PRAYA – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lombok Tengah sesalkan pernikahan dini yang kerap terjadi akhir-akhir ini dan sempat viral di media sosial disebabkan budaya.
Pernikahan viral yang terjadi antara kalangan muda yang beberapa waktu lalu yang sempat menggegerkan media sosial dimana pernikahan anak dibawah umur 17 tahun yang menjadi sorotan publik. Hal ini pula tidak luput memanci g reaksi dinas DP3AP2KB yang merupakan landing sektor bagaimana perlindungan anak dimasa bermain yang harus di renggut dan dipaksa dewasa mengingat kondisi yang telah berkeluarga.
Kepala Dinas DP3AP2KB Lalu Muliardi Yunus mengatakan dimana pihaknya terus melakukan sosialisasi terkait perkawinan dini telah cukup lama dilakukan tidak terlepas koordinasi dan konsulidasi terus di lakukan dengan lembaga terkait. Pihaknua sangat sesalkan anak-anak yang malam pulang tidak bisa di terima oleh keluarganya ketika pulang bersama teman laki-lakinya dimana hal ini merupakan kebiasaan yang telah mendarah daging dan menjadi sebuah Budaya di masyarakat sebagai dasar menikahkan putrinya. “Ini sangat perlu di koordinasikan dengan pemerintah Daerah, sampai ke tingkat Kepala Dusun dalam upaya meminimalisir pernikahan dini, kalau bisa di Perda kan, ” Ungkapnya
Muliardi menambahkan pohaknya sempat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi bahkan akan laporkan pihak yang melaksanakan pernikahan di bawah umur kepada penegak hukum, mengingat hal tersebut merupakan pelanggaran hukum, dimana ini merupakan upaya dalam menekan angka pernikahan dini.
Pernikahan dini saat ini ada dua kasus yang sempat viral dalam beberapa waktu ini, namun tidak menutup kemungkinan kejadian lainnya bisa saja terjadi, mengingat belajar dirumah juga merupakan efek negatif yang sangat besar bagi anak, dimana keseharian hanya dengan handphone dengan dalih belajar namun siapa sangka akan mengakses konten dewasa. ” Data kasus anak di bawah umur sekitar 20 kasus dan ini membuat saya sempat gereget, ” Kesalnya.
Pada kejadian yang terjadi di Desa Pengenjek waktu itu RT tidak melapor kepada bhabinkamtibmas dan Kepala Desa, paling tidak ada langkah mediasi yang akan dilakukan mengingat ini merupakan langkah awal dan tidak mengambil sikap lansung menikahkannya sebagai solusi utama, mengingat langkah itu sebagain langkah terakhir dalam pengambilan keputusan buntu. “Perda terkait pernikahan dini belum ada, namun draf tentang perlindungan anak sudah ada mengingat kita menjadi kabupaten layak anak, perlindungan perempuan dan eksploitasi anak yang menjadi bagian dari 83 indikator lainnya, ” tutupnya. (tim)