Berbekal Tekad dan Ketekunan, Berpegang pada Prinsip “Man Jadda Wajada”
Ustad Hazizul Hakim dan Ustazah Yulianah, pasangan suami istri peraih juara I dan II cabang Kaligrafi di MTQ ke XXIX Provinsi NTB di Lombok Timur beberapa waktu lalu. Apakah kunci sukses keduanya? Berikut liputannya.
WINDY DHARMA-LOMBOK BARAT
RASA syukur masih terus dipanjatkan Ustad Hazizul bersama istrinya Ustazah Yulianah. Tropi atas prestasi yang diraih saat malam penutupan MTQ NTB ke XXIX di Lombok Timur (Lotim) masih terbayang. Juara I dan II cabang Kaligrafi mengantarkan kedua guru madrasah itu berhal melaju ke tingkat nasional.
MAN AMILA BIMA ‘ALIMA WARROTSAHULLOHU ‘ILMA MAA LAM YA’LAM. “Barang siapa mengamalkan apa yang telah ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya pengetahuan tentang sesuatu yang belum diketahui “. Prinsip yang ditanamkan sejak dulu itu yang selalu dipegang oleh pria lulusan Pondok Pesantren (Polpes) Al Halimi Sesela itu. Dan ia pun sudah membuktikan prinsip yang ditanamkan oleh gurunya itu.
Tekad dan keteguhan membuahkan hasil. Ilmu kaligrafi semasa ia mondok itu kini membawanya mewakili NTB untuk mengikuti MTQ tingkat nasional. Bahkan prinsip itu yang membuatnya menjadi pengajar di Ponpes Ishlahul Muslimin Senteluk selepas ia lulus. “Jadi apa hasil yang kita ajarkan maka ilmu pondok itu semakin melekat dan semakin matang. Alhamdulillah dibeberapa tahun sebelumnya juga kita mendapatkan penghargaan juara, dan Alhamdulillah sekarang kita bisa ke tingkat nasional,” kata Ustad Hazizul saat ditemui di Kantor Desa Senteluk, Jumat (8/7).
Keberhasilanya itu juga membuktikan bahwa ia bisa bersaing bahkan mengalahkan beberapa lulusan Lembaga Kaligrafi Alquran (Lemka) Indonesia di Sukabumi. Sebab selama ini banyak lulusan lembaga itu yang mendominasi perlombaan. Namun berkat optimisme dan keyakinan, ia berhasil menang.
“Kalau kita berjuang “Man Jadda Wajada” pasti kita bisa sukses. Itu prinsip yang saya pegang,” jelasnya.
Surat Al Muzzamil dengan khat tsuluts yang terpilih saat undian laga final kaligrafi MTQ NTB mengantarkannya meraih juara. Ia bisa meraih poin tertinggi dari dua pesainganya dari Lotim dan Sumbawa. Ia tak menyangka bisa masuk final pada MTQ tingkat provinsi. Sebab sepengalamannya selama mengikuti di tingkat pondok hingga kabupaten 5 kali tak pernah ada laga final. Bahkan saat juara dua kali tingkat kabupaten pun tak ditemukan laga final. “Karena tidak pernah menemukan laga final dan di provinsi ada jadi kesulitan juga. Karena masalah waktu yang diberikan hanya 8 jam untuk semua khat. Jadi kesulitannya tidak hanya pada persaingan tapi juga pada ketelitian,” beber pria 33 tahun itu.
Pasangan ini ternyata cukup kompak. Sama-sama mencintai kaligrafi. Berkat kaligrafi itu pula yang mengantarkan cintanya ke pelaminan di tahun 2014 lalu. Siapa sangka Ustazah Yulianah sebelumnya adalah murid dari Ustad Hazizul di Ponpes Ishlahul Muslimin Senteluk. Selalu bersama, keduanya pun tetap mengikuti MTQ. Hingga kini memperoleh juara pun bersama.
Kini keduanya tengah sibuk menjadi pengajar di Ponpes itu. Terkadang Ustad juga menerima permintaan pembuatan kaligrafi. Baik untuk pajangan maupun untuk masjid. Sembari ia mempersiapkan diri untuk mengikuti MTQ tingkat nasional. Targetnya bisa kembali menorehkan prestasi dan mengharumkan nama NTB.
Di tempat yang sama Kepala Desa Senteluk Fuad Abdul Rahman mengaku bangga dengan prestasi warganya itu. Ia berharap kedua warganya itu bisa memperoleh juara di tingkat nasional. Sebagai apresiasi atas prestasinya itu, Fuad mengaku pihak desa sudah menyiapkan hadiah bagi kedua warganya itu. (*)