PRAYA – Apa yang diduga dilakukan salah satu oknum mantan kepala desa (Kades) di Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah inisial HAM, nampaknya bakal berbuntut panjang. Diduga melakukan penggelapan terhadap tanah hak waris, mantan Kades ini akhirnya dilaporkan oleh M Suratman Yani ke Polres Loteng pada tanggal 3 Januari 2023.
Melalui kuasa hukum pelapor, Nurul Hasniah dalam keterangannya menyatakan, adapun kliennya bersama keluarganya belum menerima hak warisnya berupa bidang tanah. Seperti Muhammad Tjani yang diduga digelapkan HAM. Mengingat itu merupakan tanah warisan dari orang tuanya.
Diungkapkan, hal ini bermula setelah kliennya itu pulang dari Sumbawa. Belakangan diketahui bahwa tanah warisannya tersebut ternyata telah dijual kepada orang lain menjadi beberapa petak. Baik yang dijual 5 are, bahkan juga ada 8 are. Berdasarkan pengakuan warga yang saat ini sudah menguasai lahan warisannya itu, menyebutkan kalau ia membeli lahan itu mantan Kades inisial HAM yang saat itu masih menjabat sebagai Kades.
“Persoalan tersebut Tjani, telah berkali-kali dilakukan mediasi oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Gemel, namun hingga saat ini belum membuahkan hasil,” ujarnya.
Lebih jauh, adanya tanah di Desa Gemel tersebut dengan luas disebutkan 60 are. Namun bila mengacu pada areal batas-batas tanah, maka dikatakan sesungguhnya seluas 85 are. Dimana, itu merupakan tanah warisan H Muslim (Almarhum) yang berada di Dusun Bunceman, Desa Gemel.
“Tanah ini kemudian digugat oleh ahli waris lainya, karena dikuasai tunggal inisial M (saudara paling besar dari kliennya, red) ke Pengadilan Agama Praya,” paparnya.
Adapun pihak penggugat adalah Hajjah Rabiah yang merupakan ibu dan saudaranya. Dan, hasilnya dinyatakan menang dengan keputusan Pengadilan Agama Nomor: PA 121/Pdt.G/2005/PA.PRA dengan keputusan agar tanah yang tadinya dikuasai sendiri oleh M dibagi sesuai dengan syariat agama.
Dengan demikian, maka Hajjah Rabiah alias istri mendapat 14 per 12 bagian, Muaini, Sauri, Sauni dan Zuriati mendapatkan masing-masing 7 per 112 bagian. Dan saudara laki-laki yakni Muhammad Tjani, Affandi, Sajawandi dan Muzani mendapatkan masing-masing 14 per 112 bagian dari total tanah warisan tersebut (merupakan satu simpul keluarga bersaudara, red).
Atas putusan Pengadilan Agama Praya tersebut, ada gugatan banding ke Pengadilan Agama Tinggi Mataram dengan nomor: 16 PDT/G/2006/PTA/MTR dengan keputusan justru menguatkan hasil putusan Pengadilan Agama Praya. Setelah itu masuk gugatan ke Mahkamah Agung RI, yang hasilnya putusannya memerintahkan ekseskusi degan putusan nomor: 298K/HG/2006.
“Yang janggal, para ahli waris hingga saat ini tidak menerima hasil ekseskusi luas tanah secara global. Karena walau dalam gugatan luas tanah 60 are, namun sesuai batas lahan luasnya 85 are,” jelasnya.
Berdasarkan fakta di lapangan, tanah waris ini yang sebelah utara berbatasan dengan tanah milik Lalu Susiawan, sebebah timur berbatasan dengan irigasi, sebelah selatan berbatasan dengan saluran air atau sawah milik H Abdurrahman dan sebelah barat berbatasan dengan parit (jalan desa, red).
“Eksekusi sesuai keputusan eksekusi itu ternyata di tengah-tengah tanah, bukan tanah keseluruhan. Ini yang janggal,” katanya lagi.
Selain itu, dengan telah dilakukannya mediasi terhadap persoalan ini sebanyak 6 kali sejak bulan April 2022 hingga Desember 2022, namun belum ada kejelasan. Baik antara HAM dengan seluruh ahli waris. Namun kedua belah pihak merasa benar, sehingga proses hukum harus dilakukan bagi para pihak yang merasa dirugikan.
Sementara, HAM yang coba dikonfirmasi via WhatsApp (Wa) terkait permasalahan tersebut, tidak memberikan tanggapan apapun. (tim)