MATARAM – Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda langsung menemui massa aksi, Kamis kemarin di depan gedung DPRD. Politisi Golkar itu berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa dan masyarakat NTB terkait penolakan tersebut.
“Saya akan terima masukan dari adik-adik mahasiswa, kami akan membawa ke Jakarta tuntutannya,” janji Isvi.
Menindaklanjuti yang dijanjikan tersebut, DPRD NTB bersurat langsung yang ditujukan kepada presiden Joko Widodo. Surat penyampaian aspirasi masyarakat NTB bernomor 007/772/DPRD NTB/2020 tertanggal 8 Oktober 2020 langsung diteken Isvie selaku ketua DPRD NTB.
Dalam surat tersebut tertulis, menindaklanjuti aspirasi masyarakat NTB di depan kantor DPRD NTB tertanggal 8 Oktober terkait dengan pengesahan RUU Ombibus Law menjadi Undang Undang, mereka menyampaikan tuntutan agar dibatalkan melalui Perpu atau melalui mekanisme lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bahwa dengan disahkannya RUU Ombibus Law menjadi Undang Undang telah menimbulkan berbagai gejolak di lapisan masyarakat yang dapat berdampak instabilitas daerah terlebih menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di tengah tengah upaya kita menekan penyebaran virus Corona di Indonesia.
Sementara sebelum diterima massa aksi melakukan unjuk rasa depan gedung wakil rakyat. Ada ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Mataram turun demo ke jalan. Massa aksi memadati sepanjang jalan Udayana Mataram dan mengepung gedung DPRD NTB. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk menolak pengesahan UU Ombibus Law atau cipta kerja.
Pendemo tidak hanya dari mahasiswa. Sejumlah aktivis NTB juga turun gunung. “Penolakan RUU Ombibus Law menjadi Undang Undang harga mati,” tegas Koordinator PKC PMII Bali-Nusra, Aziz Muslim dalam orasinya lantang.
Aziz menegaskan, Ombus law tidak menguntungkan kaum buruh kaum pekerja dan tani justru yang diuntungkan adalah pada pemilik perusahaan dan pemilik modal. Untuk itu, PKC PMII melihat wakil rakyat tidak tidak peka atas kondisi masyarakat.
“Sekali tolak seterusnya akan kami tolak,” tegasnya.
Ditambahkan Ketua PC PMII kota Mataram, Herman Jayadi mendesak pemerintah agar segera menerbitkan Perppu. Jika keinginan mereka tidak segera dikabulkan dari PMII sendiri mengancam akan membawa lebih banyak massa lagi. Bahkan mereka berjanji akan tetap turun ke jalan sampai dikeluarkannya Perppu oleh presiden.
Catatan PMII, UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan UU 1945 Pasal 33 Ayat 3 tentang Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya atas kemakmuran Rakyat. Termuat dalam paragraph 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 Ayat 1 dan 2 UU Cipta Kerja , mengkapitalisasi sektor Pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan.
UU Cipta Kerja menghilangkan poin keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat atau usaha Negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sehingga UU ini lebih berpihak pada kepentingan koorporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan Rakyat.
Selanjutnya, waktu istirahat dan juga cuti dalam pasal 79 ayat 2 Huruf B yang mengatur bahwa istirahat mingguan pekerja jadi satu hari dalam waktu 6 hari kerja, artinya aturan 5 hari kerja, dihapus dalam undang-undang ini, dan hak cuti juga berpotensi hilang, seperti cuti haid dan melahirkan bagi perempuan karena hak upah pekerja atas cuti hilang.
Berikutnya, soal upah dalam pasal 88 B yang mengatur tentang standar pengupahan berdasarkan waktu atau perjam. Berdasarkan pasal ini pengupahan diterapkan sesuai satuan waktu dan juga satuan hasil, karena itu tidak sedikit yang menganggap bahwa skema pengupahan ini akan menjadi dasar bagi perusahaan untuk memberlakukan hitungan upah perjam, selain itu dalam pasal 88 C yakni menetapkan upah minimum sebagai jarring pengamanan, dalam hal ini kaitannya upah minimum yang dimaksud adalah Upah Minimu Provinsi (UMP). Pada poin ini juga banyak kekhawatiran terkait pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Lalu Jam kerja yang mengeksplotasi, dalam pasal 77 Undang-undang No. 13 tahun 2003, pasal sebelumnya disebutkan mengenai pelaksanaan ketentuan waktu kerja yakni 7 Jam sehari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja, sementara UU Cipta kerja Pasal 77 ini disebutkan waktu kerja paling lama adalah 8 jam dalam waktu satu hari dan 40 jam dalam waktu satu minggu.
Pengasuhan pasal 59 UU ketenagakerjaan yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu/pekerja kontrak. Dengan dihapuskan pasal ini dalam UU Cipta Kerja, maka tidak ada batasan aturan sampai kapan seorang pekerja ini bias dikontrak dan akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup. Pasal 42 yang mengatur tentang kemudahan para pekerja asing. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap pemberi kerja hanya diwajibkan membeli atau memiliki pengesahan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Pemerintah Pusat. Berbeda dengan sebelumnya jika ini disahkan maka TKA sudah tidak diharuskan lagi untuk mendapatkan izin tertulis dari mentri atau pejabat yang ditunjukan.
“Kemudian pertanyaannya adalah izin siapa yang lantas bias dimintai pertanggung jawaban atas kualitas dari para TKA,” tanya Azi lantang kembali.
PMII juga menyoroti uang penghargaan masa kerja diatur bekerja selama 24 tahun kerja. UU Cipta kerja menghapus poin H dalam Pasal 156 Ayat 3 terkait uang penghargaan bagi pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja selama 24 tahun atau lebih. Diamana seharusnya pekerja menerima uang penghargaan sebanyak 10 bulan gaji.
“DPR penghianat, DPR penghianat. Anggota DPR tidak punya hati nurani,” teriak salah seorang demonstran.
Orator lainnya, Direktur Walhi NTB, Murdhani mengatakan, pengesahan RUU Ombibus Law menjadi Undang Undang itu merupakan konspirasi pemerintah dengan kaum pemodal asing.
Mereka memperbudak tenaga kerja, membebaskan lahan lahan milik warga sehingga mereka mudah kongkalikong untuk investasi dari luar negri. Untuk itu harus ditolak.
“Rakyat menjadi korban yang paling besar,” katanya teriak.
Direkrut Walhi mengajak kaum buruh mahasiswa, tani, permepuan, kamu miskin kota agar bersatu melawan semua kezoliman ini. Ide ide gagasan aspirasi rakyat harus didengar bukan malah mendengar para pemodal.
“Ini perlawanan yang harus kita lakukan,” ajaknya.
Hingga tiba waktu zuhur massa aksi belum bisa menerobosi gerbang gedung DPRD. Azan memanggil sebagian massa aksi mencari lokasi salat.
Pantauan Radar Mandalika usai salat zuhur massa kembali berkumpul. Selain menyampaikan aspirasi politiknya, mereka kembali mendorong pagar gerbang gedung dewan. Apesnya belum juga berakhir. (jho/rif)