MATARAM – Pihak Ombudsman RI Perwakilan NTB melakukan investigasi soal proses pembuatan paspor. Mereka juga ingin mengetahui penyebab mengapa masih banyak pekerja migran secara illegal.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim mengatakan pihaknya melihat kuatnya korelasi masih diminatinya cara illegal untuk menjadi pekerja migran, salah satunya disebabkan oleh praktek pelayanan Kantor Imigrasi buruk. Selama 2 bulan terakhir yaitu Juni-Juli Ombudsman melakukan serangkaian investigasi Unit Layanan Paspor (ULP) di Lombok Timur. Dipilihnya ULP Layanan Paspor Lombok Timur mengingat Kabupaten Lombok Timur adalah salah satu kabupaten penyumbang pekerja migran tersebsar di tanah air.
“Kita berulang kali menerima keluhan warga terkait sulitnya mengakses pelayanan M-Paspor, maraknya praktek percaloan yang bahkan telah merusak sistim kerja ULP Lombok Timur, hingga ditemukan praktek diskrimnasi pelayanan antara pengguna calo dan non calo,” ungkap Adhar, Selasa kemarin.
Dijelaskannya, hasil investigasi tertutup Ombudsman menemukan adanya praktek perbedaan perlakuan pelayanan kepada warga yang mengurus paspor melalui calo dengan yang mengurus sendiri. Pelayanan di ULP Lombok Timur kepada sejumlah jaringan percaloan paspor dilakukan diluar jam resmi kantor yaitu, pukul 06.00 Wita.
“Saat kantor ULP Lombok Timur masih sepi dan dilayani hanya oleh satu atau dua petugas ULP Lombok Timur, sejumlah calo leluasa keluar masuk kantor dan ruangan di ULP Lombok Timur bahkan masuk mengakses sejumlah petugas secara langsung,” papar Adhar.
Selain itu, ditemukan biaya yang harus dikeluarkan oleh calon pekerja migran untuk memperoleh paspor sebesar Rp. 2.500.000. Harga yang jauh diatas harga resmi yang ditertapkan pemerintah yakni, RP. 350.000 (Paspor biasa 48 halaman). Bentuk pelayanan bahkan merusak standar operosional prosedur (SOP).
Dalam praktek pelayanan paspor yang buruk di ULP Lombok Timur, diduga kuat telah terjadi sejumlah bentuk maladministrasi.
“Dugaan maladministrasi tersebut antara lain diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, perbuatan tidak patut, dan penundaan berlarut,” terangnya.
Adhar membeberkan beberapa dugaan Maladministrasi di ULP Lombok Timur. Pertama dugaan diskriminasi. ULP memberikan layanan secara berbeda perlakukan kepada Pemohon yang melalui calo, yang mana Pemohon melalui calo tidak perlu antri dapat langsung dilakukan pengambilan foto,sidik jari tanpa melalui wawancara. Selanjutnya yang ditemukan MAP pemohon yang mengurus paspor melalui calo di pisahkan, serta foto, sidik jari dan wawancara dilakukan di ruang layanan yang terpisah dengan pemohon yang mengurus sendiri, bahkan pemohon tidak diwawancara.
Temuan kedua penyalahgunaan wewenang dimana ULP bersama-sama dengan calo memberikan kemudahan dalam pelayanan, yang mana pemohon yang membayar biaya lebih besar sebesar Rp 2.500.000 kepada calo memperoleh layanan lebih cepat tanpa harus mengikuti antrean. Pemohon yang mengurus paspor melalui calo mendapatkan kemudahan, bahkan pukul 06.00 pagi berkas mereka sudah dipersiapkan untuk layanan foto, sidik jari dan wawancara.
Ketiga ditemukan pengabaian kewajiban hukum. Ombudsmen menemukan ULP membiarkan calo dapat bergerak dengan bebas dan menjalankan aksinya di lingkungan kantor imigrasi. Yang ditemukan di lokasi calo dapat dengan bebas keluar masuk Kantor Imigrasi, bahkan dapat mengakses pintu belakang kantor sebelum jam layanan buka.
“Ada juga temuan penyimpangan prosedur. Permohonan paspor melalui calo tanpa melalui wawancara. Petugas tidak meminta syarat surat kuasa untuk pengambilan Paspor melalui Calo Pemohon tidak perlu membuat/atau mendatangani surat kuasa. Ini di lapangan,” jelasnya.
Ombusman menemukan dugaan penundaan berlarut-larut. Penerbitan Paspor melebihi jangka waktu. Mereka beralasan ketersediaan blanko dan gangguan system.
Dari yang ditemukan di lapangan, Ombudsman mendukung sikap pemerintah yang menghentikan untuk sementara pengiriman pekerja migran menuju Malaysia. Hal tersebut penting dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sambil menata kembali proses dan mekanisme pengiriman pekerja migran.
“Praktek buruk pelayanan paspor di ULP Lombok Timur sangat berdampak buruk,” sebutnya.
Adhar menjelaskan, dampak tersebut yaitu pelayanan Paspor yang disertai ketidakjelasan dan ketidaktertiban proses antrean, penyimpangan prosedur dengan meminta kelengkapan dokumen yang tidak sesuai dengan persyaratan dan proses wawancara yang hasilnya tergantung pada persepsi petugas pemeriksa. Selanjutnya, biaya tinggi yang disebabkan oleh sistem antre dan persyaratan yang tidak jelas dan sulitnya proses wawancara mendorong masyarakat untuk memanfaatkan jasa calo.
“Dari hasil investigasi kami akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, serta Dirjen Imigrasi agar dapat dilakukannya upaya perbaikan mengingat tingginya potensi maladministrasi,” pungkasnya.(jho)
Temuan disalah satu ULP bisa dijadikan sample seperti itulah layanan paspor di kantor imigrasi. Calon Pekerja Migran yg dulu disebut TKI masih dianggap komoditas. Buruknya kondisi ini menjadi tolok ukur rendahnya komitmen pemerintah melindungi mereka. Hampir disemua layanan ada perilaku koruptif/pungli.