PRAYA – Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Lombok Tengah melakukan hearing di gedung DPRD setempat, Kamis (10/11) kemarin. Mereka mengadu pada wakil rakyat atas maraknya persoalan pemberhentian perangkat desa (Perades) secara non prosedural oleh beberapa kepala desa. Sehingga, mereka menuntut dilakukan revisi terhadap Perbup Nomor 103 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengangkatan, Pemberhentian dan Disiplin Perangkat Desa.
Hearing itu dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Loteng, Lalu Sunting Mentas. Turut dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Loteng Zaenal Mustakim, dan anggota DPRD.
“Tuntutan pertama adalah revisi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 103 tahun 2021,” tegas Ketua PPDI Loteng, Mariono.
Menurut pihaknya, ada beberapa poin dalam Perbup tersebut tidak relevan karena bersifat multitafsir. Sehingga membuat kepala desa bisa bertindak semua gue untuk mengambil keputusan non prosedural. Melanggar aturan yang ada.
“Kami anggap tidak relevan lagi sebagai dasar dalam proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa karena dilihat dari banyaknya diktum dalam Peraturan Bupati tersebut yang bertentangan dan tidak sejalan dengan maksud dan tujuan yang seharusnya dilaksanakan dalam undang-undang (UU) Desa dan peraturan menteri dalam negeri (Permendagri),” cetus Mariono.
Adapun beberapa diktum dalam Perbup 103 tahun 2021 yang menurut PPDI Loteng itu perlu dilakukan perbaikan atau revisi. Pertama, dalam BAB III bagian kesatu “Umum” pasal 3 menyatakan; perangkat desa terdiri atas sekretaris, kepala urusan, kepala seksi dan kepala dusun. Sementara dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Bab V bagian kelima “Perangkat Desa” pasal 48 dan Permendagri sangat jelas disebutkan pembagian unsur perangkat desa yakni unsur perangkat kesekretariatan (sekretaris, kepala urusan, kepala seksi) dan unsur perangkat kewilayahan (kepala dusun).
“Secara profesi kesemua unsur tersebut merupakan perangkat desa. Akan tetapi secara tupoksi dan tanggungjawab pekerjaan hal tersebut tidak seharusnya disamakan karena akan berimbas terhadap proses mutasi perangkat desa yang tidak sesuai dengan jabatan tanggungjawab yang diembannya. Yang pada akhirnya membuat celah bagi perangkat desa untuk diberhentikan,” terang Mariono.
Artinya, dalam Perbub tersebut harusnya ada pembedaan. Tidak boleh ada penyeragaman perangkat desa. “Sehingga sekretaris bisa dimutasi jadi Kadus. Kadus bisa dimutasi jadi sekdes. Padahal di undang-undang nomor 6 tahun 2014 maupun di beberapa Permendagri itu diatur dan pembedaan. Yang namanya kepala dusun itu masuk perangkat unsur kewilayahan, sedangkan perangkat sekretariat itu sekdes, kaur, kasi. Tapi seolah-seolah di Perbup disatukan,” jelas Mariono.
Kedua, dalam Bab VI (koreksi Perbup Bab V) bagian kesatu “Pemberhentian” pasal 23 ayat 10 itu dihapus dalam Perbup 103 tahun 2021 karena bersifat multitafsir. Dan, penetapan keputusan pemberhentian perangkat desa mutlak diputuskan oleh kepala desa tanpa harus mengusulkan kembali rekomendasi dari camat.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan UU Desa Bab V) bagian kelima “Perangkat Desa” pasal 5 ayat 3. Juga bertentangan dengan Permendagri Nomor 83 tahun 2015 pada Bab III bagian kesatu pasal 5 ayat ayat 1, ayat 4, ayat 5, ayat 6 dan Permendagri Nomor 67 tahun 2017 pada pasal 5 ayat 1 sampai 6, pasal 6 ayat 1 dan pasal 7.
Ketiga, pihaknya meminta dalam Bab VII bagian ketiga “Mutasi Jabatan” pasal 27 ayat 2 huruf c itu direvisi. Karena proses mutasi perangkat desa hanya dapat dilakukan pada unsur kesekretariatan saja. Hal tersebut sesuai dengan UU Desa.
“Kesalahan dalam Perbub 103 tahun 2021 adalah penyeragaman semua. Jadi ini yang menjadi celah bagi kepala desa,” tambah salah satu anggota PPDI Loteng.
Diutarakan, PPDI Loteng tidak dilibatkan dalam penyusunan Perbup tersebut. Sehingga pihaknya tidak tahu menahu. Bahkan Perbup tersebut dianggap lebih kepada kepentingan politis kepala desa dan mengesampingkan kepentingan perangkat desa. “Sehingga kami di perangkat desa kena imbas,” tandasnya.
Selain menuntut revisi Perbup, PPDI Loteng juga mendesak dewan untuk menegur Bupati karena dinilai telah melakukan pembiaran terkait dengan pemberhentian perangkat desa secara non prosedural dan menyalahi aturan yang dilakukan oleh beberapa kepala desa yang baru-baru ini dilantik.
Dalam kesempatan itu, anggota Komisi IV DPRD Loteng Lege Warman menyampaikan, dalam beberapa rapat dengan DPMD Loteng, pihaknya meminta dinas terkait untuk lebih tegas. Dan, melakukan semacam pemberdayaan kepada kepala desa. Mengenai beberapa tuntutan dari PPDI Loteng itu diharapakan segera final.
“Agar tidak terjadi hal-hal multitafsir,” jelas Ketua DPC PBB Loteng itu.
Selain revisi beberapa poin dalam Perbup. Kata Lege Warman, PPDI Loteng juga mendesak agar dibentuk Komisi Etik Aparatur Pemerintah Desa. Dan, Bupati mengambil tindakan tegas terhadap kepala desa yang melalukan hal-hal di luar regulasi.
“Tanpa diminta pun oleh PPDI harusnya (Bupati Loteng, Red) laksanakan,” sindirnya.
Lebih lanjut Lege Warman menjelaskan, Perbup Nomor 103 tahun 2021 ini dikerjakan oleh DPMD dan Bagian Hukum Setda Loteng. “Perbub ini tidak pernah sampai ke kami (DPRD). Ini jadi catatan,” terangnya.
Sementara itu, Kepala DPMD Loteng Zaenal Mustakim menyambut baik aspirasi dari kalangan PPDI. Pihaknya pun bersedia bersama-sama membahas Perbup tersebut. “Karena tujuan kita sama ingin memperbaiki atau menyempurnakan yang kurang baik,” jelasnya.
Mengenai persoalan pemberhentian atau pengangkat perangkat desa yang dilakukan kepala desa. Menurut Zaenal, politik merupakan akar dari masalah. Karena di dalam politik ada kepentingan.
“(Tapi) kami (DPMD) komitmen tidak ada yang main-main dengan hukum,” tegasnya.
Misalnya, persoalan pemberhentian perangkat desa di Desa Lajut, Desa Labulia, dan Desa Barejulat. Yang ujung-ujungnya perangkat desa bersangkutan memenangkan gugatan di PTUN Mataram. “Saya tegas, kita harus tunduk pada keputusan hukum,” kata Zaenal.
Kemudian terbaru persoalan mutasi atau pengangkatan perangkat desa di Desa Kerembong, Kecamatan Janapria. Zaenal mengutarakan, pihaknya sudah menegur Kades Kerembong baik secara lisan maupun tertulis. Karena, keputusan yang telah diambil kades itu dinilainya melanggar aturan.
Bahkan dia mengancam akan memberikan sanksi tegas kepada Kades Kerembong kalau tidak mengindahkan teguran dari dinas. “Rekening (Desa Kerembong) akan saya blokir,” ancam Zaenal.
Menanggapi tuntutan dari PPDI Loteng. Sedangkan anggota DPRD Loteng Suhaimi menawarkan kepada pihak terkait untuk bersama-sama mereview Perbup Nomor 103 tahun 2021. “Kalau misalnya hasil review butuh revisi, kita revisi. Kalau butuh dinaikkan menjadi Perda (Peraturan Daerah), kita buat Perda,” kata politisi PDIP itu.
Alhasil, tawaran untuk mereview Perbup tersebut disepakati semua pihak terkait. Baik dari kalangan PPDI, DPMD, Bagian Hukum, maupun DPRD. Untuk itu, disepakati selanjutnya akan dilakukan pertemuan kembali.(zak)