MATARAM – Proyek Irigasi Tetes (Drip Irigation) yang menjadi program Pemprov NTB di tahun 2019 dan 2020 kembali dipersoalkan anggota DPRD NTB, Najamudin Mustafa. Bahkan pihaknya telah menunjuk 5 pengacara yang akan melakukan investigasi dari program yang menelan anggaran puluhan miliar itu. Hal itu dilihatnya lantaran Irigasi Tetes dinilai tidak mempunyai manfaat apa- apa sehingga kesannya Pemprov hanya menghambur hamburkan uang negara.
Seperti diketahui Program Irigasi Tetes yang diluncurkan itu berlokasi di dua tempat. Tahun 2019 berlokasi di Desa Akar-Akar, Kabupaten Lombok Utara senilai Rp19,7 miliar dan di tahun berikutnya di Kabupaten Sumbawa senilai Rp9,3 miliar. Program itu dihajatkan Pemprov untuk mengatasi kekeringan lahan kekeringan khususnya dimusim kemarau.
“Kita mencurigai anggaran itu konspiratif,” sebut Najam kepada media.
Najam mengatakan dirinya langsung turun ke masyarakat belum ada jagung tumbuh sesuai diharapkan di program Irigasi Tetes itu. Ketika ada yang tidak percaya bisa cek langsung. Kondisi Tanah lokasi proyek tersebut mengandung pasir. Jikapun ada jagung yang tumbuh itu karena air hujan (air tadah).
“Tidak bermanfaat apa-apa. Hasil penelurusan saya di KLU,” tegas Politisi PAN itu.
Hal yang juga disorotnya mesin yang katanya dihibahkan ke masyarakat itu tidak mampu dipelihara. Jangankan masyarakat mampu memeliharanya, membeli solar saja mereka tidak mampu.
“Ini yang akan kita persoalkan,” tegasnya.
Pengacara yang sudah ditunjuknya itu juga akan menelusuri Program Beasiswa Luar Negeri Pemprov NTB. Sejak 2019 dana APBD yang dikucurkannya lebih dari Rp 200 miliar. Najam menyoal itu lantaran jenjang pendidikan S1 dan S2 menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dibawah Kementerian yang menaungi Perguruan Tinggi.
Selama ini justru Pemprov mengabaikan kewenangannya mengurus anak-anak lulus SMP namun tidak bisa melanjutkan sekolahanya ke jenjang SMA sederajat alias mereka banyak putus sekolah.
“Yang saya usulkan waktu itu kalau ada anak SMP yang tidak bisa sekolah ke SMA itu digratiskan mulai dari Ampenan sampai Sape (Bima) disana. Semestinya ini tutas oleh Pemprov,” tegasnya.
Dengan membiarkan mereka putus sekolah artinya Pemprov telah menzolimi mereka yang putus sekolah (SMP, red). Najam juga menyoal Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) NTB yang ditugaskan Pemprov mengurus program yang masuk dalam kategori prioritas Zul Rohmi itu. Menurutnya bagaimana mungkin lembaga swasta mengurus uang negara. Tidak hanya itu sesuai Perpres jumlah anggaran demikian harusnya masuk pola tender sesuai dengan pengaturan pengadaan barang dan jasa.
“Sementara sejauh ini langsung dihibahkan saja,” katanya.
Belum lagi pihaknya mempertanyakan mana hasil dari pengiriman mereka yang sudah lulus. Selama ini Pemprov juga tidak menyampaikan ke DPRD siapa saja orang yang dikirim itu. Bahkan didapatkan informasi dalam satu rumah ada tiga orang yang mendapatkan beasiswa tersebut.
Berikutnya Najam mempersoalkan percepatan jalan yang menjadi kewenangan kabupaten kota tetapi dikerjakan oleh anggaran Provinsi. Salah satunya Lendangguar-Baturotok.
“Kalau mau langgar aturan, harusnya langgar saja semuanya di Bima milik kabupaten diaspalkan, di kabupaten lain juga diaspalkan. Jangan di Sumbawa saja,”katanya.
Terakhir proyek pengadaan Sapi menjelang Pilkada 2020. Pihaknya mencurigai ada permainan untuk mensukseskan salah satu calon.
“Terlepas dari siapa itu tapi yang jelas ada adeknya yang nyalon,” katanya.
Dari persoalan itu nantinya PH yang telah ditunjukkan akan mencoba mempelajari melakukan singkronisasi APBD dari 2019-2022. PH ditugaskan untuk mempelajarinya.
Kalau nantinya ditemukan ada persoalan maka hasil PH itu akan kembali di publis ke masyarakat.
“Lalu akan saya bawa ke KPK,” janjinya.
Najam menuding ada dugaan perampokan APBD. Dalam hal ini ia tidak menuduh siapa siapa. Najam pun tidak menyebutkan apakah gubernur atau wakil gubernur.
“Saya tidak katakan yang merampok itu gubernur wakil gubernur tapi kami menduga Pemprov (secara umum). Bisa saja OPD tertentu yang merampok,” jelasnya.
Apa yang disampaikan Najam itu bukan faktor suka atau tidak tetapi demi kepentingan masyarakat NTB.
“Catat ia bukan untuk kepentingan golongan tertentu,” paparnya.
Sementara itu PH Najam, Hulaen mengatakan Najam disebutnya dokter penyakit. Korupsi itu Kangker Ganas yang harus disembuhkan. Apa yang akan dicari tahu Najam itu dengan tujuan ingin mengobati penyakit tersebut.
“Oleh karena itu apakah ada aturan yang dilanggar atau tidak maka kita akan buat legal opini (lebih dahulu). Tapi dari cerita Najam bahwa disitu ada (diduga) pelanggaran norma. Salah satunya dikerjakan swasta. Semisal apakah LPP diberikan kewenangannya langsung uangnya atau sekedar menyeleksi peserta.
Kalau benar (diberikan uang) itu melanggar hukum. Kalau swasta kerjakan itu makanpenyalahgunakan wewenang,” terangnya.
Dalam fakta hukum, lanjutnya ada bukti formil dan materil. Formil itu apa yang tertuang dalam dokumen APBD lalu fakta bukti materilnya akan dicari tahu apakah realisasinya telah sesuai dilapangan atau tidak.
Ia mengatakan separah apapun pelanggaran yang dilakukan kalau tidak menimbulkan kerugian negara maka itu masuk kesalahan administrasi. Sebaliknya kalau menimbulkan kerugian maka pihak-pihak yang lain yang ikut menikmati maka itu masuk kategori melakukan korupsi.
Satu hal lagi, lanjutnya APH seringkali menjadikan temuan Inspektorat menjadi padahal harusnya hasil temuan BPK yang menjadi acuan.
“Kita juga akan bersurat ke BPK untuk melakukan audit terutama irigasi tetes. Itu (bagian) langkah kami,” katanya.
Pihaknya dalam waktu dekat akan memulai dengan langkah-langkah yang telah disusunnya. Sampai nanti ada hasil akhir.
“Mudah-mudahan bisa sampai dua minggu (selesai),” pungkasnya.(jho)