WINDY DHARMA/RADAR MANDALIKA M Zaini

LOBAR—Sejumlah Kepala Desa (Kades) di Lombok Barat (Lobar) menolak kebijakan Pemkab Lobar memotong Alokasi Dana Desa (ADD). Menyusul pemangkasan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat sebagai dampak Covid-19. Sehingga berimbas pada rasionalisasi APBD yang dilakukan Pemkab.

Kebijakan pemotongan ADD sebesar 10 persen mulai berlaku pada Juli mendatang, berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) 21 tahun 2020. Surat pemberitahuan terkait pemotongan itu pun sudah disampaikan kepada pemerintah desa. Dalam surat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lobar menerangkan total rasionalisasi anggaran ADD sekitar Rp 7,4 miliar. Dari awalnya sekitar Rp 85 miliar lebih, menjadi sekitar Rp 77 miliar.

“Kami menolak pemotongan itu,” ujar Kepala Desa Babussalam, M Zaini yang dikonfirmasi, kemarin.

Menurut Zaini, pemotongan ADD itu justru membuat minus anggaran untuk pembayaran penghasilan tetap (Siltap) perangkat dan staf desa. Bagaimana tidak jumlah ADD-nya yang dipotong mencapai Rp 48,38 juta. Dari awalnya ADD murni sekitar Rp 776 juta menjadi Rp 727 juta. Sedangkan untuk pembayaran Siltap biasanya dianggarkan sekitar Rp 731 juta. Sehingga terdapat beberapa insentif perangkat desa yang tak bisa dibayarkan. “Yang tidak terbayarkan insentif pelasik, penghulu terus pembinaan, operator, ATK kantor, penjaga kantor, sudah tidak ada pembayarannya. Boro-boro APK ini minus kita,” keluhnya.

Menurut Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKAD) Lobar itu, pemotongan terjadi diseluruh desa di Lobar dengan jumlah bervariasi. Ia pun mempermasalahkan besaran penetapan pemotongan ADD dipukul rata 10 persen. Karena tidak semua desa memiliki jumlah dusun yang sama. “Misalnya di desa A cuma empat atau lima dusunnya. Kita (Babussalam) 11 dusunnya, itukan habis untuk pembayaran gaji. Terlebih ada penyetaraan golongan 2A, makanya kita menjadi minus,” jelasnya.

Pihaknya berharap agar Perbup itu dibatalkan dan jangan diberlakukan. Bahkan ia meminta kalangan DPRD melihat kondisi di desa dan lantang menyuarakan. Mengingat para dewan itu merupakan perwakilan rakyat di bawah. Jangan sampai ada anggapan kalangan dewan itu kong kalikong dengan Pemkab.

“Mereka (DPRD) harus tegas batalkan aturan itu. Apabila tidak dibatalkan setidaknya berdasarkan kajian. Mengkaji 119 desa berapa proporsi ADD mereka dan berapa pengeluaran untuk gaji, harus disesuaikan dengan itu,” ujarnya.

Ia menilai harusnya kebijakan yang dikeluarkan tidak menghambat pembangunan di desa. Selain itu tidak ada penjelasan terkait potongan itu untuk apa. “Yang taunya teman-teman di desa, dipotong karena corona,” imbuhnya.

Penolakan pemotongan ADD itu juga disuarakan Kepala Desa Kuripan, Hasbi. Ia yang selalu mendukung kebijakan Pemkab justru menilai pemotongan ADD itu tidak layak dilakukan. “Jangan kita pro sama kebijakan Pemkab. Tapi kalau kita disakiti gini, menolak kita,” tegasnya.

Menurutnya, ADD yang dipotong untuk di desanya sebesar Rp 64 juta. Dampak pemotongan itu membuat rencana pembangunan kantor desa tahun ini batal dilakukan. Padahal pembuatan kusen sudah dilakukan. Jika pemotongan itu dilakukan akan membuat pembangunan kantor desa akan tertunda tahun ini.

“Kalau itu terpotong kan saya harus mengganti biaya kusen. Persoalannya kita sudah cairkan di termin pertama, dong ngutang saya,” keluhnya

Pihaknya menyayangkan pihak pemkab yang tidak menyampaikan permasalahan pemotongan itu sejak awal corona. Karena dipikirnya pemotongan hanya terjadi di DD. Sehingga desa masih bernafas lega dengan adanya ADD.

Ia pun memberikan solusi kepada Pemkab untuk lebih baik melakukan pemotongan dana pokok pikiran (Pokir) dewan. Sebab jumlahnya cukup besar. “Harusnya pemkab ini jeli melihat,” tandasnya.

Pihaknya pun berencana bersama kepala desa lain melakukan hearing ke DPRD Lobar. Agar permasalahan pemotongan ini bisa terdapat solusi.

Sementara itu, anggota DPRD Lobar Fraksi Gerindra, Romi Rahman juga meminta pemkab mengkaji kembali rencana pemotongan itu. Sebab kondisi yang dialami pemerintah desa saat ini cukup sulit. Dampak Covid-19 membuat banyak program desa tidak terlaksana. “Kami berharap agar ditinjau ulang. Kalau bisa Pemkab Lobar mencari solusi terbaik selain pemotongan ADD 10 persen ini,” jelasnya.

Meski demikian pihaknya memahami jika pemotongan ADD itu terjadi diseluruh desa di daerah lain, akibat pemotongan DAU dari pemerintah pusat. Terkait usulan kades untuk memotong pokir dewan dari pada ADD, Romi akan menampungnya dan menyampaikan itu kepada eksekutif. “Nanti akan kita bahas dengan eksekutif. Dan apa yang disampaikan kepala desa akan coba kita akomodir,” pungkasnya. (win)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 276

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *