PRAYA – Anak balita yang mengalami gizi kurang dari empat desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Puyung, Kecamatan Jonggat tercatat ada sebanyak 31 orang. Ini berdasarkan data sampai Agustus 2021. Namun puluhan anak gizi kurang itu bisa saja berpotensi jadi penderita gizi buruk nantinya.
“31 ini bisa berpotensi mengalami gizi buruk,” kata Koordinator Gizi pada Puskesmas Puyung, Lale Reny Marliandini pada Radar Mandalika, Senin (4/10).
Berdasarkan pengklasifikasian berat badan/tinggi badan. Adapun rincian data sebanyak 31 anak balita yang mengalami gizi kurang dari masing-masing empat desa tersebut. Di Desa Sukarara ada sebanyak 3 orang. Di Desa Puyung ada 16 orang. Di Desa Gemel ada 3 orang. Sedangkan di Desa Barejulat ada sebanyak 9 orang anak balita yang ditemukan mengalami gizi kurang.
Reny mengungkapkan alasan sehingga dikatakan puluhan anak yang saat ini mengalami gizi kurang itu bisa berpotensi jadi penderita gizi buruk nantinya. “Kan dia kurus ini. Bisa saja kalau dia sakit, dia ndak makan anaknya berapa kali, bisa gizi buruk. Karena kalau berat badannya turun dengan tinggi badan yang segitu, nanti bisa gizi buruk jadinya,” jelasnya.
Beberapa langkah untuk mencegah munculnya kasus gizi buruk. Reny mengatakan, puluhan anak yang mengalami gizi kurang itu harus diintervensi langsung. Langkah lainnya dengan pemberian makanan tambahan (PMT), konseling hingga kunjungan rumah langsung.
“Pada saat kita temukan (anak gizi kurang) kita intervensi langsung. Misalnya kita konseling dulu. Kita cari tahu kenapa anaknya gak mau makan. Kita cari tahu anaknya sakit apa. Yang menjadi penyebab langsungnya dulu kita atasi,” katanya.
“Kalau memang dia tidak naik berat badannya berkali-kali. Terus dia sakit anak ini, karena ndak ada nafsu makan. Kemudian kita rujuk ke puskesmas (bagian poli anak) untuk periksa penyakitnya. Misalnya kalau memang sudah dikasih obat, kita juga kasih PMT,” tambah Reny.
Langkah paling tidak kalah penting adalah motivasi atau edukasi kepada masyarakat terutama ibu atau bahkan kepada ibu hamil. Itu termasuk langkah pencegahan preventif. “PMT itu sebenarnya ndak bisa kita jadikan alat untuk meningkatkan status gizi orang. Tapi paling ndak bisa kasih support atau contoh ke ibu. Bagaimana cara ngasih makan anak,” jelas Reny.
Setelah anak diberikan PMT. Pihak puskesmas kemudian memonitoring anak gizi kurang selama dua kali dalam sebulan. Artinya, monitoring dilakukan sekali dalam dua minggu. “Supaya bisa kita tahu perkembangan anak. Apakah anak itu bisa naik berat badannya setelah diberikan makanan tambahan atau ndak. Apakah penyakitnya yang ndak sembuh-sembuh,” jelasnya lagi.
Di tahun yang sama, jumlah anak yang mengalami gizi kurang per Agustus ini lebih sedikit dibanding data sampai Februari 2021 yakni sebanyak 39 orang. Artinya jumlah anak gizi kurang mengalami penurunan. “Kalau dilihat dari data sih bisa dibilang begitu,” cetus Reny.
Berbagai faktor penyebab munculnya kasus anak gizi kurang alias kurus. Reny mengutarakan, 30 persen adalah penyebab langsung yang bisa diatasi dengan intervensi spesifik. Dan, sisanya adalah penyebab tidak langsung. “Penyebab tidak langsungnya kayak sosial ekonomi, pola asuh,” sebutnya.
Untuk diketahui, jumlah anak balita yang saat ini mengalami gizi buruk berdasarkan data sampai Agustus 2021 yakni hanya satu orang. Kasus gizi buruk ini ditemukan di Desa Sukarara. Sedangkan data sampai Februari 2021, tidak ada ditemukan kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Puyung. “Kemarin ndak ada gizi buruk waktu Februari itu,” ungkap Reny. (zak)