PRAYA – Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Raudatul Jannah NW Bundua Desa Jago tengah disorot lantaran kasus dugaan santri hamil.
Setelah mendapat kecaman dari Forum Kerja Sama Pondok Pesantren (FKSPP), kini giliran kepala Kementerian Agama (Kemenag) Loteng yang angkat bicara.
Fakta baru terungkap, yayasan ponpes yang satu ini ternyata belum memiliki izin operasional dari Kemenag. Namun memberanikan diri menggunakan label pondok pesantren. Tentu ini dinilai melanggar aturan, sehingga membuat Kemenag mengambil sikap tegas.
“Ini namanya mengklaim dirinya sebagai pondok pesantren. Jadi masyarakat sekarang harus lebih hati-hati memilih pondok pesantren mana yang sudah memiliki izin dari kementerian agama dan mana yang ilegal. Apalagi masalah santri kemarin, membuat nama baik pondok pesantren tercoreng,” tegas Kepala Kantor Kemenag Loteng, H Jaelani Ibrahim, Kamis (19/1/2023).
Pihaknya mengimbau bagi seluruh pondok pesantren yang sudah memiliki izin harus menyertakan nomor SK perizinan di plang gerbang masuk pondok pesantren supaya masyarakat mengetahui mana saja pondok pesantren yang sudah memiliki izin atau belum.
“Jadi yang belum memiliki izin cukup hanya berlabel yayasan saja, jangan pondok pesantren,” tegasnya.
Begitu pula yayasan yang sedang menjalankan program Diniyah juga harus memiliki izin operasional, tidak sembarangan. Apalagi sampai memakai label pondok pesantren, izinnya lebih ketat lagi.
“Ini baru menjalankan program Diniyah saja sudah mengklaim dirinya sebagai pondok pesantren, itu salah,” sentilnya.
Sebagai bentuk ketegasan, pihaknya akan memerintahkan tim untuk segera melakukan pencabutan plang, jika melalui lisan tidak dipatuhi oleh pihak yayasan yang bersangkutan.
“Besok kita kumpulkan tokoh-tokoh di sana supaya segera mencopot plang atau menggantinya, belum ada izin sudah mendahulukan diri mengatasnamakan pondok pesantren,” tegasnya.
Di sisi lain pihaknya menegaskan kepada pengurus yayasan pondok pesantren Miftahul Imam supaya segara menarik semua santrinya yang mengikuti program Diniyah di sana (Yayasan Raudatul Jannah, red). Seharusnya ponpes harus lebih cekatan bagaimana mengelola santrinya, padahal sudah memiliki asrama sendiri.
“Masyarakat juga harus tahu betul kondisi yayasan, apakah aman, nyaman dan sudah memiliki izin operasional atau tidak. Jika sudah ada izin berarti jelas ponpes tersebut di bawah naungan kementerian agama, ” pungkasnya.
Sementara Kasi Pondok Pesantren Kemenag Loteng, H Hasanudin mengatakan, kaitannya dengan hal ini, Kemenag akan melakukan penertiban dengan melakukan evaluasi dan verifikasi ulang bagi ponpes yang tidak memenuhi lima persyaratan operasional pondok pesantren.
“Untuk bisa mendapatkan SK Operasional harus memenuhi lima persyaratan, yaitu, ada kiyai, asrama, santri yang mondok jelas, ada tempat ibadah berupa masjid atau musala dan ada program pesantren yang jelas seperti pembelajaran kitab kuning dan lainnya,” bebernya.
Sesuai perizinan sudah jelas diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 30/2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren. Juknis tersebut menjelaskan tentang klasifikasi pesantren, mekanisme pendaftaran keberadaan pesantren, penetapan izin terdaftar pesantren, ketentuan peralihan, hingga pembinaan, pengawasan dan layanan aduan masyarakat.
“Jadi bagi yang belum terpenuhi lima persyaratan itu cukup menggunakan label yayasan saja. Jika ingin menjalankan program Diniyah juga harus memiliki izin supaya kita juga bisa berikan pembinaan,” terangnya.
Selebihnya pihaknya juga akan melakukan pembatasan uploading data di EMIS, sehingga ponpes yang tidak memenuhi persyaratan tidak bisa mengakses data. Data EMIS bisa diakses bagi ponpes yang memenuhi lima persyaratan yang telah disebutkan tadi.
“Ini bentuk upaya kita supaya jelas status pondok pesantren di Lombok Tengah, yang mana saat ini sudah memiliki izin baru 342 lembaga,” tutupnya. (hza)