Peninggalan Orangtua, Sehari Bisa Produksi 30 Tembolak
Pusat kerajinan tembolak ternyata ada di Desa Lelong, Kecamatan Praya Tengah. Kerajinan satu ini merupakan peninggalan orangtua mereka yang sampai sekarang masih terus dilanjutkan.
DIKI WAHYUDI-LOMBOK TENGAH
JARUM jam menunjukkan pukul 14.35 wita pada Sabtu kemarin. Suasana di Dusun Embung Belek Desa Lelong, Kecamatan Praya Tengah sunyi. Ditemukan dua wanita tengah sibuk mengulat dan memilah bahan baku untuk membuat tembolak. Ini merupakan aktivitas sebagian besar warga di sana sejak puluhan tahun.
Focus membuat kerajinan tembolak, dua wanita paruh baya ini menyempatkan diri menyapa kedatangan Radar Mandalika. “Ayo silakan duduk,” kata wanita yang tengah duduk di depan pintu rumahnya itu.
Tidak lama keluar dari dalam rumah Muksin atau biasa dipanggil Amaq Muhlim, 80 tahun. Dia merupakan anak dari orang pertama kali menjadi pengrajin tembolak di desa itu. Sambil menghisap rokok pilitan, Amaq Muhlim dengan santai bicara. Ia mengungkapkan bawah awal mula pembuatan tembolak di Pulau Lombok di Desa Lelong. Itu langsung dilakukan oleh orangtuanya saat masih hidup.
“Jadi sejak kecil kami juga sudah bisa ikut buat tembolak tanpa remagan,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, pria parah baya ini mengakui jika dari hasil kerajinan itu mereka bisa hidup. Pasalnya, puluhan tahun lalu mereka sulit memperoleh uang. Jadinya, kedua orangtua dan warga lain selalu membuat tembolak. Waktu mereka habiskan mengulat tembolak baik ukuran kecil bahkan besar.
“Kami waktu masih kecil waktu senang bermain sudah bisa membuat tembolak, tidak diajar tapi hanya lihat saja langsung bisa,” tuturnya.
Pasan almarhum orantuanya saat hidup, untuk kerajinan ini tetap dilanjutkan dan agar tidak lapar cari uang lewat membuat tembolak. Dari pesan itu, dirinya sampai anak dan cucunya sekarang terus melanjutkan kerajinan tembolak.
“Kami kasarnya cari makan dari hasil jual tembolak, di sini sudah pusat dan pertamakali pembuatannya,” tegasnya.
Dari pengakuan orangtua Amaq Muhlim, tidak dijelaskan sejarah dan apa makna dari tembolak. Namun dipastikannya tembolak merupakan adat masyarakat Sasak yang digunakan menutup makanan saat acara atau begawe.
“Intinya agar makanan tidak kotor, dan ini adat kita,” katanya lagi.
Diceritakan Amaq Muhlim, sehari warga bisa membuat 20 sampai 30 tembolak. Baik ukuran kecil bahkan besar. Harga jual satu tembolak besar dijual ke pengepul Rp 10 ribu, sedang Rp 5 ribu dan kecil Rp 3 ribu. Ditambahkanya, puluhan tahun lalu warga lebih banyak membuat tembolak besar. Tapi beberapa tahun terakhir lebih banyak diproduksi kecil karena diburu pasar dari Bali.
“Sekarang kita tidak susah pembeleli, seminggu sekali diambil pakai fuso dikirim ke Bali,” bebernya.
Sementara, bahan baku untuk membuat tembolak dibeli di beberapa tempat. Lombok Utara, Sumbawa untuk daun lontar, bambu di Janapria, tali di pasar dan cat di took bangunan. “Harga lontar, tali dan lain sekarang mulai naik. Kami juga pasti akan menaikan harga,” katanya.(*)