MATARAM – Nama lembaga Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tercoreng akibat ulah oknum jaksa Kejati inisial EP. Oknum jaksa ini diduga menipu salah satu peserta tes CPNS Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia warga Lombok Barat.
Kasi Penegakan Hukum dan Humas Kejati NTB, Dedi Irawan menegaskan kasus itu sudah masuk di meja Polresta Mataram, sehingga untuk mendapatkan informasi lebih wartawan disarankan menanyakan ke Polresta Mataram.
“Tanyakan ke Polres. Kan sudah dilaporkan ke Polres (oleh korban),” ungkapnya saat dikonfirmasi Radar Mandalika, kemarin.
Dedi mengatakan, tindakan seperti itu tentu melanggar disipilin seorang kepegawaian jika betul terbukti secara hukum nantinya. “Memamg termasuk pelanggaran disiplin,” sebutnya.
Dedi menerangkan, dalam masalah ini urusannya di Polresta Mataram. “Ditanyakan di Polres aja ia,” singkatnya.
Disamping telah dilaporkan ke polisi, oknum jaksa ini juga telah dilaporkan oleh pihak korban pada Pengawasan Kejati NTB. Laporan pengaduan diterima oleh Pemeriksa pada Asisten Pengawasan Kejati NTB, Jumat (24/12) kemarin.
Terhadap laporan pengaduan tersebut pelapor dan terlapor akan dipanggil dan dilakukan pemeriksaan termasuk saksi pada pekan depan.
“Pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil termasuk pelanggaran kode etik jaksa,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang didapatkan Radar Mandalika, korban menyerahkan uang kepada oknum jaksa Rp 160 juta. Uang itu diserahkan secara bertahap. Pertama sekitar Rp 60 juta. Uang itu diserahkan pada pertengahan 2019 di rumah dinas Kejati NTB sebagai uang muka (DP). Selang sebulan kemudian terlapor kembali meminta uang Rp 50 juta dengan alasan agar SK cepat diproses dan segera keluar.
Beberapa bulan kemudian, terlapor kembali meminta uang ke korban dengan nominal Rp 50 juta, dengan alasan agar korban tidak terlalu banyak bebannya nanti ketika SK sudah keluar.
Tidak lama setelah itu, keluar pengumuman kelulusan CPNS di Kanwil Kemenkumham NTB. Dari daftar peserta yang lulus ternyata tidak ada nama korban. Atas hal itu korban meminta uangnya kembali kepada terlapor. Hanya saja terlapor tidak mempunyai etikad baik. Setelah beberapa upaya mediasi dilakukan, tetap tidak ada titik temu, sehingga korban melaporkan hal tersebut ke polisi. (jho)