MATARAM – Pihak Rumah Sakit Universitas Mataram (Unram), akhirnya buka suara pasca seorang karyawatinya ditangkap anggota Polresta Mataram gara-gara diduga memalsukan real-time Polymerase Chain Reaction atau RT-PCR (qPCR).
Dalam kasus yang melilit pelaku inisial, NL 25 tahun yang memalsukan hasil tes PCR. Pihak RS Unram justru mendukung kasus ini dibongkar.
Humas RS Unram, Wahyu Sulistya Affarah didampingi Kasubbid Hukum dan Kerjasama Khairus Febryan menegaskan, mendukung terhadap proses hukum yang sedang berjalan. “Dalam hal ini kami sebagai pihak yang juga dirugikan dan kami selalu kooperative memberikan data yang diperlukan penyidik. Bahkan justru kamilah yang mendorong pihak KKP BIL agar membawa kasus itu diproses secara hukum yang berlaku,” tegas dr Affarah kepada media, Selasa kemarin.
Ia mengatakan, kasus pemalsuan rt-PCR yang melibatkan oknum karyawati RS Unram bagian penetakan itu, terjadi akhir September 2021. “Pada September akhir saya dapat telepon dari petugas KKP, katanya ada masalah rt-PCR tidak terbaca oleh aplikasi. Saya sampaikan ke petugas KKP mohon ditunggu dulu kami klarifikasi dulu, kami cari bukti dulu datanya, ternyata memang pasien atas nama yang disebutkan tidak ada terdaftar,” ungkapnya.
“Kami memang selalu ada koordinasi dengan pihak KKP, terutama sejak pandemi Covid-19,” sambung dia.
Menurut dr. Affarah, pasca terungkapnya kasus pemalsuan rt-PCR yang melibatkan oknum orang dalam RS Unram, pihak manajemen langsung mengambil kebijakan dengan me-nonaktif-kan oknum yang belum dua tahun menjadi karyawan di RS Unram tersebut.
“Jadi kebijakan yang kami lakukan tentunya harus sesuai prosedur. Namun, informasi sementara per hari ini ada masuk surat permintaan pengunduran atau pemberhentian,” tuturnya.
“Kasus ini cukup disayangkan terjadi mengingat Rumah Sakit Unram adalah Rumah Sakit Pendidikan,” katanya lanjut.
Ditambahkan Kasubbid Hukum dan Kerjasama RS Unram, Khairus Febryan menerangkan kasus pemalsuan rt-PCR ini terjadi saat aplikasi penanganan pandemi Covid-19 “Peduli Lindungi” masih dalam tahap uji coba.
“Mungkin saat itulah yang bersangkutan yang memang berwenang dalam mencetak melakukan pemalsuan, untuk menguntungkan diri pribadinya. Tapi walau bagaimana hal itu akan tetap ketahuan, karena kami sudah menggunakan aplikasi digital, mulai dari awal proses pendaftaran pasien kemudian peng-input-an hasil hingga proses validasi,” bebernya.
Febriyan juga menegaskan, pihaknya selalu kooperatif dalam memberikan informasi dan data, sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
Untuk diketahui, oknum karyawati RS Unram memalsukan rt-PCR, polisi mengamankan barang bukti uang tunai sekitar Rp. 8.400.000, dan 11 lembar surat rt-PCR serta satu lembar kwitansi pembayaran.
Atas perbuatannya, tersangka kini disangka dengan Pasal 263 ayat (1) sub Pasal 268 ayat (1) KUHP, tentang Pemalsuan Surat Berharga dengan ancaman paling lama 6 tahun penjara.(jho)