Setiap usaha pasti menghasilkan, begitu kira-kira prinsip Wardi yang ikhtiar membangun usaha kerajinan dari nol. Namun yang terlihat tidak menarik pun dibuat menjadi anyaman bermanfaat dan menarik. Seperti apa?
Ahmad Rohadi – Lombok Utara
MERINTIS usaha dari nol hingga sukses membutuhkan kesabaran dan kerja keras yang maksimal. Wardi pun menjalankan itu dalam rangka mewujudkan kesuksesan usaha yang dilakoni.
Wardi, kabarnya mulai merintis sebuah usaha mikro kecil menengah (UMKM) kerajinan pada 2016 lalu. Warga Dasan Bangket, Desa Bentek, Kecamatan Gangga itu melibatkan warga sekitar yang memiliki keterampilan dalam menganyam bambu.
“Kalau kita tengok sejarah, kebetulan anyaman bambu ini ada sejak zaman nenek moyang kami. Sedari kecil kami sudah diajarkan cara menganyam bambu dengan baik termasuk bagaimana teknik bikin anyaman sesuai keinginan peminat,” tuturnya.
Atas dasar itu, kata Wardi, dibentuk sebuah kelompok anyaman bambu dengan anggota 10 orang. Tujuan membentuk kelompok, kata dia, agar mendapatkan pembinaan dari Diskoperindag UMKM maupun untuk menjalin kerjasama antar pengusaha.
Setelah membentuk kelompok usaha anyaman bambu ini, Wardi mulai mendapatkan banyak pesanan. Ada banyak kalangan tertarik dengan produk kerajinan yang mereka hasilkan.
Pesanan pun mulai berdatangan. Mulai dari instansi pemerintah hingga perusahaan dan perhotelan. Bahkan kelompok mereka sampai kewalahan melayani banyaknya pesanan yang masuk.
Menanggulangi hal ini, Wardi akhirnya meminta bantuan warga setempat lainnya yang mahir membuat anyaman. Mereka merekrut warga tersebut untuk membantu proses produksi seluruh pesanan.
“Dulu sebelum Covid-19 banyak sekali pesanan seperti tas, tempat tisu, keranjang dan produk lainnya,” ungkap Wardi.
Perlahan, usaha kelompok kecil ini mulai berkembang menjadi Usaha Dagang (UD). Wardi bersama kelompoknya menamainya UD Bambu Cerah. Kini, UD tersebut memiliki karyawan tetap sebanyak 52 orang.
Beberapa produk kerajinan dengan beragam motif anyaman telah dihasilkan UD Bambu Cerah. Di antaranya, anyaman bakiq, topi, hiasan lampu, tudung saji dan produk-produk serupa lainnya.
“Alhamdulillah banyak pula kegiatan-kegiatan UMKM di Lombok Utara yang meminta untuk mementori kegiatan mereka,” ujarnya.
Berbicara jumlah produksi per hari, Wardi mengaku terbilang masih terbatas. Apalagi jika kerajinan yang dibuat berupa anyaman berukuran kecil. Diperlukan kecermatan dan ketelitian tingkat tinggi agar hasilnya sesuai harapan.
“Kadang-kadang tangan sampai tertusuk dan luka kena serpihan bambu, tapi ini sudah biasa, anggap saja upah,” bebernya.
Per item kerajinan yang dihasilkan dibanderol dengan harga bervariasi tergantung jenis dan ukurannya. Mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 250 ribu. Produk mereka ini banyak di pasarkan di pasar-pasar tradisional, seperti Pasar Tanjung dan Pasar Kayangan.
“Semoga saja ke depan ada kelonggaran dan bisa menembus pasar internasional. Sebab dulu sebelum gempa 2018 dan Covid-19 banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang berdatangan,” terang Wardi.
Pria murah senyum ini mengaku bersyukur dengan pahit dan manisnya perjuangan yang dilalui bersama kelompoknya. Usaha kecil itu kini berkembang cukup maju.
Hal ini tentunya tak lepas dari kerja keras, semangat dan kerjasama solid dengan warga setempat. Bahkan usaha mereka juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Desa (Pemdes) Bentek.
“Pemdes Bentek memfasilitasi kegiatan-kegiatan para perajin,” katanya.
Wardi berharap ke depan Pemda Lombok Utara lebih banyak menyelenggarakan event bazar produk UMKM khas warga Tioq Tata Tunaq. Selama ini, pihaknya mengandalkan sejumlah platform media sosial sebagai sarana pemasaran.(*)