ASN untuk ditindaklanjuti.

Selanjutnya soal Ijazah palsu, Bawaslu tidak merigestrasi laporan karena tidak memenuhi syarat formil dimana telah melewati batas waktu pelaporan.

“Tidak ada yang mulia,” jawab Hanan saat menjawab pertanyaan hakim.(tim/r1)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 230

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *