MATARAM – Pilkada serentak 2024 tinggal menghitung hari. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) provinsi NTB merilis TPS rawan se NTB.

Dari 16.253 TPS, ditemukan ada 6.001 TPS kategori rawan kecurangan saat pungut hitung dengan jumlah terbanyak di Lombok Timur sebanyak 2.057 TPS. TPS terbanyak kedua ada di Kabupaten Bima dengan 1.281 TPS rawan. Selanjutnya di Kabupaten Sumbawa dengan 1.354 TPS rawan.

Kabupaten Lombok Barat dengan 648 TPS rawan dan Kabupaten Lombok Tengah dengan 661 TPS rawan.

“Terdapat 4 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 8 indikator yang banyak terjadi, dan 13 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” terang Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu NTB, Hasan Basri di Mataram, Jumat (22/11).

Hasan menyampaikan pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 25 indikator. Diambil dari sedikitnya 1.166 kelurahan/desa di 117 Kecamatan, dan 10 Kabupaten/Kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 sampai 15 November 2024.

Variabel dan indikator potensi TPS rawan yang dimaksudnya  Pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK. Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdatra di DPT. Riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau Riwayat PSU/PSSU).

Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, politsasi SARA. Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa).

Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan). Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambanga, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus) dan  Kedelapan, jaringan listrik dan internet.

Disamping itu, Bawaslu menyebutkan empat indikator potensi rawan paling banyak terjadi diantarnya  2.711 TPS terdapat pemilih penyandang disabilitas yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS tersebut. 2.065 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (Meninggal Dunia, Alih Status menjadi TNI/Polri). 612 TPS yang Terdapat terdapat Pemilih Pindahan (DPTb) dan  571 TPS yang terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.

Berikutnya delapan indikator TPS rawan yang banyak terjadi. Pertama, 444 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS. Kedua, 249 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT (Potensi DPK). Ketiga, 249 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS dan 166 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan. Bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu.

Selanjutnya di 117 TPS yang dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih. 116 TPS yang sulit dijangkau karena kendala secara geografis dan cuaca. 115 TPS yang yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon. 112 TPS yang yang didirikan di wilayah rawan bencana seperti rawan banjir, longsor, cuaca ekstrem, gempa, dll.

Pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, Pasangan Calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau Pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh tingkatan untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis.

“Dari Data TPS rawan itu, kami melakukan strategi pencegahan,” katanya.

Bawaslu melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan. Bawaslu melakukan  koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait. Sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat menjadi bagian yang tidak kalah penting.

Lalu kolaborasi dengan pemantau Pemilu Pemilihan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online.

“Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilihan di TPS. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” ungkapnya.

Oleh sebab itu Bawaslu mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan ke KPU NTB. Pertama, Bawaslu meminta KPU mengantisipasi kerawanan di TPS tersebut.

Selanjutnya berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS. Baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

KPU NTB juga diminta melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu). Melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat.

“Rekomendasi yang kami keluarkan ini berdasarkan pada hasil pemetaan kerawanan TPS TPS yang ada di Kabupaten Kota itu,” pungkasnya. (jho)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *