MATARAM – Kasus dugaan korupsi penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Asrama Haji Embarkasi Lombok, NTB inisial AF selaku Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, NTB, Kamis kemarin ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Tersangka sebelumnya dilakukan pemanggilan oleh penyidik Kejati Selasa 23 November 2020 bersamaan dengan tersangka IJK untuk penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dan langsung ditahan, namun AF tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang berada diluar Kota. Lanjut dilakukan pemanggilan kedua yang dijadwalkan pada hari ini.
“Tersangka memenuhi panggilan penyidik pukul 09.00 Wita kemudian dilakukan rapid test di Dinas Kesehatan Kota Mataram pukul 11.00 Wita, selanjutnya diserahkan oleh penyidik pada penuntut umum dan dilakukan penelitian tersangka dan barang bukti. Pukul 13.30 hasil rapid test dinyatakan non reaktif,” ungkap Kasi Penkum Kajati NTB, Dedi Irawanan melalui siaran persnya, kemarin.
Sebelumnya, Senin (23/11) lalu Kejati NTB menahan Bendahara Asrama Haji Embarkasi Lombok, NTB IJK. Dia ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Kejati mengusut kasus tersebut berawal dari temuan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Tahun 2019, pihak pengelola Asrama Haji NTB menerima pendapatan hingga Rp 1.471.504.279. Data yang didapatkan Radar Mandalika, dari PNBP itu ada yang tidak disetor. Seperti penyewaan gedung, penyewaan area manasik, penyewaan aula, serta sumber lain seperti penyewaan area untuk pendirian stand, fotografi, dan penyewaan sarana berdasarkan perjanjian kerja sama.
Hasil penyidikan, pendapatan yang belum disetorkan itu digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka sebesar Rp 217.032.454. Sedangkan Rp 209.626.406 digunakan untuk keperluan operasional kantor. Sisanya, sebesar Rp 57.368.591 tidak bisa dipertanggungjawabkan karena dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat, kerugian negara yang diakibatkan dari PNBP Rp 484 juta. Dalam kasus Asrama Haji ada dua item yang diusut kejaksaan. Yaitu, pengelolaan dana PNBP dan pemeliharaan gedung Asrama Haji tahun 2017. Berdasarkan hasil audit di BPKH mengenai biaya pemeliharaan gedung, diduga ada kelebihan pembayaran dari anggaran pemeliharaan. Dari temuan BPKH diduga ada kelebihan volume pekerjaan rehabilitasi. Seperti rehabilitasi gedung, untuk hotel ditemukan Rp 373.115.542; temuan gedung Mina Rp 235.957.012; temuan gedung Sofha 242.920.236; temuan pada Gedung Arofah sebesar Rp 290.602.840; terakhir, temuan pada gedung PIH sebesar Rp 28.602.840.
Penasehat Hukum tersangka AF, Umayyah mengajukan Surat Permohonan untuk tidak dilakukan penahanan namun perlakuan yang sama tetap dilaksanakan pada tersangka AF sebagaimana tersangka IJK yang sudah ditahan sebelumnya dengan pertimbangan dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti ataupun melakukan tindak pidana lain.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya bahwa tersangka melakukan perbuatan secara bersama sama dengan tersangka IJK yang merugikan keuangan Negara sebesar 484 265.455,00 yang disangka melanggar Pasal 2 (1) UU No 31 Tahun 1999 atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (jho)