MAKASSAR-Ada kabar baik dari Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. Apa itu?
Respon anak muda terhadap Dewan Pers (DP), Pers, meningkat tajam hampir 500 persen, dibandingkan periode sebelumnya. Bahkan kenaikannya luar biasa.
Tentu, ini hal yang patut disyukuri, dimana kata dia, tidak lagi menggunakan televisi, koran dan majalah sebagai sumber berita. Maka, ini ada pertanyaakan besar, mengapa generasi milenial enggegment dengan DP, sehingga mereka mulai mengenal DP. Ini yang harus kita jawab bersama.
“Apakah ini cara gen-mil untuk menegakkan demokrasi, sehingga ingin berkenalan dengan DP,” katanya ketika membuka Pelatihan dan Penyegaran Ahli Pers di Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Pelatihan yang berlangsung tiga hari, Senin-Rabu (2-4/10/2203) itu diikuti 34 peserta yang datang dari organisasi pers.
Tidak hanya itu, animo wartawan untuk mengikuti UKW jumlahnya meningkat. Ini membuktikan, ada keinginan kuat bahwa sebagai jurnalis, ingin meningkatkan ilmunya dan diiuji komptensinya oleh DP. Tahun 2022, sebutnya, sudah 1.962 orang wartawan UKW. Tahun ini September 2023, lebih 1.200 orang.
Karena itu, lanjut Ketua Dewan Pers, dihadapkan untuk ikut mempengaruhi eksistensi DP. Karena di luar DP ada pihak yang melakukan uji kompetensi dengan standar yang tidak sama dengan DP. Ini ikut mereduksi DP dan UKW.
Laporan tahun lalu, 691 laporan dan sudah diselesaikan sebanyak sudah 95,9, tahun ini di bulan September sudah 600 lebih. Di lingkungan Perusahaan pers, masih ada anggapan untuk apa DP melakukan verifikasi Perusahaan pers. Padahal, ini adalah kesepakatan kita semua untuk menjaga kemerdekaan pers.
“Oleh karen itu, mari kita cari benang merahnya. Kalau UKW tidak kita tegakkan, dan verifikasi Perusahaan pers tidak kita tegakkan, maka di hilir masalahnya akan meningkat, ” paparnya.
Di sisi lain, tidak semua penegak hukum memahami mengenai UU No 40 tahun 1999 tentang pers. Mana yang harus diselesaikan dengan UU Pers, ITE atau KUHP.
Bagaimana peran regulator dalam memberikan perlindungan terhadap wartawan Perempuan yang mengalami pelecehan seksual? “Kita punya UU No. 40 yang melindungan wartawan. Tapi UU ini tidak bisa dijadikan dasar untuk melindungi jurnalis Perempuan, yang mengalami pelecehan seksual siber. Juga ada ada UU ITE juga tidak bisa digunakan untuk jurnalis Perempuan yang mengalami pelecehan seksual siber. Karena itulah, DP harus mengambil peran ini, ” ucapnya.
Itulah salah satu gambaran, pentingnya AHLI PERS. Karena di dalam aturan, masih ada ruang yang belum memberikan perlindungan kepada wartawan. Saat ini, ahli pers masih bertumpu pada konflik terkait dengan pemberitaan. Belum sampai pada perlindungan wartawannya.
“Karena itulah saya minta disusun, STANDAR KOMPETENSI AHLI PERS. Dua cabang, terkait dengan konflik berita dan perlindungan wartawan. Perlu dibuat standar, jangan sampai AHLI PERS punya persepsi yang berbeda dengan UU no 4, ITE, UU data pribadi,” harapnya.
Bagaimana penanganan terhadap wartawan yang sudah UKW dan yang belum. Bagaimana menangani wartawan yang bergabung di perusahaan pers terverifikasi dan yang belum.
“Jika sudah sampai tiga kali kita peringati, maka kita harus melakukan Langkah tegas. Harus ada efek jera yang kita berikan,” kata Ninik.
Di tengah kondisi idealis, lanjutnya, lagi dihadapkan dengan situasi yang tidak mudah untuk keberlanjutan media. Di satu sisi, media harus cepat, di sisi lain harus fokus pada standar.
Dari aspek user, sekarang ini 57 persen adalah Gen-Z, mereka tidak lagi memerdulikan TV, koran dan majalah. Mereka peduli medsos. Bagaimana distribusi berita di medsos. Chat GBT adalah produk yang tidak ada analisa.
“Saya kasih contoh terakhir, DP Kerjasama dengan Unesco melakukan riset kecil terkait Pemilu. Ada pertanyaan yang pertama, apa peristiwa kekerasan atau intimidasi dalam konteks pemilu. Yang terbanyak, ancaman terkait dengan pemberitaan (35%). Ini diambil dari 16 provinsi. 31 persen yang melakukan intimidasi dan kekerasan adalah parpol dan tim pemenangan. Butuh Ahli untuk melakukan perlindungan,” jelasnya.
Terkait dengan polisi, Dewan Pers sudah ada Kerjasama Satgas, tapi dinilai lambat sekali. Karena soal pemberitaan, polisi sudah maju. Pergerakan ini memang lambat, tapi DP tidak berhenti. Akan terus bergerak, salah satunya DP sudah bekerjasama dengan LPSK. Wartawan harus dilindungi.
“Pada konteks inilah penyegaran dan pelatihan ahli pers, harus progresif.
Tahapan ahli pers di persidangan, boleh saja ditanyain dua kali,” tambahnya.
Dia mengutarkaan, menunggu persidangan terlalu lama, tinggalkan. Ini kritik untuk pengadilan. “Masak orang disuruh menunggu terlalu lama. Tempatkan ahli itu ya ahli. Jangan direndahkan. Gak apa-apa. Ini penting untuk didengar keahlian dan positioning kita. Saya biasanya untuk isu human trafickhing, atau HAM, saya biasa dihadirkans sebagai ahli. Oleh karena itu, saya kira forum ini, penting,” katanya.(red)