LAMBAT?: Alat berat terlihat di lokasi proyek di Bendungan Surabaya di Kelurahan Jontlak, Kecamatan Praya Tengah, Loteng, Selasa (30/5). (KHOTIM/RADARMANDALIKA.ID)

PRAYA – Puluhan orang menggeruduk lokasi pengerjaan proyek di Bendungan Surabaya di Kelurahan Jontlak, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah (Loteng), Selasa (30/5).

Kedatangan puluhan orang dari unsur pekasih dan P3A bersama petani, masyarakat, pemerintah desa dan kelurahan itu mempertanyakan kenapa air di bendungan tersebut belum dapat maksimal terdistribusikan untuk mengairi lahan pertanian warga di beberapa wilayah seperti di Kecamatan Praya, Kecamatan Praya Tengah, Kecamatan Pujut dan Kecamatan Praya Barat.

Kondisi demikian membuat petani terancam gagal panen. Penyebabnya, rupanya suplai air ke persawahan sejak sepekan ini tidak ada. Air dari bendungan tersebut tidak didistribusikan maksimal.

Sehingga, proyek yang diketahui dikerjakan oleh PT BRL itu dianggap bisa mengancam keberlanjutan pangan di Loteng. Terutama petani. Dimana, sangat berbanding terbalik dengan program pemerintah yang selalu menggaungkan ketahanan pangan nasional.

Korlap sekaligus Ketua P3A Bendungan Surabaya, Herman menerangkan, pihaknya mempertanyakan mengapa sudah sepekan tertunda dilakukan pengaliran air yang telah tertampung di bendungan tersebut. Dan, air tak mengaliri areal persawahan di beberapa wilayah tersebut sebagaimana mestinya.

Padahal, ia mengaku sudah seringkali berkomunikasi dengan pihak pelaksana proyek, Balai Wilayah Sungai (BWS), dan juga pihak terkait. Namun tidak kunjung ada tindakan dan solusi. Hingga akhirnya dirinya mendatangi lokasi proyek supaya mendapat penjelasan atas persoalan yang dikeluhkan tersebut.

“Pemerintah kan programnya ketahanan pangan, kok sorgum dan jagung jadi prioritas? Kami tidak bisa makan sorgum dan jagung jadi bahan pokok. Kami hanya butuh air untuk padi kami yang sebentar lagi mau berubah yang kami tanam dan biayai sendiri, tanpa subsidi pemerintah. Kok kami seolah dipersulit hanya karena alasan teknis dan birokrasi yang sulit,” katanya dengan nada kesal.

Dia menegaskan, pemerintah melayani masyarakat terutama petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan. “Kalau PT ya jelas mereka cari untung dalam proyek. Pemerintah jangan gitu juga donk,” tambahnya.

Pihaknya yang kesal karena tidak mendapat solusi sesuai yang diharapakan di lokasi proyek tersebut, kemudian bergerak mendatangi kantor BWS. Dengan meminta untuk dihadirkan pihak dari PT dan pemborong. Namun lagi-lagi masih belum juga mendapatkan solusi kongkrit.

Sementara, saat ini kondisi padi petani sangat membutuhkan air. Itu artinya, tanaman padi harus diairi supaya maksimal dalam pembuahan. Namun, jika suplai air ke areal persawahan tidak dilakukan maka akan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat petani. Tanaman mereka terancam gagal panen.

“3.000 hektare lahan padi gara-gara mampetnya bendungan ini akibat kelalaian pekerja proyek akan membuat petani gagal panen. Bagaimana tidak, kalau padi kami sudah mengering dan coklat batangnya baru diairi maka akan membusuk,” jelasnya.

Bukan hanya melontarkan kritikan dan mendesak saja. Pihaknya pun menawarkan solusi atas permasalahan pintu bendungan yang tersumbat lumpur dan sampah itu dengan cara beberapa hal. Mulai dari memberikan tekanan air yang tinggi pada titik sampah dan lumpur pada pintu. Supaya sampah yang menghalangi dan lumpur bisa terselesaikan.

Kepala Desa Penujak, Lalu Suhartono yang hadir juga di lokasi proyek menyatakan, persoalannya hanya mampetnya saluran pintu air bendungan. Itu hanya tinggal disemprot saja dengan selang tekanan tinggi dengan mobil pemadam kebakaran. Itu tinggal dikoordinasikan saja dengan pihak terkait. “Apa sulitnya?” katanya.

Sebab, saat ini petani sedang sangat membutuhkan air untuk mengairi areal persawahan. “Soalnya sekarang ini petani sedang sangat membutuhkan air seperti wilayah Semayan, Lanjut, Sasake, Penujak, Tanak Awu. Sebagain juga Bonder dan wilayah lainnya di Kecamatan Pujut. Karena padi dalam posisi bunting (keluar buah, red) yang butuh air,” ungkapnya.

Adapun persoalan pintu bendungan yang tertutup lumpur ini sudah seringkali disampaikan. Namun tidak pernah ada respons dari pihak pelaksanaan. Seharusnya, kata dia, kontraktor dapat lebih gesit dalam mengerjakan proyek. Karena tanaman petani sangat membutuhkan air.

“Kalau kontraktor tidak ada respon dan tidak ada solusi segera dan hasil nyata mampu seperti permintaan petani, maka proyek ini ditutup saja. Proyek ini kan untuk masyarakat bukan untuk pemerintah. Dan bukan mengorbankan masyarakat,” tegasnya.

Pemborong proyek, Herry menyatakan pihaknya siap bekerjasama dengan pihak yang dapat menuntaskan hal ini. Bagaimana solusi mengenai hal ini. Dan, ia siap membiayai operasional dari apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini dalam memperlancar aliran air yang tersumbat.

“Ayo kita kerjasama, bagaimana solusinya. Kalau ada penyelam mari datangkan, kita siapkan biayanya. Ini bukan salah siapa, tapi ini bagaimana solusinya kita kerjakan ini, ayok,” katanya.

Sementara, Bidang Operasional BWS NT 1, Sahnal menerangkan, kondisi demikian bukan hanya terjadi di Bendungan Surabaya. Namun di semua Bendungan, yakni dalam remedial 9 embung di Lombok.

Maka dalam hal pemanfaatannya, pemerintah mengatur secara bergiliran khususnya bagi para petani.

“Ke depan melalui kementerian akan diinisiasi semua bendungan ada pintu penguras nya supaya tidak ada lagi persoalan penyumbatan pintu air oleh lumpur dan sampah. Dan semoga hal ini segera realisasi,” ungkapnya.(tim)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 309

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *