LOTIM – Kecewa dengan berbagai kebijakan pihak kampus, belasan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aspirasi Mahasiswa (GAM) Universitas Gunung Rinjani (UGR) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) melempari gedung menggunakan telur, kemarin. Kampus yang dipimpin H Moch Ali Bin Dachlan itu, dianggap massa aksi penuh dengan konflik. Massa sempat hendak membawa ban mobil, untuk dibakar. Tapi berhasil diamankan Kasat Intelkam Polres Lotim.
Massa menuntut rektor UGR menghapus sanksi denda bagi mahasiswa yang telat membayar SPP, dengan alasan tidak sepenuhnya menikmati proses dan fasilitas perkuliahan. Mendesak rektor UGR, memperbaiki sistem birokrasi kampus yang penuh dengan konflik. Serta, meminta rektor UGR menaikkan keuangan untuk segala bentuk kegiatan kemahasiswaan.
Koordinator Umum (Kordum) GAM UGR, Arif Rahman Hakim, dalam orasinya mengatakan, kondisi kampus UGR saat ini sangat memprihatinkan. Ditambah dengan kondisi masyarakat Lotim yang masih dalam masa perekonomian sulit akibat wabah covid-19. Terutama, bagi orang tua mahasiswa yang tidak memiliki penghasilan lebih untuk membayar denda. Seperti kebijakan tak proporsional, yang dikeluarkan pihak Wakil Rektor I (satu), yang semestinya membidangi akademik.
Parahnya lagi sambungnya, pihak kampus masih saja memungut biaya pemotongan atau denda, pada mahasiswa yang mendapat beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT).
“Mestinya Wakil Rektor dua yang punya kewenangan keuangan. Justru aneh, Wakil Rektor satu yang membuat kebijakan, denda yang terus naik yang awalnya Rp 5 ribu per SKS, menjadi Rp 10 ribu,” teriaknya seraya mengatakan, itu sebabnya secara materil kebijakan dikeluarkan Wakil Rektor satu itu, cacat secara materil.
Kembali Arif menegaskan, perbuatan dilakukan Wakil Rektor satu, sudah sangat jelas-jelas menyalahi aturan dan prosedur. Pihaknya mengindikasikan Wakil Rektor satu telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang. Apalagi, penerapan denda maupun kenaikan besaran denda tersebut, tidak melalui proses sosialisasi terhadap mahasiswa, yang sangat terkesan memberatkan dan merugikan mahasiswa.
Pihak kampus dalam menerapkan kebijakannya, dianggap semena-mena dan merugikan mahasiswa. Beberapa kali, sudah dilakukan hearing bersama rektorat, akan tetapi justru pihak rektorat tidak memberikan respon. Padahal, mekanisme penuntutan atas aspirasi mahasiswa, sudah dilakukan. “Cuma UGR yang Wakil Rektor satunya mengurusi keuangan,” ujarnya.
Salah satu orator aksi, Rajib, mengatakan, pihak kampus ditudingnya mulai menutup keran terhadap setiap aspirasi mahasiswa UGR. Selama ini, apa yang menjadi hak-hak mahasiswa, menurutnya telah dirampas. Paling dirasakan betul, sistem perkuliahan online yang dianggapnya sungguh tidak bermutu. Seakan-akan belajar secara online, dianggapnya seperti nonton youtube, tidak ada interaktifnya. Sistem kampus ditegaskannya sangat bobrok sekali. “Sudah orang tua dirundung wabah korona, tetapi birokrasi kampus ini semakin mencekik. Para petinggi UGR, acap kali main sikut dan main pecat terhadap mahasiswa, atau lainnya. Menunjukkan ketidak jelasan manajemen yang dijalankan Rektor UGR,” ucapnya.
M Junaidi, orator aksi menambahkan, aksi dilakukan mahasiswa Fakultas Hukum UGR ini, sama sekali tidak ada yang menungangi. Selama pihak Rektor menerapkan berbagai kebijakan yang merugikan mahasiswa, tanpa melalui proses sosialisasi, akan tetap dilawannya. “Kita bicara akreditas saja, UGR paling rendah dari semua kampus yang ada di NTB. Mestinya, Rektor merombak internal untuk kemajuan UGR,” cetusnya.
Disorotinya kaitan dengan uang kegiatan kemahasiswaan. UGR dicapnya seperti kuburan. Tidak ada kegiatan baik berskala nasional, regional, apalagi internasional. Dukungan kampus terhadap kegiatan mahasiswa, sama sekali tidak ada. Kegiatan acak-acak, dan diberikan bantuan lebih besar ketimbang kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM.
“Dilain pihak, mereka ingin melihat mahasiswa maju, namun kegiatan kemahasiswaan sendiri tidak didukung. Ironinya, setiap disodorkan proposal, selalu berdalih banyak kegiatan,” pungkasnya.
Kendati massa aksi telah bergiliran berorasi, sampai terik matahari, namun tak satu pun perwakilan datang ke hadapan massa aksi untuk menjawab setiap tuntutan massa aksi. (fa’i/r3)