MATARAM – Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) NTB bahwa posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang berada diurutan ke-29 atau nomor enam dari bawah se-Indonesia sangat menyedihkan. Dewan di DPRD NTB malah melihat 2 tahun terakhir IPM NTB selalu stagnan.
Anggota DPRD NTB, Akhdiansyah mengatakan dari komponen penunjang dan penghambat IPM sudah dipetakan. Sayangnya hasilnya masih selalu stagnan.
“Menyedihkan,” kata politis PKB itu.
Yongki sapaan Anggota Komisi V DPRD NTB itu menilai, Zul Rohmi kurang konsen. Kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh bencana yang menimpa NTB seperti gempa 2018 dan di tahun ini Covid-19 melanda.
“Memang berat situasinya bisa mengganggu konsetrasi juga,” ucapnya.
Yongki menyebutkan, jadi ukur IPM itu diantaranya usia harapan hidup, angka kerja, pendapatan dan mutu pendidikan. Komponen tersebut harus naik idealnya. Namun kondisi saat ini dilihatnya berbeda malah menjadi masalah serius di NTB.
IPM yang rendah, lanjutnya akan sangat berdampak pada kemampuan belanja daerah. IPM menentukan Daerah itu mendapatkan reward dan funishment dari pemerintah pusat. Dua jenis dana yang ditransfer pusat yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Insentif Daerah (DID). Hal ini acuannya dari kondisi IPM.
“Kalau IPM trus stagnan bisa bisa mendapatkan pinalti dari pusat,” ucap Sekwil DPW PKB NTB itu.
Jika hal tersebut terjadi berarti NTB merugi dari aspek dukungan pemeirntah pusat untuk daerah. “IPM salah satu indikator perolehan DAU dan prestasi dana trasfer, sejenis insentif,” katanya.
Yongki menjabarkan, terkait IPM ini ibarat matarantai setan yang panjang. Sektor sektor unggulan penunjang IPM, seyogyanya bukan hanya pembelanjaan sektor priroity dari APBD saja seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
“Saya melihat pemerintah gubernur Zul blum maksimal melakukan singkroninasi program program OPD untuk mendorong peningkatan IPM NTB. Disisi strategi implementasi priority program dalan RPJMD saja juga belum maksimal,” sentilnya.
Semua itu masih terpecah dan belum menjadikan mainstreaming program program OPD. Pemprov dilihatnya masih terjebak slogan zero waste, stunting dan industrialisasi. Yongki mencontohkan prioritas soal stunting. Strateginya bisa mnggunakan hard approach atau soft approach.
Sebagai instrumen pemerintah di lembaga legislatif pihaknya menyampaikan saran kedepannya pemerintah Zul-Rohmi segera berbenah. Tidak perlu lalai dengan bencana bencana. Harusnya bencana menjadi penyemangat untuk tetap berdiri dan maju.
“Ini langkah pertama terlihat menyedihkan. IPM kita malah jongkok,” tambahnya.
Yongki pun meminta gubernur jangan terlalu banyak keliling. Saatnya gubernur kmbali konsen dikantor juga untuk menata birokrasinya berpacu meningkatkan IPM.(jho)