Poklahsar Gili Tramena yang diberi nama Putri Bahari cukup sukses dalam meningkatkan perekonomian keluarga dari usaha pengolahan ikan yang dilakukan. Buktinya omzet dapat dicapai hingga puluhan juta per bulan
Ahmad Rohadi–Lombok Utara
BERAGAM usaha dilakoni oleh masyarakat pesisir Gili Air, Desa Gili Indah, tidak saja pada sektor usaha hotel, restoran, dive warung dan penyewaan kano, namun juga para Ibu-ibu setempat pun menunjukkan diri untuk melakoni usaha dari sektor hasil laut yakni pengolahan ikan.
Mereka pun melaksanakan usaha ini terlihat tidak sendiri-sendiri namun secara berkelompok. Sebelum menjadi kelompok, anggota Poklahsar Putri Bahari ini merupakan ibu rumah tangga (IRT) pedagang ikan keliling di Gili Air, Desa Gili Indah.
Ketika pandemi merebak, mereka mendadak kehilangan pasar. Para pembeli ikan berkurang drastis. Hal itu tentunya menjadi pukulan cukup berat bagi mereka. Pendapatan semakin minim, sedangkan di satu sisi ada kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi.
“Kita harus putar otak dulu bagaimana ikan ini bisa laku,” ujar Ketua Poklahsar Putri Bahari, Rohanisa.
Kondisi ini semakin diperparah dengan harga jual ikan yang terlalu murah. Untuk menambah penghasilan, mereka harus memikirkan cara agar ikan ini bernilai lebih tinggi. Selain itu juga awet disimpan dalam jangka waktu lama.
Dan pada 2021, para pedagang ikan keliling ini mendapatkan bantuan melalui program pemberdayaan masyarakat pesisir ICCTF KPPN/Bappenas. Mereka dikumpulkan dalam sebuah Poklahsar dan diberikan sejumlah peralatan pengolahan ikan.
“Akhirnya, muncul ide buat abon ikan dan lumpia ikan,” terangnya.
Mereka pun mulai memproduksi abon ikan. Sekali produksi, Poklahsar Putri Bahari ini mengolah hingga 25 kilogram ikan. Jenis ikannya, kata Rohanisa, tergantung hasil tangkapan nelayan yang tersedia.
“Kadang ikan bembilok, parean, ikan layang-layang,” kata perempuan berhijab ini.
Soal harga ikan sebagai bahan baku utama, itu tergantung ukuran dan jenis yang digunakan. Ada yang Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogramnya. Untuk meminimalisir biaya produksi, mereka cenderung menggunakan ikan dengan harga lebih murah. Namun kualitas ikan tersebut tetap harus bagus.
“Ikan layang-layang dan Bembilok relatif lebih murah,” bebernya.
Modal pembuatan abon ikan ini dilakukan dengan urunan antar sesama anggota sebanyak 13 orang. Mereka mengumpulkan modal mulai dari Rp 50 ribu per orang. Jumlah ini terkadang juga berubah ketika harga bahan baku mengalami kenaikan.
Rohanisa menjelaskan, proses membuat abon ikan ini gampang-gampang susah. Hal itu lantaran metode yang digunakan juga berbeda-beda. Ada yang digoreng dan ada yang disangrai.
Abon ikan dengan metode digoreng, kata dia bisa bertahan selama beberapa bulan saja. Sedangkan dengan metode sangrai, abon ikan ini justru bisa awet selama hampir satu tahun.
“Abon ikan kami ini tanpa pengawet,” tegasnya.
Setiap 100 gram abon ikan yang dihasilkan, dijual Poklahsar Putri Bahari ini seharga Rp 20 ribu. Dalam satu bulan, mereka bisa meraup keuntungan hingga hampir Rp 10 juta.
Abon ikan ini cukup banyak diminati lantaran rasa bumbu rempahnya yang kuat dan lezat. Tak heran jika, kelompok ini banyak mendapat pesanan dari luar Gili Tramena. Bahkan para santri di pondok pesantren pun kerap memesan abon dari kelompok ini.
“Kemarin kita juga sempat pengiriman ke Bali,” ungkapnya.(*)