IST/RADAR MANDALIKA TURUN: Gubernur NTB, Zulkiflimansyah saat menyapa warga korban banjir bandang di Kabupaten Bima, Jumat pekan lalu.

MATARAM – Pascabanjir bandang yang terjadi di Kabupaten Bima, Jumat pekan lalu. Pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBd) Provinsi NTB telah menyampaikan taksiran kerugian sementara pascabanjir di Kabupaten Bima sebesar Rp 680.569.000.000.
“Ini untuk sementara,” terang Kepala Pelaksana BPBD NTB, Zainal Abidin yang dikonfirmasi.
Katanya, ini dilihat dari hitungan sementara sejumlah infrastruktur maupun pemukiman yang rusak. Detailnya disebutkan terdapat kerusakan rumah pemukiman sebanyak 5.355 unit. Dengan rincian Rusak Berat 383 unit, Rusak Sedang 2.199 unit dan Rusak Ringan 2.773 unit.

Untuk Fassos/Fasum 49 unit fasilitas pendidikan, 29 Fasilitas Kesehatan, 25 fasilitas Peribadatan. Berikutnya 4 jembatan terputus, 29 bangunan kantor, 46 unit irigasi, 9.563 KK jaringan air bersih, 441,5 Ha Sawah/Lahan pertanian, ada 1.112,5 Ha Perikanan/Tambak ikan dan ternak 8.240 ekor.

“Untuk pengungsi, korban mengungsi di rumah saudara atau kerabat yang rumahnya tidak tergenang oleh banjir,” katanya.

Masyarakat masih diimbau tetap waspada terhadap kejadian bencana yang dapat terjadi secara tiba-tiba, memasuki ujung musim penghujan disertai dengan periode fenomena La Nina yang masih terjadi.

Sementara, sejak terjadinya banjir bandang di Bima itu, jumlah bantuan yang sudah masuk mencapai Rp 1,2 miliar lebih. Kepala Dinas Sosial NTB, Ahsanul Khalik memperlihatkan rinciannya pengiriman tahap I terdiri dari makanan, Perkap keluarga, peralatan evakuasi dan Peralatan Sandang senilai Rp 93.545.465. di Tahap II pengiriman dari gudang provinsi NTB Rp 121.352.000, Tahap III Pengiriman dari gudang pusat Bekasi terdiri dari makanan, Perkap keluarga, peralatan evakuasi dan Peralatan Sandang sebesar Rp 277.637.910.

Pada tahapan III Cadangan Beras Pemeirntah (CBP) 12 ton senilai Rp 513.267.310. Ada juga pengiriman dari gudang TTC Sentul dengan jenis peralatan evakuasi senilai Rp 69.800.000 lalu pengiriman dari belanja langsung Rp 39.100.000 sehingga berjumlah
Rp 1.114.702.685. Kemudian ada juga pengiriman barang aset ke Dinsos NTB dari pusat berisi peralatan evakuasi senilai Rp 139.600.000 sehingga keseluruhan berjumlah Rp 1.254.302.685.

“Semuanya sudah diturunkan. Saat ini dipakai di Bima,” katanya.

Sementara, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTB menyebutkan NTB darurat bencana ekologis. Ini ditegaskannya melihat bencana banjir badang yang menimpa hampir setengah wilayah Kabupaten Bima, Jumat pekan lalu. Bencana tersebut disebabkan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Direktur WALHI NTB, Murdhani mengatakan pembabatan hutan, alihfungsi dikawasan dan illegal loging satu bagian yang menjadi penyebab bencana ekologis di NTB. Tidak hanya itu saja terdapat 248.000 tambang juga ada dalam kawasan hutan. Terdapat 87.000 tambang yang berada di Hutan Tanaman Industri (HTI), ada pertanian Jagung seluas 185.000 hektare di tahun 2014 sampai pada tahun 2020 menjadi 345.000 Hektare yang perluasan lahannya dikawasan hutan.

“(Makanya) NTB darurat bencana Ekologis,” tegas Murdhani di Mataram, kemarin.

Murdhani menjelaskan bencana akan terus mengancam NTB sepanjang tahun. Terutama di musim hujan masyarakat akan terus berhadapan denga bencana ekologis berupa banjir badang dan tanah longsor. Lalu di musim kemarau berupa kekeringan dan krisis air. Sementara kondisi yang dilihat WALHI daya dukung dan daya tampung lingkungan makin lemah dalam memberikan layanan terhadap keberlangsungan hidup masyarakat NTB.

Kondisi yang dilihatnya juga program pemerintah masih belum berorientasi pada sustainability atau keberlanjutan lingkungan dan keperpihakan anggaran juga masih sangat minim sementara ancaman bencana terus terjadi. Dari hal itu WALHI melihat Pemrov belum serius mengatasinya.

“Perencanaan pemulihan hutan harus dilakukan lebih serius dan mengalokasikan anggaran untuk lingkungan haruslah lebih besar,” katanya.
WALHI mendorong pelibatkan partisipasi masyarakat dalam kawasan hutan harus menjadi prioritas. Disisi lain penegakan hukum dalam kejahatan lingkungan harus ditegakkan sehingga adanya upaya terintegrasi antara pemerintah dan penegak hukum dengan partisipasi masyarakat.

“Darurat bencana ekologi itu banjir dimana mana, korban dan kerugian tidak bisa di hitung (BPBD),” sentilnya.

Dalam memerangi perusak hutan banyak yang menyebutkan permainan para oknum sampai tingkat bawah masif. Seakan para cukong sangat leluasa dan bebas melakukan illegal logging. Kalaupun ada yang ditangkap hanya buruh dan sopir yang mengangkut saja diproses sementara cukong belum ditindak.

Terkait dengan dugaan permainan tersebut, WALHI mendengar demikian. Namun diakuinya sangat sulit dibuktikan.”Ada indikasinya tapi pembuktian yang sangat sulit kita (kami) lakukan,”katanya.

Untuk itu negara harus hadir memberikan layanan kesejahteraan dan keadilan. Menindak pihak yang jika terbukti melakukan perlindungan atau dukungan terhadap kejahatan illegal logging dan kejahatan lainnya dalam kawasan hutan.

“Negara tidak boleh lalai sama cukong,” tegasnya.(jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 297

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *