IST/RADAR MANDALIKA L. Tajir Syahroni

PRAYA – Aktivis senior NTB, Lalu Tajir Syahroni menyentil kinerja jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah. Lebih lagi dalam menangani kasus dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan menetapkan tiga orang tersangka. Direktur RSUD Praya non aktif Muzakir Langkir, PPK dan bendahara.

“Harusnya masyarakat Lombok Tengah ini marah, kok begini kinerja Kejari. Kalau mau tangkap semua kepala OPD, tangkap bos-bos yang disebut nama oleh Muzakir Langkir. Kalau ini main kecil namanya, ingat jangan main-main di Lombok Tengah,” tegasnya dalam podcast bersama Radar Mandalika, Selasa pagi kemarin.

 

Menurut perspektif Tajir, korupsi itu ada dua yang berbobot. Baik ditataran birokrasi dan politik. Untuk itu, Tajir melihat saat ini jaksa masih main kecil, tidak main besar.

“Orang di birokrat tidak berani korupsi kalau bos (kepala daerah, red) tidak melarang keras. Yang besar sesungguhnya adalah kekuasan atau politik korupsi,” sentilnya.

Tajir pun membeberkan, jika level kabupaten harusnya kepala daerah (bupati) yang diselidiki jaksa. Disebutkannya, APBD tahun 2022 Lombok Tengah 2,4 triliun, baik untuk gaji pegawai dan lainnya. Sementara Rp 600 miliar itu untuk fisik.

“Apakah hanya di RSUD ini ada korupsi, menurut saya semua SKPD terjadi korupsi, jaksa ini tidak canggih. Saran saya kalau main kecil begini tangkap saja semua kepala SKPD, karena tidak sebanding dengan kepala daerah kalau dimain-mainkan,” katanya tegas.

Disebutkan Tajir, jaksa saat ini focus menggarap kelas kecil eselon III. Lantas bagaimana eselon II dan eselon I? Termasuk bagaimana bos (kepala daerah)? Sehingga Tajir menyebutkan saat ini kita semua sedang terjebak pada politik biaya tinggi.

“Saya belum dapat kabar kepala daerah tidak keluarkan biaya diusung partai secara gratis. Partai sendiri saja lobi DPP, DPW dulu. Pilkada itu rentan dan perlu kita mengamati petahana karena bisa memainkan duit APBD,” ungkapnya.

 

Tajir pun menyebutkan, kasus dengan tiga tersangka ini harusnya tidak dihebohkan. Karena dilihat kasus yang sangat kecil. Ia pun melihat tidak ada kejutan dari kejaksaan. Sehingga dirinya berpendangan jaksa diduga melakukan diskriminasi.

“Ini kan jaringan kekuasan. Kalau jaksa main kecil ini kasian. Sekali lagi jaksa jangan main-main,” tegas pegiat anti korupsi ini.

Sedangkan soal apa disampaikan Muzakir Langkir kepada media dengan menyebut nama bupati, wakil bupati dan kejaksaan. Jika boleh diibaratkan kasus ini tidak jauh beda dengan kecelakaan besar yang terjadi di tubuh Polri soal jenderal bintang dua Sambo.

“Pertama Bharada E bilang ada tembak menembak berubah jadi diperintah jenderal menembak. Selanjutnya jenderal yang menembek. Namanya anak buah diperintah bos sama juga ini,” terangnya.

 

Untuk itu, Tajir kembali mengingatkan jaksa untuk tidak coba main-main di Lombok Tengah. Dia pun mengingatkan atas peristiwa yang pernah terjadi menimpa mantan Kajari Lombok Tengah Subri yang kenak OTT oleh KPK.

“Apakah beda Subri dengan Pak Regen. Ada catatan kurang bagus juga karena pernah tangani kasus Gayus Tambunan dan dia pernah dihukum. Harusnya warga Loteng ini marah. Banyak memang yang tidak melihat secara jernih,” katanya lagi.

 

Sementara ‘nyanyian’ Muzakir Langkir dengan menyebut pernah memberikan aliran dana BLUD kepada kepala daerah ini bisa menjadi pintu masuk jaksa. Wajar saat ini Muzakir buka karena sebelumnya beranggapan akan diselamatkan. Tapi saat ini tidak bisa diselamatkan.

 

“Masyarakat harus kritis terhadap jaksa. 2 tahun jaksa tidak pernah tangkap kasus korupsi. Kalau main hanya Sekdes, Kadus dan Kades aduh kasian sekali. Emang berapa mereka kelola uang? Sangat kecil jika disbanding kepala daerah,” tegasnya.

 

Disebutkan Tajir juga, oknum aparat penegak hukum (APH) pelaku utama. APH rawan korupsi karena ada kekuasaan, mereka bisa pilih mana bisa jadi storan, mana kasus tidak bisa jadi storan.

“Bagaimana bisa bersihkan rumah orang, bersihkan rumah tangga saja masih banyak noda. Sama hal Kajati atas statement patut dicurigai juga, kok marah, harusnya dibuktikan itu,” tuturnya.

Tajir juga menyentil pendampingan hukum dilakukan jaksa  pada program pemerintah di beberapa OPD. Dirinya menuding ada oknum jaksa juga bermain. Puskesmas siapa yang kerjakan, mana ada masalah. Kalau orang lain kerjakan pasti digas APH.

“Ingat duit itu salah satu yang bisa menyihir,” pungkasnya.(red)

 

 

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 366

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *