DOK/RADAR MANDALIKA Mori Hanafi – Ruslan Turmuzi

MATARAM – Utang Pemprov NTB yang mencapai ratusan miliar kini menjadi polemik di tubuh wakil rakyat di DPRD NTB. Terlebih awal keras disuarakan politisi PDIP Ruslan Turmuzi kepada media.

 

Sementara, Wakil Ketua DRPD NTB, Mori Hanafi dari Fraksi Gerindra justru membeberkan data dan hitungan yang berbeda dengan Ruslan. Menurut Mori, secara umum memang jumlah kewajiban Pemprov NTB dalam LKPD 2021 adalah sebesar Rp.685.054.098.771,00 yang terdiri dari Kewajiban Jangka Panjang sebesar Rp. 187.500.000.000,00. Kewajiban ini merupakan nilai pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahap I dari PT. Sarana Multi Infrastruktur yang dicairkan pada tahun 2021. Pinjaman ini akan dibayarkan kembali oleh pemprov dalam kurun waktu 8 tahun kedepan, dan pembayaran pokok pinjamannya dimulai pada bulan Agustus 2023 melalui pemotongan DAU setiap bulannya.

 

Kedua, kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp. 497.554.098.771,00. Kewajiban jangka pendek ini terdiri dari Utang PFK (Para Fihak Ketiga) sebesar Rp. 1.513.255.512,00. Utang PFK ini merupakan pajak yang dipungut oleh masing-masing bendahara di OPD yang sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 belum disetor ke Kas Negara.

 

“Seiring dengan telah dilakukannya penyetoran oleh masing-masing bendahara ke kas negara, maka utang PFK ini dinyatakan lunas,” tegasnya.

 

Berikutnya, utang bunga sebesar Rp. 1.160.625.000,00. Utang ini merupakan beban bunga atas pinjaman PEN dari PT. SMI untuk bulan November sampai Desember 2021, dan pembayarannya telah dilakukan melalui pemotongan DAU bulan Januari 2022.

 

Sementara itu, pendapatan di terima dimuka sebesar Rp. 508.897.184,00.  Pendapatan diterima dimuka ini merupakan bagian dari pendapatan yang diterima oleh Pemerintah Daerah, namun karena jangka waktu kontraknya melewati tahun anggaran 2021, maka bagian dari pendapatan yang telah disetor oleh penyewa untuk bulan Januari sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak menjadi utang pemerintah daerah.

 

“Seiring dengan berakhirnya jangka waktu kontrak pada tahun 2022, maka utang pendapatan diterima dimuka ini dinyatakan (juga) lunas,” jelasnya.

 

Untuk utang belanja beban sebesar Rp. 161.399.370.167,00. Utang beban ini meliputi pertama Utang Tambahan Penghasilan Pegawai sebesar Rp. 19.869.137.528,00 merupakan utang atas beban Tambahan Penghasilan Pegawai Bulan Desember 2021 yang dibayarkan pada bulan berikutnya, mengingat pembayaran TPP dilakukan setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan. Kedua, utang honor tenaga kontrak sebesar Rp. 22.300.240.836,00 merupakan utang atas beban honor tenaga kontrak bulan Desember 2021 yang dibayarkan pada bulan berikutnya, mengingat pembayaran honor tenaga kontrak dilakukan setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan. Ketiga, utang beban operasional kantor sebesar Rp. 363.477.403,00 merupakan utang atas pemakaian listrik, air dan telpon untuk bulan Desember 2021 yang pembayarannya dilakukan pada bulan berikutnya yakni bulan Januari. Kemudian keempat utang beban transfer kabupaten/kota sebesar Rp. 81.711.484.031,00 merupakan bagi hasil pajak untuk kabupaten/kota yang dibayar setiap triwulan. Mengingat triwulan ke-IV berakhir pada tanggal 31 Desember, maka pembayarannya dilakukan pada bulan Januari dan terakhir Utang iuran BPJS sebesar Rp 37.155.030.369,00 merupakan beban iuran BPJS kontribusi Pemerintah Daerah yang mulai diberlakukan pada tahun 2021. Adapun Utang Jangka Pendek Lainnya sebesar Rp. 332.971.950.908,00 terdiri dari Utang Pengadaan Aset Tetap sebesar Rp.141.298.819.664,00 meliputi utang atas belanja percepatan jalan yang dibiayai dari Dana PEN Tahap II yang tidak dicairkan pada tahun 2021, terhadap utang ini, telah dibayarkan pada triwulan I 2022. Kedua utang atas belanja irigasi yang sumber pembiayaanya dari hibah IPDMIP, terhadap utang ini, telah dibayarkan pada triwulan I 2022.

 

Berikutnya utang jangka pendek selanjutnya yaitu Utang Pengadaan Barang/Jasa BLUD sebesar Rp. 41.602.272.393,00 merupakan utang yang timbul atas operasional BLUD (RS), dan terhadap utang ini dibayarkan melalui dana BLUD masing-masing. Lalu utang Pengadaan Barang/Jasa (Barang diserahkan ke masyarakat) sebesar Rp. 150.070.858.851,00 merupakan utang atas belanja pengadaan barang yang diserahkan kepada masyarakat.

 

“Kalau utang ini secara bertahap telah mulai diselesaikan oleh Pemerintah Daerah,” tegas politisi Gerindra ini.

 

Mori melihat pandangan Fraksi BPNR itu terlalu mendramatisir. Diakuinya hutang Pemprov sebesar Rp 685 miliar tetapi setengah dari itu atau sekitar Rp 312 miliar sejatinya bukan utang namun merupakan kewajiban yang belum bisa terbayarkan karena beberapa hal yang sifatnya teknis. Termasuk didalamnya sekitar Rp 62,5 miliar merupakan tagihan pembayaran Perda Percepatan Jalan yang harusnya dibayarkan dari pinjaman PT SMI, yang tidak sempat dibayarkan 2021. Namun uang untuk membayarkannya ada.

Reailnya utang Pemprov 2021 itu menurutnya hanya sebesar Rp 227,6 miliar. Utang sebesar Rp 227 miliar lebih itu menurutnya, tidak bisa dibayarkan dari uang lainnya semisal uang dari pinjaman PT SMI, meskipun uang dari PT SMI itu selalu stand by di kas pemerintah.

 

“Jadi ngak bisa dibayarkan dari sumber lainnya,” tegasnya.

 

Menurut Mori utang sebesar Rp227 miliar itu saat sekarang ini sedang dalam proses penyelesaian. Bahkan menurutnya sudah dibayarkan sebagiannya.

 

“Pembayaran utang sebesar Rp 227 miliar lebih itu sudah dibayarkan setengahnya, sekitar Rp 150 miliar yang sudah dibayarkan. Jadi sisa utang diperkirakan masih sekitar Rp 80-an,” pungkas Mori.(jho)

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 302

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *