MATARAM – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD NTB dengan Dinas PUPR NTB berlangsung di Mataram, Kamis (4/7).
Sayangnya, Komisi yang membidangi Infrastruktur dan Lingkungan Hidup itu tidak mendapatkan jawaban puas atas pelbagai persoalan yang disorotnya selama ini. Plh Kadis PUPR NTB, Lies Komalasari tidak nongol. Begitupun dengan Kabid Bina Marga dan Cipta Karya pun terlihat absen.
“Kita jadwalkan ulang lagi besok pagi (hari ini). Plh Kadis bersama Bina Marga Cipta Karya harus hadir,” tegas Wakil Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hasbullah Muis.
Rombongan PUPR hanya dihadiri Sekdis beserta jajaran bidang lain, yang menurut Komisi IV tidak ada persoalaan mendasar yang perlu dikonfirmasi. Politisi PAN tersebut menyampaikan RDP tersebut dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan APBD 2023 dan APBD 2024. Terlebih dalam temuan BPK dari LHP tahun 2023 terdapat Rp 494.980.380 meski tersisa belum dikembalikan sebesar Rp 164.668.000.
“Kayak Bina Marga Cipta Karya ini kan harus hadir,” katanya.
Komisi IV menyinggung pelaksanaan renovasi kantor gubernur NTB yang terkesan dipaksakan yang dikerjakan tahun ini. Selain waktu terbilang mepet, juga anggaran sebesar Rp 35,6 miliar dirasa kurang jika akan melakukan rehab total.
“Ketika undang biro Pengadaan Barang Jasa. Kayanya pelaksaan tendernya masih dalam proses,” katanya.
“Sehingga kita minta pending,” sambungnya.
Konco sapaannya mengatakan, rehab kantor gubernur itu tidak mudah dan tidak cepat. Ketika akan dikerjakan tentunya banyak pegawai Biro setempat akan pindah. Belum lagi ruangan Pj Gubernur maupun Sekda pasti akan dipindahkan.
“Ini butuh perencanaan persiapan matang-matang,” katanya.
Komisi IV juga menilai dana Rp 35,6 itu tidak cukup. Apalagi dari pagu anggaran semuanya Rp 40 miliar, namun Rp 4,4 miliar tersedot untuk perencanaan.
“Dulu Rp 40 M ini tanpa ada perencanaan. Bagaimana kita menghitung Rp 40 M cukup seauai kebutuhan,” sentilnya.
Menurutnya seharusnya perencanaan dimatangkan, baru bisa ditahu asumi anggaran berapa yang dibutuhkan sudah disiapkan.
“Wajar juga Pak Ruslan pak Asaad (anggota komisi) keras juga menolak,” ujarnya.
Pihaknya kembali menegaskan, rehab kantor gubernur perlu melalui perencanaan yang matang dan sungguh-sungguh. Sehingga rehab fisiknya tidak tanggung-tanggung.
“Jangn rehab tanggung-tanggung. Perlu pemikiran secara sungguh-sungguh. Kenapa tidak dikerjakan di tahun 2025. Kita siapkan anggaran Rp 150 M,” ujar Konco.
Hal sama pun minta ditunda seperti rehab Gedung Islamic Center yang menelan anggaran Rp 543.240.000. Meski proses tendernya sudah selesai.
“Kami selalu sampaikan coba kaji ulang. Kenapa tidak tahun ini cukup perencanaan saja. Baru kita lengkapi semua kekurangan. Kita kerjakan di 2025,” tegasnya.
Dalam RDP tersebut, Komisi IV menyampaikan berdasarkan evaluasi 2023, pihaknya meminta perencanaan program kerja di 2025 berdasarkan kebutuhan. Pihaknya meminta PUPR menyiapkan paparan program kerja untuk 2025.
“Coba disusun paparkan ke kami,” pintanya.
Sementara itu Sekdis PUPR NTB, Hasim bersikeras akan tetap melanjutkan rehab kantor gubernur.
“Kayaknya akan terus berlanjut karena menurut kebutuhan kita ini sudah lama belum direhab,” terang Hasim.
Hasim mengatakan kondisi fisik kantor gubernur saat ini sangat butuh dikakukan perbaikan. Katanya, semakin nyaman ruang kerja pejabat bisa meningkatkan kinerja dan kelancaran tugas-tugas ASN. Misalnya saat ini menuju lantai 3 tidak menggunakan lift. Nanti saat rehab akan diganti memakai lift sehingga makin memudahkan kerja.
“Beda dengan kantor kabupaten/kota semuanya sudah pakai Lift. Kayak Lombok Tengah, Lombok Timur. Masak kantor gubernur malah ndak ada,” ujarnya mencontohkan fasiliatas kantor.
“Intinya demi pelayanan,” jelasnya.
Daerah, lanjutnya akan banyak digelar even-even internasional. Belum lagi NTB sebagai daerah pariwisata. Banyak tamu berdatangan tentunya melihat langsung keadaan kondisi kantor gubernur yang membuat tidak nyaman didatangi.
Pihaknya juga membantah tidak ada perencanaan. Malah perencanaan global sudah muncul sejak tahun 2021.
“Dulu awalnya sudah ada perencanaan global tahun 2021. Namun hanya sekedar tanpak saja. Nah kita lanjutkan sekarang,” terangnya.
“Jadi bukan kita tidak peduli dengan masukan beberapa pihak tetapi memang sudah santer lama sekali bangunannya,” katanya.
Disinggung dengan anggaran minim, Hasim tidak menampiknya. Namun demikian urusan pendanaan menjadi ranah Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD).
“Saya tidak bisa bicara soal anggaran. Kami di PUPR hanya bekerja. Memang kurang (Rp 35 M), tapi yang dikerjakan depan-depan saja. (Gedung) Biro hukum belum bisa disentuh. Artinya yang disentuh itu didepan Sekda, depan ruangan Pj gubernur itu akan dibangun untuk jadi 2 lantai,” terangnya. (jho)