LOBAR—Guru honorer Lombok Barat (Lobar) kembali mendatangi Kantor DPRD Lombok Barat (Lobar), Senin (3/2). Mereka menyampaikan keluhannya serta mempertanyakan kejelasan nasibnya di hadapan jajaran Komisi IV DPRD Lobar. Karena dari hearing yang digelar minggu lalu di ruang sidang utama Kantor DPRD Lobar, belum menemui titik terang. Kali ini, para guru menyampaikan keluhannya di hadapan Asisten III Setda Lobar Suparlan dan Kepala BKD-PSDM Lobar Jamaluddin.
Pertanyaan dan keluhan yang sama disampaikan para guru honorer terkait kebijakan pemerintah tentang rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sebab pada tahun 2022 lalu, Pemkab Lobar berjanji akan membuka 900 formasi saat rekrutmen PPPK. Namun kenyataannya hanya 50 formasi saja yang dibuka.
“Pemerintah berjanji akan menuntaskan ASN pada Desember 2024 dan tidak boleh melakukan pengangkatan tenaga honorer lagi. Tapi ini sudah masuk Februari 2025, belum juga ada kejelasan,” kata seorang guru honorer di hadapan para wakil rakyat dan jajaran OPD terkait Pemkab Lobar.
Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah agar PPPK status R2 dan R3 diangkat menjadi PPPK full time atau penuh waktu. Serta tetap menolak PPPK paruh waktu. “Kami selaku guru honorer tidak akan pernah berhenti mencari kepastian, karena ini soal masa depan kami. Kami tak akan berhenti menuntut,” imbuh perwakilan guru perempuan.
Menanggapi tuntutan itu, Asisten III Setda Lobar Suparlan menegaskan bahwa kebijakan pengangkatan PNS dan PPPK merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun yang perlu dicatat Pemkab Lobar menjadi salah satu daerah yang paling berani mengangkat pegawai pada tahun 2023 yakni sekitar 1.078 orang. Hingga berujung pada membengkaknya angka belanja pegawai sekitar 38 persen yang idealnya hanya di kisaran 30 persen. ”Artinya, komitmen Pemkab Lobar di sini jelas untuk terus memperjuangkan nasib tenaga honorer termasuk jajaran guru. Dan soal PPPK paruh waktu, kita juga masih menunggu apa saja persyaratannya,” ungkapnya.
Menurut dia, saat ini proses pemberkasan untuk rekrutmen PPPK tahap 2 tengah berlangsung. Untuk kejelasan tata cara penetapan PPPK paruh waktu kemungkinan masih menunggu proses pemberkasan selesai dulu. ”Tata cara pengangkatan tenaga PPPK paruh waktu ini belum ada. Kita masih menunggu. Banyak regulasi yang menjadi permasalahan kita,” tegasnya.
Suparlan juga mengakui bahwa beberapa tahun sebelumnya anggaran belanja pegawai didrop dari pusat. Sekarang memang dikasih kebebasan bagi daerah untuk mengangkat pegawai, tapi belanja pegawai dibebankan di APBD. ”Ini yang menjadi pertimbangan kita dan perlu hitung-hitungan yang pas,” sambungnya kembali.
Sementara itu, Kepala BKD-PSDM Lobar, Jamaluddin mengungkapkan bahwa para tenaga guru honorer yang datang tersebut sebenarnya sudah terdaftar sebagai pegawai non ASN BKN karena telah ikut dalam seleksi PPPK beberapa waktu lalu. “Kami sarankan tetap menunggu proses dari kami, dan kami juga menunggu kebijakan dari pusat. Kita kawal bersama-sama terkait proses ini,” katanya.
Jamaluddin menambahkan, pihaknya saat ini tengah fokus untuk merampungkan pemberkasan bagi PPPK tahap 2 agar secepatnya selesai. ”Biarkan kami fokus dulu untuk teman-teman tahap 2, biar satu-satu kita selesaikan,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD lobar, Muhalli membenarkan apa yang disampaikan pihak eksekutif. Karena soal rekrutmen PPPK itu merupakan kebijakan pemerintah pusat, maka daerah juga tidak bisa melakukan intervensi. ”Kami juga berharap agar Pemda harus bisa memberikan dampak positif bagi para guru honorer. Bagaimana agar bisa selesaikan nasib para guru. Kita akan kawal sampai tuntas, cuma memang harus ada regulasi yang pas,” ujarnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi IV DPRD Lobar, Muhammad Munib. Dia meminta semua pihak, baik Pemda dan juga para guru honorer untuk menunggu surat edaran dari pemerintah pusat terkait aturan PPPK paruh waktu dan PPPK penuh waktu. ”Kita sama-sama menunggu aturan itu. Kita lihat perkembangannya seperti apa,” ujarnya memberi saran.
Satu hal yang menjadi konsen politisi PPP itu adalah adanya indikasi masuknya guru ”siluman” yang baru satu tahun mengajar justru lolos sebagai PPPK. ”Makanya kami menyarankan untuk kita ajukan hak interpelasi biar bisa kita telusuri benarkan ada guru siluman, dan oknum siapa yang bermain,” tutupnya. (win)