PRAYA – Lahan pertanian di Lombok Tengah (Loteng) semakin berkurang. Menyusutnya luasan lahan tersebut terjadi karena alih fungsi lahan. Sebagian besar lahan pertanian kini beralih menjadi rumah-rumah penduduk, pembangunan infrastruktur jalan, kantor, gedung, dan lain sebaginya.
Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Loteng, Taufikurrahman Pua Note mengungkapkan, luas lahan pertanian saat ini mencapai 50.283 hektare. Sedangkan luas lahan kering sekitar 13.500 hektare. “Memang angka penyusutan agak lumayan setiap tahun sekitar rata-rata 16,7 hektare,” katanya, belum lama ini.
Untuk itu, Pemkab Loteng sedang menyiapkan regulasi dalam bentuk peraturan bupati (Perbup) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). “Untuk 20 tahun ke depan, minimal kita harus punya lahan seluas 47 ribu hektare,” jelas Arman.
Lahan 47 ribu hektare yang akan ditetapkan menjadi LP2B ini terbagi dua. Yaitu lahan pangan berkelanjutan sekitar 38 ribu hektare, dan 9 ribu hektare untuk lahan cadangan pangan. Lahan itupun sudah dipetakan.
Arman menegaskan, lahan pertanian berkelanjutan tersebut tersebar di semua kecamatan. Tentunya disesuaikan dengan kondisi prekonomian saat ini. “Misalnya ada yang tumbuh cepat. Tentunya lahan pertanian yang bisa dipertahankan juga sesuai dengan kemampuannya. Untuk wilayah yang tumbuh lambat bisa dipertahankan,” terangnya.
Lahan pertanian berkelanjutan artinya, lahan-lahan itu tidak boleh lagi dialih fungsikan untuk bangunan. Arman memastikan, petani atau warga yang lahannya ditetapkan jadi LP2B nantinya mendapatkan kompensasi atau bantuan dari pemerintah. Seperti mendapatkan pupuk gratis, dan jenis bantuan-bantuan lainnya.
“Harus ada memang mekanisme insentif dan disinsentif. Yang jelas dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan dinas pertanian itu yang didahulukan untuk dapat fasilitas sarana produksi. Baik pupuk, jalan, Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian) itu harus duluan mereka dapat,” terangnya. (RM)