Pengamat Ekonomi Setuju Jika ini Berdampak Pada Rakyat Miskin
Masyarakat NTB ikut bersuara sejak awal ada wacana penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Salah satunya, Pengamat Ekonomi dari Unram Dr. Iwan Harsono. Doktor satu ini justru mendukung rencana itu.
DIKI WAHYUDI-MATARAM
SUDUT pandang berbeda disampaikan Pengamat Ekonomi dari Unram Dr. Iwan Harsono. Sebelumnya, di tengah ada wacana penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Doktor Iwan justru menganggap ini terlambat dilakukan pemerintah pusat. Harusnya sejak awal, karena diyakini kebijakan ini akan berdampak ke rakyat miskin.
Ditegaskannya, ada 27 juta rakyat miskin di tanah air. Jika subsidi secara teori diperuntukan untuk membantu rakyat miskin atau membantu diarahkan ke penduduk yang memerlukan itu sangat tepat. Bahkan hasil analisanya, subsidi justru membengkak. Sementara APBN bekerja tiga kali dari subsidi tahun 2021 yang hanya 188 triliun meningkat menjadi 500 triliun. Sementara faktanya, 80 persen subsidi ini dinikmati oleh orang kaya.
“Saya lihat semakin lama meningkat makin salah sasaran, saya dukung kebijakan penyesuaian harga BBM ini,” tegasnya dalam podcast bersama Radar Mandalika, Kamis sore di Mataram.
Doktor Iwan yakin, tujuan penyesuaian ini agar uang belanja APBN bisa berpihak kepada masyarakat membutuhkan. Disebutkannya juga, esensi pembangunan ekonomi hanya berdampak kepada beberapa orang miskin. Untuk itu menurut dia, tujuan pemerintah pusat ini harus kita pahami.
“Pemerintah justru terlalu lama melakukan penyesuaian ini. Saya melihat pemerintah juga mendengar saran masyarakat, makanya hati-hati betul pemerintah,” katanya.
Dijelaskan Doktor Iwan, merelokasi anggaran yang dinikmati rakyat miskin justru lebih banyak dinikmati orang kaya selama ini. Misalnya, pertalite, solar dan elpiji.
“Kami dorong pemerintah segera menyesuaikan,” dorongnya lagi.
Diungkapkannya, anggaran 502 triliun itu sama dengan membangun 3.333 puskesmas untuk rakyat miskin, satu puskesmas dibangun dengan dana Rp 150 miliar, sama membangun 3.500 jalan tol, membangun 227 Sekolah Dasar (SD) dengan satu sekolah memperlukan Rp 12 miliar.
Untuk itu dilihat, tujuan dari penyesuaian ini untuk mengefektifkan anggaran supaya percepatan kinerja demi pengentasan kemiskinan. Dibeberkannya juga, kondisi ekonomi yang sulit karena ada inflasi.
“Saya kira pemerintah sudah melakukan upaya-upaya dan antisipasi. Dalam ilmu ekonomi ada namanya biaya dan produk, arah uang APBN saya rasa memiliki pilihan tepat,” tuturnya.
Ditambahkan Doktor Iwan, dalam APBN tahun 2022 sudah direncanakan anggaran sekitar 2.700 triliun untuk subsidi BBM, bantuan social (Bansos) 411 triliun bahkan jalan tol dan lainnya. Untuk itu dirasa perlu ada kekhawatiran karena soal BBM bisa berdampak kepada harga komoditi dan sector lain.
Selain itu, penyesuaian harga BBM ini dampak dari perekonomian global. Belum lagi 2 tahun Negara ini bahkan dunia diserang covid-19, perang Ukraina juga dampak besar.
“Buktinya harga tiket pesawat naik, begitu juga lainnya. Sehingga pemerintah harus menomboki selisih itu,” jelas dosen Unram ini.
Selain itu, tahun 2021 subsidi BBM dan kompensasi Rp 188 triliun, dan sekarang mendekati 200 triliun. Dari kondisi ini diyakini akan terganggu pembangunan lain. Bahkan kembali ditegaskannya, pemerintah justru terlalu lama menyesuaikan harga BBM dan uang banyak dibakar di jalan oleh orang kaya.
“Uang Rp 502 triliun menghambat target pemerintah mencapai sejahtera, ada indeks pembangunan manusia bahkan kesehatan,” katanya lagi.(bersambung)