PRAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) akan menggelar Sensus Pertanian 2023 selama dua bulan, mulai 1 Juni sampai 31 Juli. Sensus pertanian yang dilakukan per-sepuluh tahun ini bertujuan mendapatkan database dan gambaran komprehensif kegiatan pertanian.
Namun, informasi terkait sensus pertanian masih minim di tengah masyarakat. Apa tujuan dan manfaat dilakukan sensus tersebut belum diketahui pasti oleh masyarakat.
Namun demikian warga mengaku akan tetap bersikap kooperatif terhadap para petugas sensus di lapangan yang hendak akan melakukan pendataan kepada masyarakat khususnya keluarga yang bergerak di bidang pertanian.
Salah seorang warga, Junaidi mengaku jika dirinya belum mendapatkan informasi terkait pelaksanaan sensus pertanian yang akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat ini. Sebab selama ini dirinya hanya fokus bekerja menggarap lahan miliknya untuk mendapat hasil yang maksimal.
“Saya belum tahu kalau ada sensus itu. Saya ini petani tidak begitu mengerti tentang sensus pertanian,” katanya.
Namun demikian, dirinya mengaku akan tetap memberikan jawaban yang sejujurnya kepada petugas sensus yang jika nanti akan melakukan pendataan. “Kalau soal siap, kami petani tetap siap kalau sudah datang petugas,” jelasnya.
Warga lainnya, Kamarudin mengatakan sebagai keluarga pertani yang sehari- hari melakukan pengolahan lahan sangat membutuhkan keterlibatan pemerintah untuk nantinya menelurkan program yang representatif untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam bayangannya, sensus pertanian ini akan bisa menjelaskan kondisi para petani di desa baik dari segi keuntungan, kerugian, juga resiko usaha.
“Kalau pemerintah sudah tahu, nanti kita harap ada program yang lebih efektif, misalnya saja upaya mengatasi penurunan harga jual saat panen raya,” katanya.
Persoalan itu menurutnya menjadi masalah setiap tahun yang dihadapi para petani. Namun sejauh ini belum ada terobosan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Malah sebaliknya, biaya produksi setiap musim tanam terus meningkat khususnya berkaitan dengan pupuk. Di satu sisi, harga jual komoditi pertanian rendah.
“Pupuk kita beli bisa tembus di atas 1 juta per kuintal. Bagaimana petani sejahtera jika harga jual gabah per kuintal hanya Rp 450- 490 ribu saat panen,” ungkapnya.
Persoalan serupa juga diutarakan Imron. Dimana selain komoditas padi, anjloknya harga saat musim panen juga dikeluhkan para petani tembakau. Dimana harga jual saat panen cukup rendah, namun harga jual rokok di pasaran setiap waktu terus meningkat.
“Kami petani bingung, kalau rokok harganya terus naik, sedangkan tembako harganya itu- itu aja,” katanya.
Oleh sebab itu, melalui sensus pertanian yang akan dilakukan dapat mempertimbangkan persoalan tersebut , sehingga kebijakan yang diambil bisa mendukung produktifitas para petani di desa.
“Kami hanya minta itu. Percuma dibantu tetapi harga masih anjlok,” tegasnya.(ndi)