MATARAM – Wakil Rakyat di DPRD NTB meminta Pemprov serius mengatensi dugaan intimidasi yang dilakukan oknum anggota Satpol PP kepada wartawan radarmandalika.id, Muh Arif saat meliput demo di kantor gubernur, Senin (24/08) kemarin di Mataram.
“Saya berharap Pemprov urus kasus ini,” pinta Anggota DPRD NTB, TGH Najamuddin Moestafa di Mataram, kemarin.
Najamuddin sangat menyesalkan adanya perlakuan tidak wajar yang diterima wartawan dalam bertugas. Dalam kasus ini, politisi PAN itu meminta kasus ini tidak dianggap remeh.
“Janggan diabaikan. Pemprov harus tegas,” desak pria yang juga ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB itu.
Najamuddin menegaskan, media tidak boleh diintimidasi oleh siapapun. Dalam bertugas ia dilindungi Undang-undang, apalagi sampai harus dihalang halangi saat menjalankan tugas.
“Intinya media tidak boleh diintimidasi,” katanya.
Apa yang disampaikan Najamuddin juga didukung Anggota DPRD NTB lainnya. Nauvar Furqany Farinduan, politisi Gerindra itu juga menegaskan insan pers tidak boleh diintimidasi. Kinerja jurnalistik sudah diatur dalam undang-undang bahkan dilindungi oleh undang-undang.
“Saya sepakat apa yang disampaikan Najamuddin,” tegas Ketua Fraksi Gerindra DPRD NTB itu singkat.
Atas insiden itu, Komisi I DPRD NTB akan memanggil pihak Satpol PP. Sikapnya dinilai arogan menunjukkan diri wah kepada wartawan.
Ketua Komisi I DPRD NTB, Syirajuddin sangat menyayangkan oknum Satpol PP yang menunjukan sikap arogansi dalam bentuk kekerasan terhadap rekan media yang tengah melakukan peliputan massa aksi demo.
“Semestinya Satpol PP menjalankan tugasnya sesuai tupoksi,” tegas dia.
Akibat ulah arogan Satpol PP tersebut, Komisi I meminta kepada Kasat Pol Pp untuk memberikan pembinaan dan sanksi tegas terhadap oknum anggotanya.
“Oknum Satpol PP yang mengedepankan premanisme dalam menghadapi masyarakat itu harus dibina, dan paling penting, berikan sanksi tegas sebagai efek jera,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, Politisi PPP ini akan mengundang Kasat Pol PP untuk dimintai penjelasan dan pertanggungjwaban atas insiden dugaan premanisme itu.
“Wartawan itu dilindungi UU tersendiri yakni UU 40 tahun 1999 tentang Pers. Mereka juga punya kode etik, kenapa bisa terjadi aksi tidak terpuji itu,”. sesalnya(jho)