MATARAM – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB, Suhardi Soud mengatakan, tahapan Pemilukada di beberapa kabupaten kota di NTB masih tetap berjalan, sampai sekarang. Sampai dengan saat ini, NTB masih berstatus pada zona oren. Bukan zona merah, hal ini menyebabkan tahapan tetap berjalan. Suhardi juga mengatakan, penundaan Pilkada itu harus dengan mempertimbangkan segala hal termasuk juga kondisi pandemi yang mana salah satunya jika satu daerah itu berada di zona merah. Penundaan itu merupakan kewenangan di masing-masing kabupaten kota.
“Itu wewenang masing-masing kabupaten,” katanya.
Suhardi juga menyinggung terkait Perppu Nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Perppu No 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur Bupati dan walikota menjadi undang-undang. Dalam ketentuannya pada pasal 201 ayat 3 disebutkan pemungutan suara serentak di bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Covid-19 belum berakhir.
“Ketentuan itu berlaku jika ada kesepakatan kembali dari pemerintah DPR dan penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP), tentang situasi pandemi Covid-19,” jelas Suhardi.
Sementara saat ini semua tahapan masih berjalan normal. Belum ada satu tahapan yang terganggu akibat Covid-19.”Ya masih jalan,” katanya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengakui setiap tahapan Pilkada yang mengundang kerumunan menjadi ancaman serius penyebaran Covid-19. Apalagi hingga saat ini, angka Covid-19 masih terus naik meski angka kesembuhan pin tinggi.
“Ini bisa jadi (ancaman serius),” kata Eka terpisah.
Salah satu sikap yang dilakukannya yaitu, memastikan semua Bapaslon mentaati protokol Kesehatan Covid-19.”Makanya dilakukan penandatanganan komitmen bersama untuk taat terhadap protokol Covid-19,” katanya.
Disinggung apakah sudah ada klaster Pilkada dari hasil pendaftaran Balonkada 14 September lalu, Eka mengaku masih perlu menunggu 14 hari kedepan untuk melihat hal tersebut.
“Saat ini belum bisa dilihat. Kita tunggu dulu lah sampai dua Minggu kedepan,” pungkasnya.
Sementara, dukungan penundaan Pilkada 2020 terus disuarakan. Ini disebabkan dampak Covid-19 yang masih mengkhawatirkan sejumlah pihak. Organisasi Masyarakat (Ormas) Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan sikap meminta pemerintah agar menunda pelaksanaan Pilkada itu.
Dalam siaran pers yang diterima koran ini yang ditandatangani Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal, Helmy Faishal Zaini dengan mengingatkan penyebaran wabah virus korona di Indonesia sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda terkendali, malahan sebaliknya. Agenda pilkada, yang sedikit atau banyak ada pengerahan massa, berpotensi menjadi sarana penularan secara lebih masif lagi. Karena penularan COVID-19 telah mencapai tingkat darurat, maka prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan.
Dalam pernyataan sikapnya itu, ada tiga poin yang diminta PBNU pertama, meminta KPU dan DPR untuk menunda Pilkada hingga masa Darurat Covid-19 terlewati. Menurut mereka pelaksana Pilkada meskipun dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya. Kedua NU juga meminta untuk merelokasikan anggaran Pilkada bagi penangangan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial. Selain itu, NU perlu mengingatkan kembali rekomendasi Kombes NU tahun 2012 di Cirebon Jawa Barat perihal meninjau ulang Pelaksanaan Pilkada yang banyak menimbulkan mudharat berupa politik uang dan Politik biaya tinggi.
Sementara itu, KPU di daerah juga tidak menampik adanya suara penundaan Pilkada dari berbagai pihak. Terlebih suara itu banyak yang datang di pusat. Namun menurut KPU di daerah tentu yang perlu merespons suara penundaan itu ialah KPU di pusat.(jho)