MATARAM – Lembaga Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB angkat bicara terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penanggulangan penyakit menular tahun 2020 yang disetujui DPRD NTB, Senin (03/08) malam kemarin. Dan sekarang sudah diketok jadi Peraturan Daerah (Perda). Somasi menilai, Perda tersebut dinilai kontradiktif.
“Mekanismenya sudah diatur jika masyarakat menolak. Kan bisa mengajukan juducial review ke Mahkamah Agung (MA),” tegas Peneliti Somasi NTB, Johan Rahmatullah.
Dia melihat, ini terlalu mengada ada terkait pasal pemberlakuan denda hingga Rp 500.000 bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker di tempat keramaian. Hal itu tertuang dalam Bab X Sanksi Administratif Pasal 23 butir satu yang berbunyi setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 17 dan Pasal 20 huruf g dikenakan sanksi administratif.
Selain itu, pada butir dua, setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 21 dikenakan denda Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan/atau paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Johan menjelaskan, terkait penolakan masyarakat itu prinsipnya pengadilan tidak boleh menolak perkara. Apakah dikabulkan atau tidak, itu tergantung nanti bagaimana fakta-fakta. “Yang jelas semua regulasi punya peluang untuk disengketakan,” sebut dia.
Somasi sendiri menilai, munculnya Perda itu tidak lain bencana dijadikan bancakan untuk menakut-nakuti warga oleh pemerintah. Perda ini salah satu instrument untuk mengatur masyarakat agar lebih tertib. Hanya saja, pemerintah daerah lupa mengkaji secara realita kenapa masyarakat tidak menggunakan masker.
“Kalau saya lihat di kota Mataram cukup tertib menggunakan masker jika orang sedang berkendara. Beda ceritanya kalau mereka sudah di lingkungan dimana tempat tinggalnya,” tegasnya.
Sementara itu, Pemprov NTB akan menerapkan sanksi denda hingga Rp 500 ribu, dinilai itu bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker di tempat-tempat umum atau di lokasi keramaian.
Terpisah, Kepala Sat Pol PP Provinsi NTB, Tri Budi Prayitno mengatakan, pengenaan sanksi tersebut akan terlaksana secara langsung pada saat operasi penertiban oleh Sat Pol PP bersama dinas terkait.
“Oleh karenanya masyarakat tetap kita imbau untuk selalu disiplin,” imbau Tri.
Tri jua mengatakan, Perda ini nantinya akan berlaku di seluruh wilayah NTB. Sebab seperti yang pernah disampaikan oleh Wagub NTB bahwa penegakan Perda khususnya yang terkait sanksi ini seperti benteng terakhir dalam memutus mata rantai penularan pandemi Covid-19.
“Artinya berbagai upaya yang dilakukan selama ini menjadi relatif tak berguna bilamana disiplin penerapan protokol kesehatan diabaikan oleh masyarakat,” katanya.
Terkait dengan pemberlakuan denda tersebut, Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi NTB Najamuddin Amy mengatakan, persepsi masyarakat terkait dengan besaran denda bagi orang yang tak menggunakan masker harus diluruskan. Artinya pelanggar aturan tidak serta merta akan dikenakan denda sebesar Rp 500 ribu, namun pengenaan denda administratif akan dilakukan sesuai dengan kesepadanan antara jenis pelanggaran dengan jenis sanksi yang diterapkan serta sesuai dengan kemampuan dan kepatutan pada saat dilakukan operasi di lapangan.
“Besaran denda bagi orang yang tak pakai masker di ruang-ruang publik atau di tempat umum tidak langsung dikenakan 500 ribu sebagaimana persepsi yang berkembang, namun ada ketentuan-ketentuan dan rincian sesuai dengan Pergub seperti akan diberikan teguran lisan, teguran tertulis,” kata Najamuddin terpisah.
Berdasarkan substansi dalam pergub tersebut, Pasal 2 ayat 1 menyarakan setiap orang perorangan yang tidak melaksanakan kewajiban dalam rangka penanggulangan penyakit menular yang sudah ditetapkan menjadi wabah/KLB/KKMMD, dikenakan sanksi administratif berupa: (a) teguran lisan;(b), teguran tertulis; (c) denda administratif paling banyak sebesar Rp.500 ribu dan/atau sanksi sosial seperti kerja bakti sosial seperti hukuman membersihkan ruas jalan/selokan/tempat umum/fasilitas umum.
“Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara langsung pada saat operasi penertiban,” katanya.
Selanjutnya dalam pasal Pasal 4 diatur soal sanksi denda kepada orang-perorangan yang dikelompokkan berdasarkan jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya yang tidak memakai masker di tempat umum/fasilitas umum/tempat ibadah/tempat lain yang ditentukan, dikenakan sanksi denda sebesar Rp. 100 ribu.
Warga yang tidak mematuhi protokol penanggulangan penyakit menular yang telah ditetapkan seperti kegiatan sosial/keagamaan/budaya, dikenakan sanksi denda sebesar Rp. 250 ribu.
Dalam Pergub itu juga disebutkan, setiap ASN yang tidak memakai masker di tempat umum/fasilitas umum/tempat ibadah/tempat lain yang ditentukan dan atau tidak mematuhi protokol penanggulangan penyakit menular yang telah ditetapkan dikenakan sanksi denda sebesar Rp. 200 ribu.
Selanjutnya yang perlu diketahui oleh masyarakat yaitu pengenaan sanksi diperhitungkan berdasarkan pertimbangan ; kemampuan dan kepatutan, perlindungan kesehatan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, nondiskriminatif; kesepadanan antara jenis pelanggaran dengan jenis sanksi yang diterapkan; dan ditujukan bagi kepentingan pencegahan penyebaran dan penularan menular.
Pelaksanaan penegakan sanksi terhadap pelanggaran penanggulangan penyakit menular dilakukan oleh Sat Pol PP Provinsi NTB pada saat operasi penertiban. Dalam rangka penegakan sanksi terhadap pelanggaran, sesuai dengan Pergub itu Sat Pol PP dapat melibatkan aparat TNI, Polri, perangkat daerah, Sat Pol PP Kabupaten/Kota serta satuan tugas/tim terkait.
Seperti diketahui Perda tentang Penanggulangan penyakit menular itu awalnya dibahas dalam Panitia Khusus (Pansus) yang diketuai politisi NasDem, Raihan Anwar. (jho)