PRAYA – Tim sukses calon kepala desa Selong Belanak nomor urut 2 menemukan adanya kejanggalan. Pasalnya tim pengusung Lalu Sayuti menemukan adanya pemilih di bawah umur yang ikut memberikan hak pilihnya.
Salah satu tim sukses Calon Kades Selong Belanak nomor urut 2, Lalu Abdul Gafur menduga kejanggalan tersebut terjadi secara terstruktur sistematis dan masif. Sebab anak di bawah umur yang ikut memberikan hak pilihnya diketahui masih duduk di bangku SMP.
“Patut kami duga ada permainan, karena kami menemukan adanya anak di bawah umur yang masih duduk dibangku SMP akan tetapi masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),” kata Gafur, kemarin.
Pihaknya mengaku heran dengan adanya anak di bawah umur yang masuk sebagai DPT, bahkan anak tersebut memiliki KTP sedangkan umurnya masih kurang dari 17 tahun.
“Kami menduga ini sudah direncanakan dari awal dengan terstruktur dan sistematis,” tudingnya.
Berdasarkan pantauannya terdapat lima orang di bawah umur yang dinaikkan umurnya di KTP di TPS 07, sehingga pihaknya menduga tidak menutup kemungkinan kejanggalan tersebut juga terjadi di TPS lainnya.
“Kami juga curiga ini banyak terjadi di TPS lain. Karena di TPS 13 ada sembilan orang pemilih di bawah umur akan tetapi delapan orang bisa disetop dan satu orang sudah memilih,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya pemilih yang tidak dituliskan NIK dan tempat lahir di lembar daftar pemilih tetap. Demikian pula dengan proses pemungutan suara dinilai rancau dan tidak transparan.
“Ini terjadi di TPS 6 di Dusun Rujak Praye, dan model pemilihannya juga tidak dipanggil nama langsung masuk mencoblos,” kata Gafur.
Dia menyoal proses pencoblosan yang tidak memanggil dan menyebut nama pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Sebab hal tersebut akan berpotensi pemilih di gantikan orang lain karena saksi tidak mengetahui siapa yang masuk mencoblos di TPS, sehingga ini dinilai rentan penggelembungan suara.
“Jumlah DPT di TPS 6 ini sebanyak 306. Kami curiga di sini ada pemilih bebas dari luar, karena masyarakat yang ada di sana banyak ke luar negeri. Karena sistem pencoblosannya yang tidak memanggil nama dengan pengeras suara, maka siapa tahu orang yang sudah meninggal dunia bisa memilih,” tegasnya.
Pihaknya menegaskan sempat memberikan protes akan tetapi tidak digubris oleh KPPS, dimana panitia berdalih hal tersebut sudah biasa dilakukan tanpa panggil nama.
“Seharusnya prosesnya pemilihannya dilakukan dengan panggil nama supaya masyarakat bisa mengetahui siapa yang memilih,” katanya.
Dia juga menyoal adanya dua suara di TPS 6 yang dicabut sembarang karena pemilih tidak masuk dalam DPT terlebih tindakan tersebut tanpa ada berita acara, bahkan dinilai merugikan salah satu calon karena dicabut secara sembarang.
“Kan kami tidak tahu suara siapa yang dikeluarkan, ini bisa merugikan salah satu calon,” kesalnya.
Tim nomor 2 Lalu Sayuti juga menduga adanya kecurangan pada saat melakukan coklit data yang dilakukan dengan cara tidak menyambangi warga ke setiap rumah.
Untuk membuktikan hal tersebut, pihaknya berharap agar kotak suara TPS 5 dan TPS 6 dibuka kembali untuk memadukan data pemilih tetap dan pemilih tambahan.
“Karena kami menilai adanya permainan karena margin erornya sangat sedikit yaitu 10 persen,” ujarnya.
Pihaknya mengancam, dalam waktu dekat akan mengajukan keberatan secara tertulis ke panitia dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lombok Tengah jika permintaannya tidak direspons. Bahkan akan menempuh langkah hukum dengan mengajukan gugatan.
“Kami sudah ajukan keberatan secara lisan kepada panitia tapi tidak ada respons. Kami akan legowo menerima apapun hasilnya nanti setelah kotak suara ini dibuka,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pilkades Selong Belanak, Lalu Junaidi membenarkan jika adanya pemilih di bawah umur yang ikut menyalurkan hak pilihnya. Dimana dia menyebut kejadian tersebut di TPS 13 sehingga tim sukses protes ke KPPS. Namun pihaknya menegaskan sudah mencabut hak pilih anak di bawah umur tersebut dan dibuatkan berita acara terkait masalah tersebut.
Kendati demikian panitia enggan memberikan keterangan terkait jumlah pemilih di bawah umur, demikian pula dengan langkah sosialisasi persoalan tersebut kepada masing- masing calon juga tidak dijelaskan.
“Kami panitia menanyakan langsung ke anak itu apakah dia bersedia mencabut hak pilihnya kembali agar tidak menjadi persoalan dan dia setuju untuk mencabut kembali surat suara yang telah dicoblos dan menyebut calon yang dia coblos,” singkatnya.(ndi)