KHOTIM/RADARMANDALIKA.ID MENUNJUKKAN: Surya pengerajin batok kelapa dari Desa Bonder memperlihatkan hasil kerajinan tangannya.

Berhasil Buka Lapangan Kerja, Sempat Diundang ke Belanda dan Qatar

 

 

Ada cerita menarik bisa dibagi dari Surya untuk kita semua. Pria yang berprofesi sebagai pengerajin batok kelapa dari Desa Bonder, Kecamatan Praya Barat ini berhasil membuat orang luar negeri tertarik. Seperti apa?

 

KHOTIM – LOMBOK TENGAH

 

NAMA Surya, dia merupakan pengerajin batok kelapa dari Dusun Buntimba Desa Bonder, Kecamatan Praya Barat. Awal mula ini semua muncul dari minimnya lapangan pekerjaan di tempat tinggalnya. Lebih-lebih saat pandemi covid-19.

Tahun 2020, pria ini bertekat memajukan desa dan mengasah kemampuannya dengan menelurkan kreasinya kepada semua masyarakat. Agar mendapatkan penghasil tambahan di saat paceklik.

 

Dia pun mengolah limbah batok kelapa dengan cara tidak merusak alam, menimbulkan polusi udara terutama asap pembakaran.

 

Adapun jenis kerajinan yang dihasilkan dari batok kelapa ini berbagai macam, mulai dari gelas, tempat sendok, tempat tisu, teko, cerek maling (trmpat air khas Lombok,red) miniatur dan banyak kreasi lainnya.

 

Batok ini Surya katakan bahan bakunya melimpah, dengan melihat intensitas masyarakat Lombok dalam setiap acara begawe (tasyakkuran, red) kegiatan adat, acara kematian dan hajatan  lainnya wajib kemudian menggunakan kelapa tua, dimana hal ini menjadi potensi banyaknya bahan baku yang tidak terkelola dengan baik, dan dapat menjadi limbah bahkan menjadi polusi udara karena secara pemusnahannya dengan dibakar.

 

Sejak covid -19 menerpa Indonesia 2019 pendapatan menurun, lapangan pekerjaan yang semakin sempit, banyak karyawan di rumahkan bahkan banyak yang banting stir dalam bekerja serabutan asalkan ada penghasilan.  Dia mengambil produk kreatif inilah yang dapat menjadi nilai tambah, kemudian penghasilan tambahan pula.

 

“Inisiatif limbah menjadi bahan bernilai sangat banyak dilirik di pasar local maupun mancanegara,” ceritanya.

 

Sekarang saja dia sedang proses penyelesaian pesanan produknya untuk dikirim ke Jayapura, Bali dan Sulawesi Tenggara.

Dia menyampaikan akumulasi pendapatanya secara global perbulan rata-rata Rp 2-3 juta.  “Saya ingin menciptakan lapangan kerja di desa, banyak yang tergerak. Tapi sekarang sedang berjuang di masyarakat merubah pola pikirirnya yang masih belum ikut dalam produk ini,” ceritanya.

 

Produknya ini juga dikatakan sempat diundangan untuk mengikuti pameran kerajinan di Belanda dan Qatar. Namun sayang dia terkendala biaya, pihak memberikan informasi justru memintai biaya transportasi  50 persen dari atau sekitar 20 juta dikeluarkannya.

“Makanya tidak jadi. Kita punya NPWP, NIB dan logo brand, namun Hak Karya Intelektual (HAKI) belum ada dan ini juga kami butuh binaan dari Pemda,” pungkasnya.(*)

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 661

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *